Jalan ASDP Menopang Pariwisata dan Ekonomi Bali Utara
SINGARAJA, NusaBali - Akhir Juni 2025 lalu, Naufal Haqi (28) kembali mengunjungi Pulau Bali. Ia berangkat dari Kota Surabaya menggunakan kereta api ke Stasiun Ketapang di Banyuwangi. Tiba di ujung timur Pulau Jawa itu, ia berjalan kaki ke Pelabuhan Ketapang yang jaraknya cukup dekat. Lalu memesan tiket penyeberangan secara online lewat aplikasi Ferizy.
Aplikasi besutan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) itu sudah memuat jadwal penyeberangan berikut tarif resmi yang harus dibayar. Misalnya, saat tiba di Pelabuhan Ketapang pukul 16.00 WIB, Naufal bisa lebih dulu memesan tiket kapal dengan jadwal keberangkatan pukul 17.00 WIB.
Naufal menumpangi kapal motor penumpang (KMP) Portlink II dengan tarif penumpang pejalan kaki Rp 8.500. Pelayanan yang baik, kebersihan kapal terjaga membuat perjalanan selama kurang lebih 45 menit ke Pelabuhan Gilimanuk itu tak terasa. Jalur ini memang sudah menjadi rute para wisatawan dari Jawa menuju Bali.
“Selain penumpang wisatawan perorangan seperti saya, di kapal juga ramai bus pariwisata dan kendaraan pribadi. Ada juga truk logistik yang mengangkut kebutuhan pokok,” ujar dia pada NusaBali, Kamis (4/9).
Setibanya di Bali, Naufal melanjutkan perjalanan ke berbagai destinasi. Kali ini pilihannya jatuh pada sejumlah daya tarik wisata (DTW) di Bali utara. Destinasi pertama yang ia kunjungi adalah Pantai Pemuteran di Kabupaten Buleleng yang populer dengan wisata bahari dan snorkeling di kawasan konservasi terumbu karang.
Dari sana, ia berlanjut ke Bukit Kursi, dan Air Terjun Banyumala yang berada di tengah hutan tropis. Ia juga berkunjung ke danau kembar Buyan dan Tamblingan. Perjalanannya ditutup dengan mengunjungi Pantai Lovina, untuk menyaksikan lumba-lumba di laut lepas Bali Utara.
Kunjungan wisatawan seperti Naufal turut membawa dampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Seorang pemandu wisata di Lovina, Gede Arta mengaku pendapatnya terbantu dari lancarnya arus wisatawan yang masuk lewat penyeberangan Ketapang-Gilimanuk. “Banyak tamu saya yang datang lewat jalur darat dari Jawa. Kalau penyeberangan ramai, otomatis peluang kami juga meningkat,” ujarnya.
Di musim ramai kunjungan seperti libur sekolah, ia bisa mengantar hingga delapan wisatawan dalam sehari untuk menonton lumba-lumba di laut lepas. Dengan tarif Rp100 ribu per wisatawan, Arta bisa meraup pendapatan sekitar Rp800 ribu sekali trip. Pendapatan itu bisa lebih besar jika wisatawan yang datang berkelompok atau menggunakan jasa tambahan seperti sewa perahu lebih lama untuk snorkeling.
Menurutnya, semakin banyak wisatawan yang datang, semakin besar pula perputaran ekonomi di daerah wisata. Tak hanya pemandu wisata, tetapi juga pemilik penginapan, warung makan, hingga penyedia transportasi lokal turut kecipratan rejeki. “Dampaknya terasa sampai bawah, semua orang yang kerja di pariwisata,” kata Arta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, sepanjang Januari–Juni 2025 tercatat sebanyak 8,2 juta wisatawan berkunjung ke Bali. Dari jumlah itu, 3,29 juta di antaranya merupakan wisatawan mancanegara dan 4,99 juta wisatawan domestik.
Adapun pada tahun 2024 lalu, tercatat 10,12 juta wisatawan domestik dan 6,33 juta wisatawan mancanegara berlibur ke Bali. Selain melalui bandara, wisatawan juga masuk lewat Pelabuhan Gilimanuk yang menjadi salah satu pintu gerbang utama ke Pulau Dewata. Sebagian dari mereka kemudian memilih berkunjung ke Bali utara, khususnya Kabupaten Buleleng.
Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng mencatatkan peningkatan signifikan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah tersebut. Total kunjungan wisatawan me Buleleng pada tahun 2024 tercatat sebanyak 1,5 juta orang, terdiri dari 604 ribu wisatawan mancanegara dan 979 ribu wisatawan domestik. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 1,2 juta pengunjung.
Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara mengakui pangsa pasar pariwisata di Buleleng masih didominasi wisatawan domestik dibandingkan wisatawan mancanegara. Sebagian besar dari wisatawan nusantara ini datang melalui Pelabuhan Gilimanuk. “Rata-rata mereka datang bersama rombongan dari Pulau Jawa. Seperti pelajar atau wisatawan yang sedang mengikuti paket wisata di Bali,” katanya.
Kondisi tersebut menggambarkan peran penting penyeberangan Ketapang–Gilimanuk sebagai salah satu penopang pariwisata di Bali utara. Menurutnya, konektivitas menjadi perhatian serius. Apalagi kini Dinas Pariwisata menggarap pengembangan kawasan wisata dengan konsep konektivitas “Triple B”, yakni Bali Utara, Bali Barat, dan Banyuwangi.
1
2
Komentar