Tapel Ogoh-Ogoh Realistis Jadi Tren, Seniman Badung Tampilkan Wajah Sendiri
MANGUPURA, NusaBali.com – Maraknya lomba tapel Ogoh-Ogoh dengan wujud realistis menyerupai manusia kini menjadi tren baru di dunia seni rupa tiga dimensi. Fenomena ini membuat berbagai event lomba tapel, sketsa, dan Ogoh-Ogoh mini semakin semarak, meski kalender musim layangan tengah berlangsung.
Tradisi yang dahulu terjadwal rapi—musim Ogoh-Ogoh dari Januari hingga Maret, musim layangan dari April hingga Oktober, dan masa transisi pada November–Desember—kini mulai bergeser. Banyak lomba seni rupa tradisional kini digelar hampir sepanjang tahun, termasuk oleh kalangan anak muda.
Salah satu seniman yang ikut meramaikan tren tapel realistis ini adalah I Made Dwika (28), warga Dalung, Badung, yang juga bekerja sebagai petugas keamanan (security) di sektor swasta. Dwika menampilkan karya tapel berjudul Patih Calling Me Lela, yang digarap penuh penjiwaan dan menarik perhatian karena wujudnya sangat mirip dengan wajah sang pembuat.
“Saya mulai membuat tapel ini sejak tahun lalu. Temanya saya angkat karena sesuai tren saat ini, yakni model realistis berbentuk manusia. Selain itu, saya terinspirasi dari prosesi kerauhan di pura dan ingin menggali lebih dalam makna kerauhan yang mulai dilupakan generasi muda,” ujar Dwika.
Dengan estimasi biaya sekitar Rp500.000, karya tersebut berhasil diwujudkan dan telah diikutsertakan dalam berbagai ajang lomba, seperti di Celuk Sukawati, Discovery Mall Kuta, serta Krisna Saba Festival 2025—di mana karyanya masuk 10 besar. Selain itu, di Menega Art Festival, tapelnya meraih juara harapan 3.
Menurut Dwika, bagian paling menantang dari proses pembuatan tapel adalah menyelaraskan jarak mata, bentuk gigi, dan ekspresi wajah agar tampak hidup. Ia juga melakukan beberapa revisi berdasarkan masukan juri dari lomba sebelumnya, seperti memperbaiki garis lekukan wajah dan warna tapel.
Keunikan utama dari karya tapel ini adalah kesengajaan Dwika untuk menyamakan ekspresi tapel dengan wajahnya sendiri.
“Saya ingin menampilkan bahwa karya seni tidak jauh dari si pembuatnya. Ini cara saya menunjukkan bahwa seniman bisa menciptakan karya yang mencerminkan diri mereka sendiri,” ujarnya.
Dwika berharap tren lomba Ogoh-Ogoh mini, sketsa, dan tapel tidak hanya menjadi ajang kreativitas, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi sektor pariwisata.
“Sebagai warga Badung, saya berharap lomba-lomba seperti ini bisa menjadi jembatan pelestarian budaya sekaligus memperkuat eksistensi seni di tiap daerah. Semoga kabupaten lain ikut menggelar ajang serupa untuk menghidupkan kreativitas lokal,” pungkasnya. *m03
Komentar