nusabali

Roman Nazarenko Melawan Dakwaan Jaksa, Perkara Pabrik Narkoba di Tibubeneng

  • www.nusabali.com-roman-nazarenko-melawan-dakwaan-jaksa-perkara-pabrik-narkoba-di-tibubeneng

Dalam eksepsinya, kuasa hukum menyoroti tidak adanya bukti kuat yang mengaitkan Roman secara langsung dalam perkara tersebut.

DENPASAR, NusaBali
Roman Nazarenko, 42 yang merupakan warga negara Ukraina melawan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ricarda Arsenius dengan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (19/6), kuasa hukum terdakwa meminta majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum karena dianggap cacat formil dan materiil.

Eksepsi tersebut diajukan oleh dua penasihat hukum Roman, yakni Rico Ardika Panjaitan dan Aditya Fatra. Dalam argumentasinya, mereka menyebut proses hukum terhadap Roman sejak awal tidak sah karena saat ditangkap di Bangkok, Thailand, Roman tidak diberikan hak atas pendampingan hukum. Selain itu, dalam pemeriksaan dan ekstradisi yang dilakukan, tidak ada pemenuhan terhadap hak-hak dasar terdakwa sebagaimana dijamin dalam KUHAP.

“Seluruh proses pemeriksaan dan penangkapan terhadap Roman dilakukan tanpa kehadiran penasihat hukum. Hal ini bertentangan dengan Pasal 56 ayat (1) KUHAP dan telah dinyatakan sebagai cacat hukum dalam sejumlah yurisprudensi Mahkamah Agung RI,” kata penasihat hukum terdakwa.

Pihaknya juga menyoroti dakwaan JPU yang dinilai tidak memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Tim penasihat hukum menyebut surat dakwaan tidak jelas, tidak lengkap, dan tidak cermat. 

Bahkan, menurut mereka, uraian dakwaan hanya merupakan salinan (copy-paste) dari dua perkara sebelumnya yang telah diputus, yakni perkara terpidana Mykyta Volovod dan Ivan Volovod yang sebelumnya telah divonis 20 tahun penjara pada Januari 2025 lalu. Padahal, posisi dan peran terdakwa Roman berbeda dari keduanya.

Selain itu, penasihat hukum Roman juga mempertanyakan kewenangan absolut dan relatif PN Denpasar dalam mengadili perkara ini. Menurut mereka, karena penangkapan dilakukan di Thailand dan terdakwa berdomisili di Ukraina, semestinya perkara tersebut menjadi kewenangan pengadilan di luar Bali, setidaknya berada dalam yurisdiksi PN Jakarta Selatan yang menjadi pintu masuk ekstradisi.

“Dengan asas teritorial dan locus delicti, PN Denpasar tidak memiliki kewenangan absolut maupun relatif mengadili perkara ini,” tegas Rico.

Dalam eksepsinya, kuasa hukum menyoroti tidak adanya bukti kuat yang mengaitkan Roman secara langsung dalam perkara tersebut. Menurut mereka, JPU hanya mendasarkan dakwaan pada pengakuan saksi lain tanpa alat bukti sah yang menyertainya. “Pasal 185 ayat (2) KUHAP dengan tegas menyebutkan keterangan seorang saksi tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Harus ada alat bukti lain yang sah,” ujarnya.

Selain mengangkat aspek prosedural dan yuridis, penasihat hukum juga mengutip asas keadilan dan perlindungan HAM sebagai landasan moral pengajuan eksepsi. Mereka mengingatkan hukum pidana harus digunakan sebagai ultimum remedium (jalan terakhir) dan pencapaian keadilan materiil tidak bisa ditegakkan dengan proses formil yang cacat.

Seperti diberitakan sebelumnya, Roman Nazarenko didakwa oleh JPU dari Kejaksaan Agung sebagai pengendali utama pabrik narkoba yang digerebek Bareskrim Polri pada 2 Mei 2024 lalu. Ia merekrut terpidana Ivan dan Mykyta Volovod, menyuplai bibit ganja serta bahan kimia untuk produksi mephedrone di basement Sunny Villa, Desa Tibubeneng. Distribusi dilakukan secara daring lewat Telegram dan transaksi cryptocurrency.7 t

Komentar