Diusir karena Sanksi Kanorayang, Warga Sental Kangin Kehilangan Pekerjaan dan Penghasilan
SEMARAPURA, NusaBali.com – Sanksi Kanorayang yang dijatuhkan kepada sejumlah warga Banjar Sental Kangin, Nusa Ped, Nusa Penida, membuat mereka terpaksa kehilangan pekerjaan dan sumber penghidupan. Sudah lebih dari tiga bulan, sejak 31 Maret 2025, mereka diungsikan ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Banjarangkan, Klungkung, tanpa kepastian kapan bisa kembali ke rumah.
Salah satunya dialami Ketut Ngadeg, seorang petani yang sehari-hari biasa menggarap lahan sendiri dengan menanam singkong, jagung, kacang, dan tanaman lain. “Saat ini saya tidak bisa lagi bertani karena sejak 31 Maret lalu diungsikan ke SKB Banjarangkan,” ujar Ketut saat ditemui Rabu (3/7/2025).
Karena tidak lagi memiliki akses ke lahannya, Ketut kini bergantung pada istrinya yang berjualan canang di Denpasar. “Istri saya berjualan canang dan menumpang tinggal di rumah keluarga di Denpasar,” katanya.
Meski demikian, Ketut memilih tetap tinggal di lokasi pengungsian agar tidak merepotkan keluarga. “Sekarang istri saya yang menjadi tulang punggung keluarga,” imbuhnya.
Nasib serupa juga dialami Putu Suartika, pemilik usaha vila di Nusa Ped. Usaha yang selama ini menjadi sandaran ekonomi keluarganya sempat ditutup total setelah keluarganya dijatuhi sanksi Kanorayang.
“Vila itu sumber penghasilan utama untuk keluarga saya. Tapi karena ditutup, ya sudah tidak ada lagi pemasukan,” keluh Putu.
Penutupan vila tersebut juga berdampak pada beberapa karyawan yang bekerja di sana. “Bukan hanya saya yang terdampak, tapi juga beberapa karyawan,” ujarnya.
Setelah hampir dua bulan ditutup, sejak 25 Mei 2025 vila itu diperbolehkan kembali beroperasi dengan syarat harus dikelola pihak lain. “Semoga dengan dibukanya kembali, usaha villa ini bisa berjalan lancar seperti sebelumnya,” harap Putu.
Cerita lain datang dari Wayan Rati, yang terpaksa menutup usaha berjualan buah di Pasar Sempalan demi merawat kedua mertuanya yang juga menjadi bagian dari keluarga yang diusir.
“Saya sekarang tidak punya penghasilan, karena saya harus merawat bapak dan ibu mertua di SKB. Kalau saya tetap berjualan, siapa yang akan merawat beliau?” ungkap Wayan.
Hingga kini, sebanyak 21 warga dari tujuh kepala keluarga masih bertahan di pengungsian di SKB Banjarangkan. Mereka belum memperoleh kepastian atau keputusan lebih lanjut dari pihak pemerintah maupun desa adat terkait nasib penghidupan dan status mereka ke depan.
Komentar