nusabali

Meliterasikan Krama Bali

  • www.nusabali.com-meliterasikan-krama-bali

Pada tahun 2012, budaya literasi anak-anak Indonesia berada di peringkat 64 dari 65 negara lain.

Hal serupa juga terulang pada tahun 2015 atau 3 tahun kemudian. Si-tuasi tersebut tidak bertambah baik, karena peringkat yang dicapai adalah 61 dari 69 dari negara yang dievaluasi.

Menurut catatan UNESCO, minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Padahal, literasi merupakan modal dalam meningkatkan kompetensi. Literasi adalah aktivitas yang mampu menambah pengetahuan, keterampilan, maupun kecakapan hidup.

Untuk mengatasi kondisi itu, diperlukan upaya efektif sejak anak usia dini. Ada beberapa kiat yang bias digunakan untuk anak usia dini. Di antara strategi tersebut, antara lain: memberi perhatian intensif, memberi dorongan, memberikan balikan, memberikan contoh, mendemonstrasikan, menciptakan tantangan, memberikan cara lain, atau memberikan informasi langsung. Untuk menumbuhkan kesadaran me-mbaca, tidak cukup bila dilakukan secara individu oleh satu orang ataupun satu lembaga. Itu pun harus dilakukan dalam durasi waktu cukup, dengan penuh kesabaran. Konkretnya, bisa dimulai membentuk kelompok bermain yang literasif. Kegiatannya terkait erat dengan membangun kultur membaca dan menulis lewat pembiasaan.

Mana yang lebih efektif ‘membaca buku atau e-book’ ? Dr Kate Garland, peneliti dari University Campus Suffol, menemukan bahwa ada perbedaan hasil dari keduanya. Mereka yang membaca buku dengan membaca media digital, tidak berbeda daya ingat jangka pendeknya (short-term memory). Tapi, pembaca buku memiliki ingatan yang lebih baik dari pembaca e-book. Salah satu hal yang membuat buku istimewa adalah sensasi membacanya. Ketika membaca buku, orang merasa lebih personal, human, dan lebih merasa tertarik dalam urusan penampilan. Adapun pembaca media digital cenderung terburu-buru, berorientasi hanya pada isi.

Salah satu cara menularkan manfaat membaca dan menulis adalah menyimak teorinya Pierre Bourdeau tentang modal. Membaca adalah bagian dari akumulasi modal intelektual. Modal intelektual dikontekskan dengan cita-cita. Seseorang yang memiliki modal intelektual, bisa mengkonversinya menjadi modal sosial dan finansial. Contohnya, jika memiliki pengetahuan yang cukup, orang bisa memperluas jaringan persahabatan di berbagai tingkat sosial. Dengan begitu, da bisa melakukan mobilitas sosial secara vertikal.

Modal intelektual juga bisa dikonversi menjadi modal finansial, antara lain, dengan memeroleh pekerjaan yang lebih baik. Posisi-posisi strategis biasanya dipercayakan kepada orang dengan kemampuan tinggi. Maknanya, semakin cerdas seseorang, semakin besar peluang dipekerjakan pada posisi baik.

Sering muncul dalam pemberitaan bohong (hoax) di media massa atau media sosial lain. Kenapa hoax terus bergulir menjadi viral?  Hal ini dikarenakan banyak khalayak mudah terprovokasi oleh postingan yang belum pasti kebenarannya. Seringnya, pembaca berita bohong terprovokasi dan enggan membaca dari awal hingga akhir.  Keengganan untuk membaca secara kritis, akan berefek pada tindakan mengirim ulang pesan berantai. Demikian halnya dengan sebuah foto atau video yang tersebar di media sosial tanpa memastikan keaslian dan kebenarannya. Ini semua dapat menimbulkan efek negatif, karena kurang literasif.

Apa efek negatif tidak memiliki tingkat literasi yang baik? Pertama, pembentukan aspek kognitif akan terkendala. Anak-anak akan terkendala memahami isi media televisi di kehidupan sehari-harinya. Mereka tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Kedua, pembentukan aspek afektif dalam pembentukan pribadi yang bertanggungjawab juga bermasalah. Tanggung jawab anak dalam menjadikan budaya belajar sulit diwujudkan. Anak-anak sering mengalami kesulitan dalam menjaga kepercayaan orang tua. Membudayakan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, kadang merupakan kemustahilan. Ketiga, pembentukan aspek psikomotorik , khususnya tanggap dan kreatif dalam menggunakan media untuk sesuatu yang lebih bermakna, sering sulit diwujudkan. *

Komentar