Kembalikan Fungsi BUMN, Komitmen Pemerintah Benahi Tata Kelola Perusahaan Plat Merah
Anggota Komisi VI DPR RI
Rieke Diah Pitaloka
Direktur Eksekutif
Voxpol Center Research
Pangi Syarwi Chaniago
BPK
BUMN
Tadinya tidak wajib di audit oleh BPK menjadi diaudit oleh BPK sesuai peraturan perundang-undangan
JAKARTA, NusaBali
Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan ke empat UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengembalikan fungsi BUMN. Sebab, dalam UU BUMN terbaru tersebut telah dihapuskan anggota direksi, dewan komisaris dan dewan pengawas BUMN bukan pejabat negara.
“Ada kurang lebih 11 perubahan substansi, namun yang paling penting menurut saya adalah menghapus ketentuan anggota direksi, dewan komisaris dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara,” ujar Rieke dalam Forum Legislasi bertajuk ‘Pengesahan RUU BUMN Harapkan Percepat Kemajuan Ekonomi Nasional’ di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/10).
Dengan penghapusan itu, lanjut Rieke, secara otomatis merevisi pasal lain. “Tadinya tidak wajib di audit oleh BPK menjadi diaudit oleh BPK sesuai peraturan perundang-undangan. Kemudian pejabatnya bisa diperiksa oleh KPK. Alhamdulillah, sepakat untuk mengembalikan porsi atau format BUMN sesuai dengan mandat dari pasal 33 Undang-Undang Dasar,” jelas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Sementara Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menekankan pentingnya profesionalisme dan integritas dalam penempatan pejabat BUMN. Ia mendukung langkah pemerintah dalam memperbaiki tata kelola perusahaan plat merah.
Apalagi, RUU BUMN kemarin mengembalikan semangat transparansi dan akuntabilitas. “Tidak boleh lagi ada status direksi atau komisaris yang bukan pejabat negara, karena itu menghilangkan pengawasan publik. Negara modern itu seperti akuarium, semuanya harus terlihat jelas,” ucap Pangi.
Pangi juga menyoroti praktik rangkap jabatan oleh pejabat publik, termasuk 33 menteri dan wakil menteri yang juga menjabat sebagai komisaris BUMN. Ia menyebut praktik itu sebagai bentuk “moral hazard” dan harus segera diakhiri.
“Kalau alasan rangkap jabatan karena gaji wakil menteri kecil, ya tambahkan saja gajinya, jangan dijadikan komisaris. Negara tidak bisa dikelola dengan cara seperti ini,” tegasnya. Ia berharap transformasi tata kelola BUMN di era pemerintahan Prabowo bisa meniru keberhasilan model Temasek di Singapura, di mana perusahaan negara dikelola secara profesional dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. “BUMN tidak boleh terus-menerus rugi. Tapi ukuran keberhasilan bukan sekadar laba, melainkan sejauh mana mereka meningkatkan kesejahteraan rakyat,” pungkas Pangi. k22
Komentar