Warga Berharap Dibongkar Semua
GWK Mulai Bongkar Tembok Penutup Akses Warga
Keputusan pembongkaran tembok diambil setelah agenda pertemuan dengan Gubernur Bali dan Bupati Badung beserta OPD terkait pada Selasa (30/9) malam
MANGUPURA, NusaBali
Proses pembongkaran tembok pemagaran Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang sempat menutup akses warga Banjar Giri Dharma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, akhirnya dimulai pada, Rabu (1/10) pagi. Dari pantauan di lapangan, pihak manajemen GWK menurunkan pekerja untuk membongkar secara manual tembok yang menutup akses keluar masuk warga, khususnya di depan angkul-angkul atau gerbang rumah penduduk.
Hingga siang hari kemarin, sejumlah tembok di titik depan rumah warga mulai dibuka. Namun pembongkaran tidak dilakukan menyeluruh. Dari informasi yang dihimpun, tembok sepanjang sekitar 1,8 kilometer itu hanya dibuka pada bagian yang menutup pintu akses rumah warga, sementara bagian lainnya masih tetap berdiri.
Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa tak memungkiri hal tersebut. Dia menyampaikan rasa terima kasih kepada Gubernur Bali Wayan Koster, Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa, serta DPRD Bali dan DPRD Badung yang telah mengawal aspirasi masyarakat hingga pembongkaran bisa terlaksana. Disel juga mengapresiasi dukungan berbagai elemen masyarakat Bali yang ikut memberikan penguatan dalam perjuangan warga agar tidak lagi terisolasi.
“Dengan adanya pembongkaran ini, kami tentu berterima kasih. Namun yang dibuka baru pintu rumah warga saja. Pertanyaan kami, apa saja sebenarnya yang dibicarakan pihak manajemen GWK dengan Pak Gubernur dan Bupati? Karena masyarakat tidak ikut dalam pembahasan itu,” ujar Disel Astawa pada, Rabu pagi kemarin.
Menurutnya, pembongkaran seharusnya tidak berhenti pada akses depan rumah, melainkan dilakukan secara menyeluruh, terutama pada jalur lingkar barat yang menuju Pura Pangulapan. Wakil Ketua DPRD Bali dari Gerindra ini juga menegaskan berdasarkan data dan fakta yang dimiliki desa adat, jalan yang kini tertutup tembok sejatinya adalah akses lama menuju SD Negeri 8 Ungasan, jauh sebelum keberadaan GWK.
“Jadi kalau memang ada kesepakatan dan niat yang tulus, sekalian geser tembok itu ke timur dan utara sehingga jalan yang selama ini dirasakan secara turun menurun dirasakan oleh masyarakat, dan jalan itu biar ada di luar kawasan GWK,” jelasnya. Disel juga menegaskan, warga masih menunggu komitmen penuh dari manajemen GWK. “Kami harap seminggu sudah clear lah urusan itu. Kalau memang ada niatan yang baik,” tegasnya. Dalam kesempatan yang sama seorang warga, I Nyoman Tirtayasa mengaku lega karena pintu rumahnya kini sudah bisa dilalui kembali, namun tetap berharap pembongkaran dilakukan menyeluruh. “Ini memang wajib dilakukan pihak GWK karena mereka yang menutup akses warga. Kami berterima kasih karena pintu rumah sudah terbuka, tetapi saya mohon dengan sangat hormat agar semua tembok pagar ini dibuka,” ucapnya. Tirtayasa mengaku sempat terpukul ketika akses menuju rumahnya tertutup tembok. Dia khawatir jika pembongkaran hanya dilakukan sebagian, masalah serupa akan muncul lagi di kemudian hari.
“Harapan saya tembok ini dipindahkan keluar sehingga kami merasa aman. Kalau bisa diselesaikan cepat, kenapa tidak? Sesuai rekomendasi DPRD, seharusnya sekali kerja dibongkar semua,” tegasnya. Dia juga kembali menekankan pentingnya sinergi antara masyarakat lokal dan investor. Sebab, Tirtayasa mengaku warga di sana tidak pernah membuat huru-hara dan selalu menghargai perkembangan GWK.
