PKB 2025 Beri Ruang Ratusan Siswa SD Unjuk Kemahiran Bermain Warna di Wimbakara Mewarnai
Teknik Harmonisasi Warna Peserta Bikin Juri Kagum
Wimbakara Mewarnai
PKB XLVII
PKB 2025
Taman Budaya Provinsi Bali
Art Centre
Lomba Mewaranai
SD
Teknik Mewarnai
DENPASAR, NusaBali.com - Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025 tidak saja menjadi ajang unjuk gigi seniman profesional. Siswa SD yang masih mendalami seni rupa sederhana yakni mewarnai gambar pun mendapat ruangnya tersendiri di festival kesenian terbesar Pulau Dewata ini.
Seperti 145 siswa SD yang duduk berbaris dengan meja lipat masing-masing di selasar Gedung Pameran, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Centre), Denpasar pada Minggu (22/6/2025) pagi. Siswa kelas IV, V, dan VI dari seluruh Bali ini berpartisipasi dalam materi Wimbakara Mewarnai PKB XLVII tahun ini.
Tampak wajah polos generasi belia ini fokus memandangi selembar kertas putih yang telah berisi sketsa garis. Terdapat tiga figur penari Rejang Dewa yang sedang menari diiringi sekaa gamelan dengan latar belakang pura dan bentang alam pegunungan.
Selama tiga jam sejak pukul 10.00 WITA, ratusan peserta belia ini diberikan ruang untuk menghidupkan sketsa tersebut melalui kemahiran bermain warna oil pastel/krayon. Menariknya, peserta tidak hanya mengandalkan goresan warna, mereka juga membawa gunting hingga paper stump.
Dewan juri Wimbakara Mewarnai sekaligus akademisi Seni Rupa ISI Bali Made Ruta menuturkan peserta melampaui ekspektasi juri. Para peserta tidak sekadar mewarnai gambar, melainkan mampu bermain gradasi dan memakai teknik-teknik yang selangkah lebih maju dari usia anak SD.
“Dari yang saya lihat, mungkin anak-anak ini ada yang sudah masuk sanggar, penguasaan teknik menggores, warna, dan kreativitasnya lumayan bagus,” ungkap Ruta ketika ditemui NusaBali.com di sela penjurian, Minggu siang.
Kemahiran peserta dalam mengaplikasi teknik mewarnai terlihat dari proses lomba ini. Peserta tidak menerapkan gradasi yang mentah dari proses menggores, namun dibaurkan dan dikaburkan dengan teknik dusel melalui perantara paper stump. Lantas, mereka juga memunculkan gradasi dengan teknik stippling/dotting melalui proses mengetuk.
Tampak pula peserta yang menerapkan teknik scratching dengan bantuan alat tajam seperti gunting guna memunculkan tekstur dan gradasi warna yang tertumpuk melalui proses pengerukan. Selain itu, peserta juga menambah fitur gambaran yang tidak tersketsa dengan teknik scumbling, misalnya memberikan ornamen pada kain penari, bunga pada semak, dan lainnya.
“Peserta, saya lihat, mereka sudah tahu harmonisasi warna yang bagaimana yang mau dicari begitu mereka mulai menggoreskan warna, tidak bingung lagi. Setelah warna dituangkan, mereka juga berpikir mau menambahkan apa, misalnya dikeruk,” tutur Ruta.
“Saya kira rata-rata peserta yang ikut ini tekniknya lebih maju. Seperti yang saya katakan tadi, mungkin sudah ada persiapan yang matang dan ada yang ikut sanggar,” lanjut akademisi sekaligus perupa asal Banjar Manuaba, Desa Kenderan, Tegallalang, Gianyar ini.
Sementara itu, Wimbakara Mewarnai ini bisa menjadi sinyal keberadaan perupa belia berbakat. Sebab, lomba serangkaian PKB 2025 ini hanya diikuti oleh peserta yang berminat melalui pendaftaran daring, bukan dipaksa berpartisipasi karena formalitas.
Salah seorang orangtua peserta, Ayu Trisna, 42, menuturkan bahwa putranya yakni Bagus Ananta, 12, siswa kelas VI SDN 10 Dauh Puri, Denpasar rutin mengikuti Wimbakara Mewarnai sejak masih kelas IV. Selain rutin berpartisipasi, kata dia, Bagus juga berlatih di sanggar seni rupa.
“Saya belum tahu dia ke depan jalannya akan ke mana, tetapi sekarang ini senangnya di menggambar. Jadi, saya dukung minat dan bakatnya dengan memfasilitasi dia masuk sanggar,” tegas Trisna ketika ditemui NusaBali.com di sela lomba, Minggu siang.
Di sisi lain, salah seorang orangtua peserta lainnya, I Made Sandy Dwi Candra, 38, mengungkapkan bahwa putrinya yakni Anin, 10, siswi kelas IV SD Jambe Agung di Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar tidak melalui pelatihan khusus. Kata dia, keluarga mendukung minat sang buah hati dengan memfasilitasi keperluan berlatih di rumah.
