nusabali

Empat Embung Tak Berfungsi

  • www.nusabali.com-empat-embung-tak-berfungsi

Embung di Banjar Daya yang dibangun tahun 2006 dengan kapasitas 6.408 meter kubik airnya bau dan berlumut.

AMLAPURA, NusaBali

Ada empat embung di Kabupaten Karangasem tidak berfungsi karena beragam faktor. Keempat embung yang tak berfungsi itu yakni Embung di Pura Pasar Agung, Embung Banjar Daya, Embung Desa Seraya, dan Embung Puragae. Dampaknya, masyarakat setempat harus beli air bersih karena cubang yang dimiliki untuk menampung air hujan rata-rata bisa dipakai selama 4 bulan.

Informasi di lapangan, Embng Seraya di Banjar Tenggang, Desa Serayan Tengah, Kecamatan Karangasem dibangun tahun 1997 dengan kapasitas 100.000 meter kubik. Embung ini tak berfungsi maksimal dan airnya tidak layak minum karena airnya keruh. “Airnya keruh sejak tahun 2012 karena embung bocor dan banyak material masuk,” ungkap sumber di lapangan, Senin (6/11). Sementara embung di Banjar Daya, Desa Ban, Kecamatan Kubu, yang dibangun tahun 2006 dengan kapasitas 6.408 meter kubik airnya bau dan berlumut.

Embung Pasar Agung di Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat dibangun pada tahun 2.000 dengan kapasitas 4.432 meter kubik. Namun air embung kotor terlebih pada tahun 2008 ada warga terjatuh hingga meninggal dan airnya belum dikuras untuk dibersihkan. Demikian pula embung di Banjar Puragae, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang yang dibiayai Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali pada tahun 2006 kapasitas 14.000 meter kubik airnya juga keruh.   

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karangasem, I Ketut Sedana Merta saat dikonfirmasi mengatakan akan membangun lima embung lagi di tahun 2018 mendatang. Sementara sudah ada 22 embung. Tujuan membangun embung guna memudahkan pelayanan air bersih untuk masyarakat yang tinggal di pegunungan. Diakui, masyarakat telah memiliki cubang, hanya berisi air di saat musim hujan. Air dalam cubang hanya bisa dimanfaatkan selama empat bulan. Selebihnya di musim panas, masyarakat membeli air. Mereka beli air bersih seharga Rp 120 ribu hingga Rp 150 ribu per tangki isian 5.000 liter. “Makanya kami ingin bangun embung lagi,” terang Sedana Merta.  

Hanya saja rencana pembangunan embung di lereng Gunung Agung terancam tidak terlaksana. Padahal DED (detail engineering design) pekerjaan rekonstruksi telah tersusun. Penyebabnya, ada larangan beraktivitas di lereng Gunung Agung karena berada di kawasan rawan bencana (KRB) III. Sedana Merta mengaku masih berkoordinasi dengan Provinsi Bali terkait rencana pembangunan embung di tahun 2018. Sebab anggarannya dari Provinsi Bali dan APBN. Syarat awal mengajukan rencana pembangunan embung ke Provinsi Bali atau ke pusat agar bisa dianggarkan, mesti ada kajian berupa FS (feasibility study), DED, dan lokasi perencanaan, potensi air hujan yang bisa disadap, masyarakat yang memanfaatkannya, serta pengelolaan air untuk jangka panjang. “Kami masih koordinasikan ke Provinsi Bali,” jelas Sedana Merta.

Dikatakan, enam embung telah tuntas tersusun DED-nya yakni embung Banjar Yehkori II (Desa Jungutan, Kecamatan, Bebandem memanfaatkan lahan hutan, embung Desa Sukadana (Kecamatan Kubu) gunakan tanah hutan, embung Desa Jungutan (Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem) lahan dalam proses, embung Desa Dukuh 2 (Kecamatan Kubu), embung Banjar Lebih, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, embung Desa Seraya Tengah (Kecamatan Karangasem), dan embung Desa Tulamben (Kecamatan Kubu), DED tahun 2016. Lima embung yang direncanakan dibangun itu di daerah rawan bencana. Hanya embung di Desa Seraya Tengah yang merupakan daerah aman.

Perbekel Dukuh, Kecamatan Kubu, I Gede Sumiarsa mengakui telah ada perencanaan membangun embung di Banjar/Desa Dukuh, tepatnya di lereng utara Gunung Agung. “Hanya saja, hambatannya masih perlu izin dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali karena di tempat perencanaannya merupakan kawasan hutan,” jelas Sumiarsa. *k16

Komentar