nusabali

LNG Sidakarya Dinilai Tak Ideal, Praktisi Minta Proyek Dialihkan ke Bali Timur

  • www.nusabali.com-lng-sidakarya-dinilai-tak-ideal-praktisi-minta-proyek-dialihkan-ke-bali-timur

DENPASAR, NusaBali.com - Rencana pembangunan terminal Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Liquefied Natural Gas (LNG) di Pantai Sidakarya, Denpasar Selatan, kembali menuai sorotan. Praktisi pariwisata Ngurah Paramartha menilai lokasi tersebut tidak ideal dan justru berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kawasan pariwisata Sanur dan Pulau Serangan.

Hal itu diungkapkan Ngurah Paramartha dalam talkshow bertajuk “Menakar Dampak Pangkalan LNG terhadap Pariwisata Kota Denpasar” yang digagas Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Denpasar, Senin (16/6/2025) di Kampus STB Runata.

“Kalau memang niatnya menjadikan Bali mandiri energi, kenapa tidak dibangun saja di Bali Timur? Sekalian yang besar, supaya bisa menyuplai kebutuhan listrik seluruh Bali, bahkan NTB dan NTT,” ujar Paramartha yang juga penulis buku tersebut.

Paramartha menilai, pembangunan terminal LNG di Sidakarya hanya akan menyuplai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG) Pesanggaran yang porsinya hanya 30 persen dari kebutuhan listrik Bali.

“LNG Sidakarya itu persoalan kecil. Kalau memang ingin mandiri energi bersih, kenapa hanya untuk 30 persen dari konsumsi listrik Bali? Padahal di sisi lain, Bali membutuhkan solusi jangka panjang dan skala besar,” kata penulis buku pariwisata ini.

Tak hanya mempertanyakan urgensi proyek, Paramartha juga menyoroti dampak visual dan kenyamanan wisatawan. Menurutnya, kehadiran kapal LNG raksasa sepanjang 300 meter dan setinggi 40 meter yang beroperasi 24 jam bisa mengganggu pemandangan dan kenyamanan wisata di kawasan Sanur dan Serangan.

“Coba bayangkan, kita duduk di tepi pantai, lalu terlihat kapal raksasa dengan cahaya menyilaukan seperti PLTU Paiton. Apakah itu nyaman bagi wisatawan?” kritiknya.

Lebih lanjut, ia meminta agar keterlibatan publik, khususnya pelaku usaha pariwisata seperti pemilik vila, hotel, dan restoran dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

“Kalau bicara dampak pariwisata, yang harus diundang ya investor pariwisata. Jangan hanya institusi. Yang hidup dan berinvestasi di sana harus dilibatkan,” tegasnya.

Nada serupa disampaikan pelaku pariwisata Bali, Yusdi Diaz. Ia menilai Sidakarya tidak layak dijadikan lokasi terminal LNG dan menyarankan agar pembangkit energi dibangun di kawasan yang lebih luas dan memungkinkan untuk skala besar.

“Kalau memang ingin mandiri energi, bangunlah yang besar di wilayah utara atau timur Bali. Bukan di kawasan padat aktivitas wisata seperti Sanur,” kata Yusdi.

Sementara itu, pembangunan LNG Sidakarya yang digarap oleh PT Dewata Energi Bersih (DEB) telah bergulir sejak tiga tahun lalu. Namun hingga kini belum bisa dilaksanakan karena masih menunggu terbitnya izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq sempat meninjau lokasi terminal LNG Sidakarya pada 27 Mei 2025 lalu dan menegaskan bahwa persetujuan lingkungan akan diawasi secara ketat sebelum izin diberikan.

Di sisi lain, opsi alternatif sebenarnya sudah tersedia. PT PLTG Celukan Bawang di Bali Utara telah mempresentasikan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Hybrid berbahan bakar gas alam dan hidrogen di atas lahan seluas 40 hektare. Proyek ini telah melewati tahapan konsultasi publik dan Amdal pada September 2024 lalu.

PLTGU Hybrid ini dirancang menghasilkan daya listrik sebesar 2 x 450 MW atau 900 MW, yang berarti mampu memenuhi hampir 70 persen kebutuhan listrik Bali yang mencapai 1.200 MW per tahun.

Melihat daya jangkau dan skala proyek, para narasumber dalam talkshow menilai pembangunan PLTGU Hybrid di Celukan Bawang jauh lebih layak ketimbang LNG Sidakarya yang hanya menyuplai PLTDG Pesanggaran. 

Komentar