nusabali

Sebelum Berpulang, Siapkan Tiga Lukisan untuk Presiden Jokowi

  • www.nusabali.com-sebelum-berpulang-siapkan-tiga-lukisan-untuk-presiden-jokowi

Sejak tahun 2012, Made Kedol Subrata setiap bulan mewariskan 3 luki-san kepada cucu-cucunya. Lukisan tersebut hanya boleh dijual sebagai bekal cucunya ketika kuliah nanti

Seniman Lukis ‘Teknik Spaghetti’ Made Kedol Subrata Meninggal Akibat Digerogoti Diabetes


GIANYAR, NusaBali
Bali kehilangan salah satu seniman lukis, menyusul meninggalnya Made Kedol Subrata, 67, di ruang perawatan RS Prima Medika Denpasar, Minggu (3/12) malam pukul 23.30 Wita. Seniman lukis teknik spaghetti yang tinggal di Banjar Teges Kaja, Kelurahan/Kecamatan Gianyar ini meninggal setelah lama digerogoti penyakit diabetes. Sebelum berpulang, Made Kedol Subrata siapkan tiga lukisan untuk diberikan kepada Presiden Jokowi.

Sebelum dinyatakan meninggal, Made Kedol Subrata sempat selama empat hari dirawat di RS Prima Medika Denpasar, sejak dilarikan keluarganya ke rumah sakit, Kamis (30/11) malam. Terungkap, Made Kedol sebelumnya sempat selama sebulan merasakan sakit tak tertahankan di bagian punggung.

Sampai akhirnya pihak keluarga berinisiastif konsultasi ke dokter ahli di RS Siloam, Jalan Sunset Road Legian, Kecamatan Kuta, Badung. “Sempat diterapi, tiga hari kemudian pada pertengahan November 2017 disarankan untuk operasi,” ungkap anak ketiga almarhum, Nyoman Yoga Tri Semarawima, saat ditemui di rumah duka Teges Kaja, Kota Gianyar, Senin (4/12).

Akhirnya, Made Kedol menjalani tindakan operasi di RS BIMC Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, 27 November 2017. Pasca operasi, almarhum sempat beberapa hari dirawat di rumah sakit, sampai akhirnya dibolehkan pulang, 30 November 2017 pagi. Tapi, baru 2 jam berada di rumah rasa sakitnya kembali kambuh. Made Kedol pun dilarikan ke RS Prima Medika Denpasar, malam itu juga. “Komplikasi-nya sudah merembet ke paru dan jantung. Karena pipisnya sedikit, bapak menjalani cuci darah,” cerita Yoga Tri.

Namun, kata Yoga Tri, kondisi Made Kedol bukannya membaik. Kondisi sang ayah justru semakin menurun hingga dinyatakan kritis, Sabtu (2/12) malam. Saat itu, kaki kirinya membengkak lantaran ada pembekuan darah di arteri paha, sehingga menghambat aliran darah ke paru-paru. Pada akhirnya, pelukis teknik spaghetti ini menghembuskan napas terakhir dalam perawatan di rumah sakit, Minggu malam pukul 23.30 Wita.

Almarhum Made Kedol berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Ni Wayan Kasnawati, 65, serta 3 anak dan 7 cucu. Saat ini, jenazah almarhum masih disemayamkan di rumah duka kawasan Teges Kaja, Kota Gianyar. Rencananya, jenazah seniman yang konsisten melukis suasana panen padi ini akan diabenkan keluarganya pada Sukra Paing Pahang, Jumat (8/12) nanti.

Yoga Tri mengisahkan, almarhum Made Kedol memiliki riwayat sakit sejak tahun 1985 silam. Awalnya, seniman kelahiran 7 Januari 1950 ini menderita penyumbatan saluran kencing. “Bukannya kencing batu, tapi ada semacam kutil di saluran kencing,” kenang Yoga Tri.

Karena zaman itu pengobatan urologi belum secanggih sekarang, salah satu buah zakar Made Kedol terpaksa dibelah. Syukurnya, kondisi kesehatan Made Kedol akhirnya pulih, sehingga bisa leluasa membuat karya lukisan.

