Adi Arnawa Bantah Teken Sewa Pantai Tanjung Benoa, Tapi Sebut Penyewaan Sesuai Regulasi
Adi Arnawa
Tanjung Benoa
Pantai
Barang Milik Daerah
Aset Daerah
Tanah Negara
BPKAD
Sewa Tanah
Pantai Timur Tanjung Benoa
Polemik
MANGUPURA, NusaBali.com – Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa membantah menandatangani perjanjian sewa sebagian Pantai Timur Tanjung Benoa, Kuta Selatan yang belakangan menjadi polemik. Namun, Bupati memastikan proses penyewaan telah sesuai regulasi yang ada.
Pernyataan itu disampaikannya usai membuka Badung Education Fair (BEF) Tahun 2025 di Gedung Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung, Selasa (14/10/2025).
“Yang menandatangani perjanjian itu bukan saya, itu salah besar. Katanya Pak Adi yang menandatangani, bukan—tapi Sekretaris Daerah,” tegas Adi Arnawa membantah informasi yang menyebut dirinya meneken perjanjian sewa sempadan pantai tersebut.
Pengakuan Adi Arnawa pun dipertegas Kepala Bidang Pengelola Aset Daerah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKPAD) Badung Kadek Oka Parmadi, Selasa siang. Ia menjelaskan perjanjian sewa tersebut diteken Sekda IB Surya Suamba per 30 September 2025 selaku Pengelola Barang Milik Daerah (BMD).
Meski begitu, Bupati Badung asal Desa Pecatu, Kuta Selatan memastikan proses penyewaan sempadan pantai yang tercatat sebagai Tanah Negara/BMD di SK No 850/01/HK/2021 kepada pihak akomodasi itu sah. Hal ini sesuai Permendagri No 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan BMD.
“Apa yang ada di Tanjung Benoa itu merupakan aset yang tercatat sebagai BMD, sehingga terhadap pemanfaatannya dilakukan sesuai Permendagri—itu harus disewakan dan masuk ke Kas Daerah, tidak boleh gratis,” tegasnya.
Mengapa harus disewakan? Oka Parmadi selaku Kabid Pengelola Aset Daerah BPKAD Badung menjelaskan, BMD dengan kode peta P122 itu seluas 2.600 meter persegi di antaranya dimanfaatkan pihak akomodasi untuk kegiatan komersil atau menimbulkan profit dari aktivitas pemanfaatan BMD.
“Ada profit dari pemanfaatan itu. Nah, inilah yang kami pungut sewa terhadap hotel maupun usaha yang melakukan pemanfaatan objek tanah-tanah (milik Daerah) ini—otomatis harus ada setoran yang dilakukan secara non tunai kepada Kas Daerah,” ungkap Oka Parmadi.
Lanjut Oka, besaran sewa tidak ditentukan BPKAD, melainkan pihak ketiga yakni konsultan atau appraiser. Pihak ketiga ini menentukan nilai sewa yang sesuai untuk tanah di daerah tersebut sesuai dengan keilmuan. Dari proses appraisal, disepakati nilai sewa BMD seluas 2.600 meter persegi itu Rp 1,3 miliar selama lima tahun.
Sementara itu, Adi Arnawa menegaskan bahwa Pemkab Badung mengelola seluruh BMD yang dimilikinya, yang mana berbeda dengan entitas yang memanfaatkan aset itu di lapangan. Pernyataannya ini menjawab kejelasan pengelolaan DTW Pantai Tanjung Benoa yang diserahkan ke Desa Adat Tanjung Benoa tahun 2021 silam.
“Yang jelas, kami Pemda akan mengelola semua ini. Jangan sampai nanti—mohon maaf sekali—di lapangan itu dimanfaatkan yang bukan-bukan. Setiap pemanfaatan di pantai itu harus seizin Pemda,” tandas Adi Arnawa. *rat
“Yang menandatangani perjanjian itu bukan saya, itu salah besar. Katanya Pak Adi yang menandatangani, bukan—tapi Sekretaris Daerah,” tegas Adi Arnawa membantah informasi yang menyebut dirinya meneken perjanjian sewa sempadan pantai tersebut.
Pengakuan Adi Arnawa pun dipertegas Kepala Bidang Pengelola Aset Daerah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKPAD) Badung Kadek Oka Parmadi, Selasa siang. Ia menjelaskan perjanjian sewa tersebut diteken Sekda IB Surya Suamba per 30 September 2025 selaku Pengelola Barang Milik Daerah (BMD).
Meski begitu, Bupati Badung asal Desa Pecatu, Kuta Selatan memastikan proses penyewaan sempadan pantai yang tercatat sebagai Tanah Negara/BMD di SK No 850/01/HK/2021 kepada pihak akomodasi itu sah. Hal ini sesuai Permendagri No 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan BMD.
“Apa yang ada di Tanjung Benoa itu merupakan aset yang tercatat sebagai BMD, sehingga terhadap pemanfaatannya dilakukan sesuai Permendagri—itu harus disewakan dan masuk ke Kas Daerah, tidak boleh gratis,” tegasnya.
Mengapa harus disewakan? Oka Parmadi selaku Kabid Pengelola Aset Daerah BPKAD Badung menjelaskan, BMD dengan kode peta P122 itu seluas 2.600 meter persegi di antaranya dimanfaatkan pihak akomodasi untuk kegiatan komersil atau menimbulkan profit dari aktivitas pemanfaatan BMD.
“Ada profit dari pemanfaatan itu. Nah, inilah yang kami pungut sewa terhadap hotel maupun usaha yang melakukan pemanfaatan objek tanah-tanah (milik Daerah) ini—otomatis harus ada setoran yang dilakukan secara non tunai kepada Kas Daerah,” ungkap Oka Parmadi.
Lanjut Oka, besaran sewa tidak ditentukan BPKAD, melainkan pihak ketiga yakni konsultan atau appraiser. Pihak ketiga ini menentukan nilai sewa yang sesuai untuk tanah di daerah tersebut sesuai dengan keilmuan. Dari proses appraisal, disepakati nilai sewa BMD seluas 2.600 meter persegi itu Rp 1,3 miliar selama lima tahun.
Sementara itu, Adi Arnawa menegaskan bahwa Pemkab Badung mengelola seluruh BMD yang dimilikinya, yang mana berbeda dengan entitas yang memanfaatkan aset itu di lapangan. Pernyataannya ini menjawab kejelasan pengelolaan DTW Pantai Tanjung Benoa yang diserahkan ke Desa Adat Tanjung Benoa tahun 2021 silam.
“Yang jelas, kami Pemda akan mengelola semua ini. Jangan sampai nanti—mohon maaf sekali—di lapangan itu dimanfaatkan yang bukan-bukan. Setiap pemanfaatan di pantai itu harus seizin Pemda,” tandas Adi Arnawa. *rat
Komentar