“Anak cucu kami jangan sampai terbelenggu masalah akses jalan. Kalau pihak GWK mau benar-benar hidup berdampingan dengan masyarakat lokal, seharusnya tidak ada lagi penutupan seperti ini,” pungkas Tirtayasa. Sementara itu Komisaris Utama PT Garuda Adhimatra Indonesia (PT GAIN) Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma menjelaskan keputusan pembongkaran tembok itu diambil setelah agenda pertemuan dengan Gubernur Bali dan Bupati Badung beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada Selasa (30/9) malam.
PT GAIN selaku pengelola Taman Budaya GWK disebut memutuskan untuk menggeser beberapa titik tembok pembatas di sisi selatan pintu masuk kawasan GWK. Namun dia menambahkan jika pada hari pertama pembongkaran masih tahap awal. “Penggeseran ini (Rabu) merupakan fase awal pengerjaan, selanjutnya akan kami lanjutkan penggeseran untuk seluruh tembok dalam kurun waktu secepatnya,” ujarnya pada, Rabu malam.
Dia menegaskan, meskipun tanah yang dimaksud merupakan bagian dari kawasan GWK dan secara sah milik perusahaan, pihaknya tetap memahami kebutuhan masyarakat sekitar terhadap akses jalan tersebut. “Atas kebijaksanaan dari perusahaan, kami membuka kembali pembatas perimeter tersebut. GWK berkomitmen menjaga keberlangsungan kawasan, namun harus selaras dan harmonis dengan masyarakat setempat,” ungkapnya.
Atas hal tersebut, Suwisma menegaskan bahwa keberadaan GWK tidak hanya untuk mendukung pariwisata dan ekonomi, tetapi juga untuk membangun kebersamaan dengan masyarakat lokal, menjaga harmoni, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal Bali. Dia kembali bercerita, sejak awal berdirinya GWK Cultural Park tidak hanya menjadi ikon pariwisata, tetapi juga rumah bagi ratusan pekerja yang sebagian besar berasal dari lokal Bali. Saat ini, kata dia, ada ratusan pekerja yang berkontribusi dalam keberlangsungan operasional kawasan yang kehadirannya bukan sekadar bekerja, melainkan ikut menjaga kelestarian budaya Bali melalui di panggung seni, operasional lapangan, hingga pelayanan kepada pengunjung.
Selain memberikan dampak ekonomi melalui keterlibatan UMKM di sekitar kawasan, GWK juga aktif dalam program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Sejak 2023, pihaknya menggelar program Literasi Budaya Anak Bangsa yang telah melibatkan lebih dari 10.000 siswa sekolah dasar di sekitar kawasan. Program ini bertujuan menanamkan kecintaan terhadap warisan budaya bangsa sejak dini. Berbagai festival budaya seperti Festival Ogoh-ogoh dan Festival Penjor pun diakui secara rutin digelar sebagai dukungan GWK terhadap pelestarian budaya lokal. Sebagai destinasi budaya berskala internasional, GWK juga kerap menjadi lokasi berbagai perhelatan dunia, termasuk Welcoming Dinner G20 pada November 2022 dan Welcoming Dinner World Water Forum pada Mei 2024. “GWK Cultural Park menjadi simbol dan kebanggaan bangsa Indonesia dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia terutama Bali,” pungkasnya.
Terpisah Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, mengakui proses pembongkaran sudah berjalan dan bahkan videonya beredar luas. Namun, ia menekankan evaluasi belum tuntas karena pihaknya masih menunggu respons langsung masyarakat. “Sudah mulai itu, videonya sudah banyak. Tapi apakah sudah memuaskan masyarakat di sana? Itu yang saya belum tahu. Saya mohon waktu untuk mengetahuinya 1-2 hari ini, karena (pembongkaran) sedang berlangsung. Saya tidak sempat hadir di situ jadi kita tunggu 1-2 hari nanti saya beritakan lagi,” ujarnya.

Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya. -ADI PUTRA
Pembongkaran ini menyusul rekomendasi hasil rapat pimpinan (Rapim) DPRD Bali yang dikeluarkan dan diserahkan secara resmi kepada Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung Wayan Adi Arnawa, Selasa (30/9). Dewa Jack menegaskan rekomendasi yang disampaikan ke Gubernur Bali itu memberikan kewenangan penuh kepada eksekutif dan Satpol PP untuk mengeksekusi pembongkaran jika pihak GWK tetap tidak merespons. “Rekomendasi sudah dipublikasi,” katanya.
Intinya, rekomendasi DPRD itu menyebut penutupan akses publik tersebut telah menimbulkan keresahan masyarakat, menghambat aktivitas sosial, hingga melanggar berbagai aturan hukum. DPRD menilai tindakan manajemen GWK yang menutup jalan tidak dapat dibenarkan karena jalan itu selama ini digunakan masyarakat sebagai jalur utama. Dalam rekomendasi juga disebutkan, DPRD menegaskan penutupan jalan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu, DPRD juga mengacu pada Pasal 43 huruf a PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah yang secara tegas melarang pemegang hak guna bangunan (HGB) menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, maupun jalan air. Tindakan GWK menutup jalan dengan tembok, menurut DPRD, jelas melanggar aturan tersebut. Lebih jauh, Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria juga menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Menurut DPRD, menutup jalan yang sudah lama dipergunakan masyarakat sama artinya dengan mengabaikan fungsi sosial tanah. Dewa Jack menerangkan penutupan jalan bisa dijerat dengan Pasal 192 KUHP tentang perbuatan merintangi jalan umum, Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum, serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memuat ancaman pidana bagi pihak yang menutup jalan umum. Bahkan, jika penutupan itu berdampak pada lingkungan, hal tersebut dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Politisi PDIP ini menegaskan kewajiban perusahaan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar. “Menutup akses jalan tanpa memperhitungkan dampak terhadap warga dinilai sebagai tindakan semena-mena yang bertentangan dengan prinsip tanggung jawab sosial perusahaan,” katanya. Melalui rekomendasi itu, DPRD meminta Gubernur Bali segera menindaklanjuti langkah eksekusi pembukaan jalan dengan melibatkan Satpol PP maupun aparat berwenang lainnya. DPRD juga mengingatkan agar hak masyarakat dipulihkan, akses menuju tempat suci dijamin, dan prinsip fungsi sosial tanah tetap dijaga.
Lebih lanjut, DPRD Bali juga mendorong Pemerintah Kabupaten Badung dalam hal ini Bupati Adi Arnawa untuk tidak hanya membuka akses jalan tersebut, tetapi juga mengambil langkah pengamanan dan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang. “Dewan meminta agar seluruh proses dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keterbukaan, keadilan, dan kepastian hukum,” sebutnya. Dewa Jack juga mengimbau organisasi perangkat daerah yang terkait agar memfasilitasi mediasi antara masyarakat dan pihak GWK, guna mencari solusi jangka panjang yang menjamin hak akses warga tetap terjaga. Jika tidak ditangani secara serius, persoalan ini dikhawatirkan akan terus memicu konflik horizontal dan ketegangan sosial di kawasan tersebut.
Sedangkan Anggota DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara mengatakan konflik seperti ini seharusnya bisa dihindari jika terdapat sikap saling menghormati antara pelaku usaha dan warga. “Investasi itu tidak akan bertumbuh dengan baik kalau tidak mendapat dukungan dari masyarakat atau secara sosial. Dan kita melihat bahwa persoalan ini saya lihat lebih kepada bagaimana harus ada saling menghargai antara pelaku usaha dengan masyarakat. Kalau tidak ada harga menghargai, ya kondisinya seperti ini, yang menerima kenyataan yang pahit kan masyarakat,” ujar politisi Partai Gerindra asal Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta ini. 7 ol3, tr, ind
Komentar