nusabali

PHDI Bali Sarankan Pembangunan Pura di Lahan Sengketa Dihentikan Sementara

Minta Semua Pihak Hormati Proses Hukum, Hindari Konflik Baru

  • www.nusabali.com-phdi-bali-sarankan-pembangunan-pura-di-lahan-sengketa-dihentikan-sementara

MANGUPURA, NusaBali.com - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menyarankan agar pembangunan Pura Belong Batu Nunggul di Jimbaran, Kuta Selatan, dihentikan sementara sampai persoalan hukum terkait status lahan dan dana hibah pemerintah benar-benar tuntas. Sikap ini disampaikan PHDI dalam rapat mediasi yang digelar di Kantor Lurah Jimbaran, menyusul munculnya polemik antara pihak pengempon pura dan PT Jimbaran Hijau.

Sekretaris PHDI Provinsi Bali Putu Wirata Dwikora yang hadir dalam mediasi tersebut menegaskan bahwa lembaga keagamaan ini tidak memiliki kewenangan menetapkan status tanah. Dalam surat rekomendasi yang dikeluarkan sejak tahun 2020, PHDI hanya menetapkan status pura sebagai Pura Swagina, sesuai permohonan dari pengempon yang diajukan ke PHDI Kabupaten Badung dan kemudian diteruskan ke PHDI Provinsi Bali.

“Dalam dokumen kami, status tanah tidak pernah disebutkan. Kami hanya menindaklanjuti penetapan status pura,” jelas Wirata Dwikora.

Namun pada tahun 2025, PHDI kembali menerima surat baru dari pihak pengempon yang menerangkan akan melakukan renovasi sekaligus memohon difasilitasi untuk dibantu. Pada saat yang sama, PHDI mengungkap juga menerima surat dari kuasa hukum PT Jimbaran Hijau, yang menyampaikan bahwa lahan tempat berdirinya pura merupakan bagian dari tanah HGB 370–372, yang sudah memiliki putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), serta tengah berproses laporan pidana terkait dugaan penyerobotan lahan.

Menimbang kondisi tersebut, PHDI Provinsi Bali secara tegas menyarankan agar pembangunan pura dihentikan sementara atau status quo.  “Karena sedang ada laporan pidana dan sudah ada putusan inkrah, untuk sementara sampunang dulu ngebangun (jangan dulu membangun). Itu jalan tengah terbaik agar tidak memunculkan persoalan baru,” ujar Wirata Dwikora.

Wirata Dwikora menegaskan, saran ini bukan bentuk keberpihakan, melainkan upaya menjaga harmoni dan kehati-hatian dalam penggunaan dana hibah pemerintah. Jika pembangunan tetap dilanjutkan di atas lahan yang masih disengketakan, dikhawatirkan akan memunculkan masalah hukum baru.  “Kami tidak ingin niat baik membangun tempat suci justru menjadi masalah hukum,” tegasnya.

Lebih jauh, PHDI menekankan pentingnya pendekatan kemanusiaan dan mediasi dalam menyelesaikan konflik ini. Menurut prinsip hukum, pidana sebaiknya menjadi ultimum remedium (upaya terakhir), bukan langkah pertama.

“Kalau sudah ada putusan pidana inkrah nanti, baru akan jelas apakah memang terjadi penyerobotan atau tidak. Saat ini yang terbaik adalah menunggu,” ujar Wirata Dwikora.

PHDI juga menyampaikan bahwa rekomendasi penghentian sementara pembangunan bukan keputusan mengikat, tetapi imbauan moral dan keagamaan agar semua pihak menahan diri.

“Saran ini kami kembalikan ke masing-masing pihak, sambil berharap ada pemikiran solutif. Jangan sampai muncul konflik baru,” pungkas sosok yang juga dikenal sebagai  Ketua Bali Corruption Watch (BCW) ini .

Komentar