Koperasi Indonesia Unjuk Gigi: Buku ‘100 Koperasi Besar Indonesia 2025’ Diluncurkan di Bali
MANGUPURA, NusaBali.com – Majalah Peluang meluncurkan edisi kelima buku 100 Koperasi Besar Indonesia (KBI) 2025 dalam seremoni meriah di Hotel Trans Resort Seminyak, Bali, pada Kamis (19/6/2025) malam. Peluncuran ini dihadiri sekitar 200 peserta, termasuk 30 perwakilan koperasi besar, pelaku usaha, dan pejabat pemerintah.
Buku ini memetakan kontribusi signifikan koperasi besar terhadap perekonomian nasional, sekaligus menyoroti tantangan yang masih dihadapi sektor ini.
Berdasarkan data laporan Tahun Buku 2023, buku 100 KBI 2025 mencatat kontribusi 300 koperasi besar di Indonesia, dengan rincian sebagai berikut:
• Total aset: Rp 96,526 triliun (35,08% dari total aset koperasi nasional Rp 275,3 triliun).
• Volume usaha: Rp 80,845 triliun (46,2% dari total volume usaha koperasi nasional Rp 197,934 triliun).
• Jumlah anggota: 9.159.356 orang (31,53% dari total anggota koperasi nasional 28.984.292 orang).
Pemimpin Redaksi Majalah Peluang, Irsyad Muchtar, yang juga penulis buku ini, menegaskan bahwa penerbitan ini bertujuan memetakan perkembangan koperasi di Indonesia. “Sejak edisi pertama pada 2012, kami ingin menunjukkan kontribusi nyata koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat. Buku ini menjadi apresiasi bagi pengurus koperasi yang telah bekerja keras, sekaligus motivasi bagi pemerintah dan media untuk memajukan ekonomi berbasis koperasi,” ujarnya.
Pemetaan dilakukan dengan metodologi ilmiah, melibatkan laporan keuangan 2023, legalitas dari Kementerian Koperasi dan UKM, audit eksternal oleh Kantor Akuntan Publik, serta verifikasi lapangan untuk memastikan akurasi data.
Selain daftar utama 100 koperasi besar, buku ini memuat dua kategori tambahan:
• 100 Koperasi Besar Progresif, yang menunjukkan perkembangan pesat.
• 100 Koperasi Besar Potensial, yang dinilai berpeluang masuk jajaran koperasi besar di masa depan.
Pemeringkatan koperasi dikelompokkan berdasarkan aset:
1. Aset di atas Rp 2 triliun.
2. Aset Rp 1–2 triliun.
3. Aset Rp 500 miliar–Rp 1 triliun.
4. Aset di bawah Rp 500 miliar.
Koperasi: Sukses Besar, Minim Sorotan
Meski mencatatkan prestasi, koperasi kerap dipandang sebelah mata. Ketua Umum Kospin Jasa, Andi Aslan Djunaid, menyoroti minimnya eksposur media terhadap keberhasilan koperasi. “Banyak koperasi besar yang sukses, seperti koperasi kopi di Aceh yang mengekspor ke Starbucks global atau Koperasi BMI di Tangerang yang telah memberikan 500 unit rumah untuk anggota kurang mampu. Sayangnya, berita sering hanya menyoroti koperasi bermasalah,” ungkapnya.
Andi berharap media dapat bermitra dengan koperasi untuk mengedukasi publik tentang sisi positif gerakan koperasi modern. “Koperasi bukan lagi lembaga kuno, banyak yang sudah go digital dan bersaing di level global,” tambahnya.
Di tengah capaian tersebut, koperasi masih menghadapi tantangan besar. Secara eksternal, ketidakpastian regulasi menjadi hambatan utama. Undang-Undang Koperasi Nomor 12 Tahun 1992 dinilai tidak relevan dengan perkembangan zaman, terutama dalam mengakomodasi teknologi digital seperti mobile banking. Forum Komunikasi Koperasi Indonesia (Forkopi) terus mendorong revisi undang-undang ini melalui audiensi dengan DPR, meski prosesnya kerap terhambat oleh isu politik.
Secara internal, isu seperti fraud dan kredit macet masih menjadi pekerjaan rumah. Irsyad Muchtar menambahkan, keterbatasan data juga menjadi kendala, karena beberapa koperasi besar memilih tidak berpartisipasi dalam pemeringkatan ini atas alasan internal.
Ke depan, pelaku koperasi berharap dukungan nyata dari pemerintah dan media untuk menciptakan ekosistem koperasi yang sehat dan modern. “Jika dikelola dengan baik, koperasi bisa memberikan manfaat luas, tidak hanya bagi anggota, tetapi juga masyarakat sekitar,” pungkas Andi.
Peluncuran 100 KBI 2025 menjadi tonggak sejarah bagi gerakan koperasi di Indonesia. Buku ini tidak hanya memetakan capaian, tetapi juga menginspirasi koperasi lain untuk terus berkembang. Dengan kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional, koperasi membuktikan bahwa mereka bukan lagi pemain pinggiran, melainkan pilar penting dalam pembangunan ekonomi kerakyatan.
Komentar