“Biasanya lomba di sekolah atau luar sekolah, kali ini kami coba melatih mental dia untuk lomba di ajang yang lebih besar seperti PKB ini,” beber Sandy di sela menunggu sang buah hati berlomba, Minggu siang.
Sandy meyakini mendukung buah hati dengan minat kesenian akan berdampak luas terhadap individu anak, tidak berbicara seni saja. Kata dia, kesenian bisa untuk mengembangkan diri dan bahkan berlatih problem solving bagi diri sendiri melalui aktivitas seni yang juga memerlukan kedalaman berpikir dan pengambilan keputusan. *rat
Tampak wajah polos generasi belia ini fokus memandangi selembar kertas putih yang telah berisi sketsa garis. Terdapat tiga figur penari Rejang Dewa yang sedang menari diiringi sekaa gamelan dengan latar belakang pura dan bentang alam pegunungan.
Selama tiga jam sejak pukul 10.00 WITA, ratusan peserta belia ini diberikan ruang untuk menghidupkan sketsa tersebut melalui kemahiran bermain warna oil pastel/krayon. Menariknya, peserta tidak hanya mengandalkan goresan warna, mereka juga membawa gunting hingga paper stump.
Dewan juri Wimbakara Mewarnai sekaligus akademisi Seni Rupa ISI Bali Made Ruta menuturkan peserta melampaui ekspektasi juri. Para peserta tidak sekadar mewarnai gambar, melainkan mampu bermain gradasi dan memakai teknik-teknik yang selangkah lebih maju dari usia anak SD.
“Dari yang saya lihat, mungkin anak-anak ini ada yang sudah masuk sanggar, penguasaan teknik menggores, warna, dan kreativitasnya lumayan bagus,” ungkap Ruta ketika ditemui NusaBali.com di sela penjurian, Minggu siang.
Kemahiran peserta dalam mengaplikasi teknik mewarnai terlihat dari proses lomba ini. Peserta tidak menerapkan gradasi yang mentah dari proses menggores, namun dibaurkan dan dikaburkan dengan teknik dusel melalui perantara paper stump. Lantas, mereka juga memunculkan gradasi dengan teknik stippling/dotting melalui proses mengetuk.
Tampak pula peserta yang menerapkan teknik scratching dengan bantuan alat tajam seperti gunting guna memunculkan tekstur dan gradasi warna yang tertumpuk melalui proses pengerukan. Selain itu, peserta juga menambah fitur gambaran yang tidak tersketsa dengan teknik scumbling, misalnya memberikan ornamen pada kain penari, bunga pada semak, dan lainnya.
“Peserta, saya lihat, mereka sudah tahu harmonisasi warna yang bagaimana yang mau dicari begitu mereka mulai menggoreskan warna, tidak bingung lagi. Setelah warna dituangkan, mereka juga berpikir mau menambahkan apa, misalnya dikeruk,” tutur Ruta.
“Saya kira rata-rata peserta yang ikut ini tekniknya lebih maju. Seperti yang saya katakan tadi, mungkin sudah ada persiapan yang matang dan ada yang ikut sanggar,” lanjut akademisi sekaligus perupa asal Banjar Manuaba, Desa Kenderan, Tegallalang, Gianyar ini.
Sementara itu, Wimbakara Mewarnai ini bisa menjadi sinyal keberadaan perupa belia berbakat. Sebab, lomba serangkaian PKB 2025 ini hanya diikuti oleh peserta yang berminat melalui pendaftaran daring, bukan dipaksa berpartisipasi karena formalitas.
Salah seorang orangtua peserta, Ayu Trisna, 42, menuturkan bahwa putranya yakni Bagus Ananta, 12, siswa kelas VI SDN 10 Dauh Puri, Denpasar rutin mengikuti Wimbakara Mewarnai sejak masih kelas IV. Selain rutin berpartisipasi, kata dia, Bagus juga berlatih di sanggar seni rupa.
“Saya belum tahu dia ke depan jalannya akan ke mana, tetapi sekarang ini senangnya di menggambar. Jadi, saya dukung minat dan bakatnya dengan memfasilitasi dia masuk sanggar,” tegas Trisna ketika ditemui NusaBali.com di sela lomba, Minggu siang.
Di sisi lain, salah seorang orangtua peserta lainnya, I Made Sandy Dwi Candra, 38, mengungkapkan bahwa putrinya yakni Anin, 10, siswi kelas IV SD Jambe Agung di Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar tidak melalui pelatihan khusus. Kata dia, keluarga mendukung minat sang buah hati dengan memfasilitasi keperluan berlatih di rumah.
“Biasanya lomba di sekolah atau luar sekolah, kali ini kami coba melatih mental dia untuk lomba di ajang yang lebih besar seperti PKB ini,” beber Sandy di sela menunggu sang buah hati berlomba, Minggu siang.
Sandy meyakini mendukung buah hati dengan minat kesenian akan berdampak luas terhadap individu anak, tidak berbicara seni saja. Kata dia, kesenian bisa untuk mengembangkan diri dan bahkan berlatih problem solving bagi diri sendiri melalui aktivitas seni yang juga memerlukan kedalaman berpikir dan pengambilan keputusan. *rat
Komentar