Rayakan 50 Tahun Perkawinan, Prof Dibia Luncurkan Tiga Buku
Hadirkan Happy Salma untuk Membaca, ‘Satu Kapal Dua Cinta’ Curi Perhatian
GIANYAR, NusaBali - Perayaan momen spesial peringatan 50 tahun perkawinan dilakukan maestro seni Prof Dr I Wayan Dibia SST MA dengan meluncurkan tiga buah buku.
Tiga buku tersebut masing-masing berjudul ‘Gumi Inguh Tan Pasuluh’ (puisi Basa Bali), ‘Temali Batin; Gitakara Panca Dasa Warsa Grhasta’ (antologi puisi berbahasa Indonesia) dan ‘Satu Kapal Dua Cinta’ (karya Novel). Nah, dari tiga buku tersebut, novel berjudul ‘Satu Kapal Dua Cinta’ menarik perhatian saat diluncurkan di Geria Olah Kreativitas Seni (GEOKS) Bali, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar pada Sabtu (11/10). Apalagi, artis nasional Happy Salma dihadirkan secara khusus untuk membaca satu adegan yang menghiasi novel tersebut. Seperti apa?
Gedung Geria Olah Kreativitas Seni (GEOKS), siang itu, tampak ramai oleh para seniman, sastrawan, dan budayawan yang hadir dalam peluncuran dan bedah tiga buku karya Prof Dibia tersebut. Acara yang diselenggarakan Asosiasi Seniman Singapadu itu menghadirkan tiga narasumber; Dewa Gede Windhu Sancaya membahas ‘Gumi Inguh Tan Pasuluh’, Jro Penyarikan Eriadi membahas karya ‘Temali Batin’ dan Ni Nyoman Ayu Suciartini membedah novel ‘Satu Kapal Dua Cinta’. Acara dipandu oleh Vanesa Maltida.
Prof Dibia menyampaikan, bahwa buku yang diluncurkan kali ini yang ke-65 buah karyanya, dan buku karya sastranya yang ke-17. “Saya menulis buku sastra sejak tahun 2006, diawali dengan geguritan, puisi dan novel,” ujarnya.

Jro Happy Salma (kiri) saat membacakan novel. -SUDARMA
Dikatakan Prof Dibia, satu dari tiga buku yang diluncurkan yakni ‘Temali Batin; Gitakara Panca Dasa Warsa Ghrahasta’, memiliki arti spesial dalam perayaan 50 tahun perjalanan biduk rumah tangganya. Buku antologi puisi ini ditulis sebagai wujud rasa syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia-Nya, karena berhasil menjalani kehidupan suami-istri yang bahagia selama lima dasa warsa, walaupun tak sesempurna yang diimpikan. “Perjalanan hidup berumah tangga selama lima dasa warsa yang penuh romantika saya bukukan, untuk mengenang tahun emas perkawinan kami,” kata guru besar purna bakti Institut Seni Indonesia (ISI) Bali yang berusia 78 tahun ini.
Sebagai koreografer, Prof Dibia merasa menulis puisi adalah mengkoreografi kata-kata yang membutuhkan daya kreativitas, kemampuan olah kata, keberanian menggali endapan pengalaman diri dan kepekaan olah rasa. “Melalui buku ini kami ingin berbagi pengalaman hidup berumah tangga. Semoga ada manfaatnya,” ucap suami dari Dr Ni Made Wiratini ini.
Terkait novel berjudul ‘Satu Kapal Dua Cinta’, dikatakan Prof Dibia, menyajikan cerita fiksi yang dibingkai dengan peristiwa seni dan budaya nyata. Kisah percintaan antara Wayan Jaya dengan Luh Suci, dan antara Kadek Aryani dengan Putu Asmara adalah cerita karangan. “Akan tetapi tur ke Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan kapal Bidara, merupakan peristiwa nyata pada tahun 1967 yang saya alami sebagai salah seorang siswa Konservatori Karawitan Indonesia (Kokar) Bali,” ungkapnya.
Novel ini, kata Prof Dibia, menjadi sangat mengasyikkan karena berkisah tentang anjangsana seni dan budaya dengan kapal laut, ketika zaman sepi, pasokan listrik sangat terbatas ke daerah-daerah yang dikunjungi. “Buku ini menjadi sebuah catatan klasik untuk menimba tentang kebersamaan dan kedamaian hati,” ucapnya.
Penulis Ni Nyoman Ayu Suciartini yang membedah novel ini menilai karya-karya Prof Dibia sarat inspirasi bagi generasi muda, terutama dalam konteks ketahanan hubungan dan nilai-nilai keluarga. “Satu Kapal Dua Cinta memberi nuansa baru bagi generasi yang kini takut menikah. Perjalanan cinta Prof Dibia dan istri selama 50 tahun patut dijadikan teladan,” katanya.
Sementara itu, selain menghadirkan tiga narasumber sebagai pembedah, Prof Dibia juga menghadirkan secara khusus Jro Happy Salma, artis nasional yang kini telah menjadi warga Ubud, untuk tampil membaca satu adegan novel ‘Satu Kapal Dua Cinta’. Membaca cuplikan novel dengan penuh penghayatan, istri dari Tjokorda Bagus Dwi Santana Kerthyasa dari Puri Ubud ini menjadi pusat perhatian para hadirin. “Novel ‘Satu Kapal Dua Cinta’ karya Prof Dibia ini sangat menarik. Saya pengagum karya-karya beliau. Saya selalu menunggu karya-karya Prof Dibia, karena bisa mengikuti zaman. Beberapa dekade ia selalu hadir dalam kekaryaannya. Dalam dunia sastra, ia selalu memberi kontribusi,” ujar Happy Salma ditemui usai acara.
Dalam kekaryaannya Prof Dibia, Hapy Salma mengaku selalu menemukan lika liku manusia Bali. Di novel ‘Satu Kapal Dua Cinta’ ini, ia menemukan romantisme yang tak kalah indahnya di zaman sekarang. “Saya bisa menemukan kehalusan, cinta yang berani, cinta yang terkendala oleh takdir dan sebagainya. Jadi saya senang sekali dan bangga mendapat kesempatan membacakan cuplikan novel Prof Dibia,” katanya.
Menurutnya, kekuatan novel Prof Dibia tersebut bisa membuka ruang imajinasi, bahasanya dekat dengan keseharian, tetapi punya makna yang sangat mendalam. “Bahasanya tidak rumit. Walaupun ada istilah bahasa daerah, tetapi penjelasannya cukup kuat, sehingga kita langsung tahu maksudnya,” imbuh Happy Salma seraya berharap Prof Dibia sehat slalu sehingga terus memberikan ‘api’ dalam kekaryaannya. “Semangat Prof Dibia itu semakin meyakinkannya bahwa sastra Indonesia dan kekayaan yang ada di tanah air, masih kuat dan masih relevan,” pungkasnya. 7 isu
Komentar