Hanya saja, setelah beberapa tahun berjalan, kondisi kesehatan Made Kedol kembali menurun. Terjadi infeksi saluran kencing. “Tahun 1998, pengobatan urologi sudah canggih. Infeksi tersebut diobati dan buah zakar yang dulunya dibelah bisa dibentuk kembali dan dijahit,” terang Yoga Tri.

Namun, 2 tahun berselang kembali terjadi penyumbatan saluran kencing Made Kedol pada 2000. Sejak saat itulah, suami dari Ni Wayan Kasnawati divonis menderita diabetes kering. “Selama 17 tahun, bapak berjuang melawan sakit diabetes tersebut,” katanya.

Pasca divonis menderita diabetes, kesehatan Made Kedol terus menurun. Tahun 2009, Made Kedol mengalami komplikasi pada ginjal, sehingga harus menjalani operasi. Pada 2014, penyakitnya menyerang hingga ke saraf. “Bapak mulai tidak bisa bergerak sesuai keinginan. Ketika pikirannya ingin jalan, tapi kakinya tidak merespons,” papar Yoga Tri, yang kini menjadi dosen Stiki Denpasar.

Dalam kondisi ini, Made Kedol sehari-harinya harus beraktivitas dari atas kursi roda elektrik, termasuk untuk kegiatan melukis. Meski dalam keterbatasan, Made Kedol tetap antusias menuangkan inspirasinya di atas kanvas. “Selama bapak sakit, beliau masih melukis. Bahkan, ketika pakai kursi roda sekalipun, bapak tetap berkarya,” cerita Yoga Tri.

Sampai ajal menjemputkan, ada 5 karya lukisan besar yang masih dikerjakan Made Kedol dan masuk tahap hampir rampung. Termasuk karya terakhirnya yang berjudul ‘Ngangon Bebek’, dengan suasana pemandangan hamparan sawah dan padi yang menguning. “Lukisannya masih setengah jadi. Nanti saya akan melanjutkan lukisan ini,” kata Yoga Tri.

Menurut Yoga Tri, dirinya ingin merampungkan seluruh 5 lukisan yang ditinggalkan almarhum. Yoga Tri sendiri ingin mengikuti jejak sang ayah untuk melukis gaya spaghetti. “Semua anak dan cucunya berbakat melukis. Kami semua adalah penerus bapak. Bahkan, kami berencana membuat museum di rumah ini, seperti yang dicita-citakan bapak,” jelas lulusan S1 Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta dan S2 ISI Denpasar ini.

Yoga Tri memaparkan, ada satu keinginan Made Kedol yang belum terwujud sampai ajal menjemputnya, yakni bertemu Presiden Jokowi. Padahal, Made Kedol sudah menyiapkan 3 lukisan yang akan didiberikan kepada Presiden Jokowi. Dua di antaranya berupa lukisan wajah Jokowi, sementara satu lagi lukisan sepeda ontel. “Rencananya ada penyerahan kepada Jokowi. Tapi, bapak malas jika dikaitkan dengan politik. Jiwa seninya gak mau dicampur aduk dengan politik. Maka itu bapak masih menunggu momen yang pas,” kenangnya.

Menurut Yoga Tri, almarhum ayahnya berpulang buat selamanya dengan meninggalkan kisah unik. Salah satunya, almarhum Made Kedol mewariskan 3 lukisan setiap bulan kepada cucu-cucunya. Tradisi ini sudah dilakoni sejak tahun 2012, sehingga cucu-cucunya kini mengoleksi belasan lukisan sang kakek.

“Pesan bapak, lukisan yang diberikan itu sebagai warisan, bisa dijual kalau cucunya akan kuliah. Tapi, kami sudah sepakat lukisan yang bapak berikan adalah warisan yang akan kami simpan,” tutur Yoga Tri yang sudah kebagian 50 lukisan untuk anak-anaknya.

Yoga Tri mengaku ingin meneruskan keinginan almarhum ayahnya untuk membuat museum. “Jadi, lukisan bapak kami simpan, bahkan saya gembok supaya tak tergiur ingin menjualnya. Suatu saat, akan kami pajang di museum,” katanya. *nvi

Komentar