23 Tahun Bom Bali, Doa Berkumandang di Ground Zero, Kuta
MANGUPURA, NusaBali - Suasana haru menyelimuti Tugu Peringatan Bom Bali (Ground Zero) di Jalan Raya Legian, Kecamatan Kuta, Badung, Minggu (12/10).
Maklum saja pada, Minggu kemarin merupakan peringatan 23 tahun tragedi Bom Bali. Dari pantauan NusaBali di lokasi pada pukul 15.00 Wita, wisatawan mancanegara dan warga lokal meletakkan karangan bunga dan berdoa di depan tugu yang menjadi simbol duka dunia atas tragedi Bom Bali I tahun 2002 silam itu. Bunga-bunga segar tampak menghiasi pelataran Tugu Peringatan Bom Bali.
Wisatawan asing dan lokal datang silih berganti, membawa bunga, menundukkan kepala, dan merenung di depan deretan nama korban yang terukir abadi. Beberapa di antara mereka bahkan terlihat menyeka air mata. Seorang wisatawan asal Australia, Paul, mengatakan bahwa kehadirannya bersama keluarga merupakan bentuk penghormatan kepada para korban. Dia mengaku hari peringatan ini menjadi momen yang sangat sedih.
“Hari ini kami datang untuk mengenang mereka. Ini hari yang sangat sedih, bukan hanya bagi orang Australia, tapi juga bagi orang Indonesia. Semua nama yang ada di sini, sangat menyayat hati,” ujarnya saat ditemui di lokasi pada, Minggu (12/10) sore. Paul menuturkan dirinya meletakkan bunga di tugu peringatan adalah cara mereka mengenang para korban, sebagaimana tradisi memberi penghormatan di Australia. Dia pun menyampaikan harapan sederhana agar dunia selalu damai dan peristiwa serupa tidak terulang lagi.

Pedagang bunga mawar di depan Monumen Bom Bali Ground Zero, Kuta. -YUDA
“Perdamaian. Saya tidak meminta apa-apa untuk diri saya sendiri. Ya, perdamaian. Bukan hanya di sini, tapi di seluruh dunia. Supaya kita tidak perlu lagi mengalami hal seperti itu,” harapnya sambil terharu. Selain wisatawan mancanegara, warga Indonesia juga turut hadir. Priscilla Kimberley, seorang warga Jakarta yang baru dua bulan menetap di Bali, datang bersama suami dan kedua anaknya untuk memberikan penghormatan.
Dia menjelaskan bahwa kehadirannya didorong oleh ingatan terhadap para korban, terutama dari Hong Kong Football Club, tempat dia dan keluarganya pernah menjadi bagian komunitasnya. Meski tidak mengenal secara pribadi para korban, Priscilla mengaku setiap tanggal 12 Oktober dia dan komunitas di Hong Kong selalu mengadakan peringatan sederhana.
“Kami ke sini ingin mengingat teman-teman yang sudah meninggal. Kami memang tidak kenal secara personal dengan mereka, tetapi setiap tanggal 12 Oktober di Hong Kong selalu ada seperti makan siang bersama untuk memperingati kejadian ini. Ada bunga-bunga, tanda-tanda peringatan lainnya,” jelasnya sembari berharap tragedi tersebut tidak pernah dilupakan agar menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang.
Di tengah keramaian yang penuh duka itu, NusaBali melihat Ni Luh Sariani yang tampak sibuk di seberang tugu. Penjual bunga yang tinggal di Jalan Mataram, Kuta, itu telah tiga tahun menjajakan bunga setiap peringatan Bom Bali. “Tiap tahun di tanggal 12 Oktober pasti saya ke sini, jualan bunga,” katanya.
Sariani mengungkapkan bahwa awalnya tidak ada yang berjualan bunga di lokasi tersebut, hingga akhirnya dia diminta untuk melakukannya karena banyaknya permintaan dari pengunjung. Tahun ini, dia membawa sekitar 50 tangkai bunga untuk dijual. Sariani menyebutkan bahwa banyak wisatawan Australia yang rela membayar lebih dari harga yang ditawarkan.
“Minat wisatawan asing lebih banyak, terutama turis Australia karena korban dari tragedi Bom Bali ini ada yang dari warga Australia. Harga per tangkai Rp 20 ribu, kadang mereka kasi lebih Rp 50 ribu per tangkai,” ucapnya yang turut mengatakan kalau dirinya mulai berjualan sejak pukul 09.00 Wita. Dalam kesehariannya, Ni Luh Sariani bekerja sebagai tukang kepang dan pijat, sementara berjualan bunga hanya dia lakoni secara musiman saat peringatan Bom Bali saja. Bunga-bunga yang dijual Sariani disebut didapatkan dari pemasok di kawasan Kuta, tepatnya di belakang Supernova.
Jika hingga sore dagangannya belum habis, dia tak segan membawanya langsung ke monumen untuk ikut mempersembahkan doa bagi para korban. Meski meraup keuntungan dari berjualan bunga itu, dia berharap Bali tetap ramai dan aman sehingga kehidupan masyarakat setempat dapat terus berjalan dengan baik. “Harapan saya, astungkara Bali selalu baik, ramai terus. Supaya kita semua bisa makan,” pungkasnya. 7 ol3
Komentar