PN Denpasar Tolak Eksepsi, Kasus Dugaan Penipuan Vila Lanjut ke Pembuktian
DENPASAR, NusaBali.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menolak seluruh eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum Budiman Tiang, 48, terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan aset vila mewah di Kerobokan. Dengan putusan sela yang dibacakan Kamis (11/9) petang, perkara ini dipastikan berlanjut ke tahap pembuktian.
Ketua Majelis Hakim Ni Kadek Kusuma Wardani menegaskan dalil eksepsi yang menyebut dakwaan jaksa kabur, tidak cermat, dan tidak lengkap (obscuur libel) tidak dapat dibenarkan.
“Menyangkut dakwaan itu akan diuji lebih lanjut dalam pemeriksaan pokok perkara,” ujar Kusuma Wardani dalam sidang.
Hakim juga menyatakan eksepsi yang mendalilkan perkara ini sebatas sengketa perdata sudah masuk ranah pokok perkara. “Hakim pidana tidak terikat dengan proses perdata,” tandasnya.
Dengan putusan tersebut, majelis hakim menyatakan keberatan tim penasihat hukum tidak diterima dan perkara Nomor 901/Pid.B/2025/PN Dps dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi serta alat bukti.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai bersama Ni Made N Lumisensi dari Kejati Bali menolak seluruh eksepsi penasihat hukum terdakwa. Jaksa menilai surat dakwaan telah disusun sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan sah menjadi dasar pemeriksaan perkara.
Dalam dakwaan, Budiman disebut secara alternatif melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Ia diduga menggunakan dana investor tanpa izin, termasuk menarik Rp 14,64 miliar dari rekening proyek vila The Umalas Signature, menyewakan salah satu unit vila senilai Rp 61,3 juta, hingga mengganti nama proyek menjadi The One Umalas dengan menunjuk perusahaan baru sebagai pengelola.
Tindakan itu disebut menimbulkan kerugian bagi PT Samahita Umalas Prasada (SUP) senilai Rp 179 miliar, serta merugikan 143 investor yang sudah melunasi pembelian unit vila namun belum menerima serah terima.
Tim penasihat hukum Budiman Tiang yang terdiri dari Gede Pasek Suardika, I Made Kariada, Kadek Cita Ardana Yudi, Komang Nila Adnyani, dan I Nyoman Widayana Rahayu, menyatakan menghormati putusan sela. Namun, mereka menilai pertimbangan hakim menimbulkan preseden kurang baik bagi kepastian hukum.
Menurut Pasek, rujukan majelis pada Perma Nomor 1 Tahun 1956, SEMA Nomor 4 Tahun 1980, serta yurisprudensi Mahkamah Agung justru menunjukkan inkonsistensi. “Tidak lama sebelum putusan ini sudah ada putusan yang menaati Perma, SEMA, dan yurisprudensi yang berlaku,” ujarnya usai sidang.
Pihaknya juga menyoroti tata kelola penahanan yang dinilai terburu-buru sehingga majelis harus menggelar sidang secara maraton. “Klien kami dibiarkan di penjara, lalu ketika masa tahanan mepet baru dibawa ke persidangan. Kami pun hanya diberi waktu dua hari untuk menyiapkan pledoi,” tambah Pasek.
Ia menekankan, penegakan hukum seharusnya tidak merugikan hak-hak terdakwa untuk membela diri, termasuk memberi ruang cukup bagi penasihat hukum dan majelis hakim dalam menggali fakta persidangan.
Meski eksepsi ditolak, tim kuasa hukum Budiman menyatakan siap menghadapi persidangan di tahap pembuktian. Mereka berencana menguji lebih jauh konstruksi dakwaan jaksa, termasuk menyoroti aspek formil perkara yang menurut mereka seharusnya mendahulukan proses perdata.
“Jika tidak, preseden kriminalisasi bisa semakin marak terjadi. Aturan Mahkamah Agung sejatinya dibuat untuk mencegah hal itu,” tegas Pasek.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak jaksa. *tr
1
Komentar