nusabali

Otak Pabrik Narkoba di Tibubeneng Sidang Perdana

  • www.nusabali.com-otak-pabrik-narkoba-di-tibubeneng-sidang-perdana

Ia berperan merekrut pelaku lain, menyuplai bibit ganja, bahan kimia, hingga mengatur skema distribusi menggunakan jasa kurir online dan transaksi via cryptocurrency melalui akun Telegram bernama HYDRA.

DENPASAR, NusaBali
Setelah dua peracik narkoba yang merupakan saudara kembar asal Ukraina, Ivan Volovod dan Mykyta Volovod divonis masing-masing 20 tahun penjara pada Januari 2025 lalu atas kasus pabrik narkoba di sebuah vila mewah di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung, kini giliran Roman Nazarenko, 42 yang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Terdakwa yang merupakan otak dari kejahatan pabrik narkoba itu baru disidang karena sempat kabur dari Indonesia dan baru ditangkap di Bangkok, Thailand pada Desember 2024.

Roman yang juga merupakan warga negara Ukraina ini didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) Ricarda Arsenius sebagai otak dari keseluruhan kegiatan produksi narkotika jenis mephedrone dan penanaman ganja hidroponik skala besar. Ia berperan merekrut pelaku lain, menyuplai bibit ganja, bahan kimia, hingga mengatur skema distribusi menggunakan jasa kurir online dan transaksi via cryptocurrency melalui akun Telegram bernama ‘HYDRA’.

Dalam dakwaannya JPU mengungkapkan, Roman yang merekrut terpidana Mykyta dan Ivan Volovod sebagai pelaksana dan menyuplai semua bahan serta instruksi produksi narkoba. Ia juga mengajak dan memperkenalkan dua pelaku lain yakni Oleksii Kolotov sebagai penyandang dana, dan Oleg Tkachuk sebagai instruktur teknik penanaman ganja yang kini masih dalam pengejaran petugas dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

Terungkap, bisnis haram ini mulai dijalankan sejak November 2021. Roman merekrut Mykyta dan Ivan ke Bali untuk menjalankan produksi mephedrone dan ganja dengan iming-iming bayaran USD 10.000 untuk tiap kilogram mephedrone dan USD 3.000 untuk tiap kilogram ganja. 

Pada November 2022, Kolotov menyiapkan Sunny Villa di Jalan Penelisan Agung Gang Anggrek Nomor 6, Tibubeneng, sebagai laboratorium narkotika. Sepanjang 2022 hingga 2023, Roman dan dua pelaksana lain (Mykyta dan Ivan) membeli berbagai peralatan serta bahan kimia dari Indonesia dan China untuk produksi. Bibit ganja dibawa langsung oleh Roman dari Rumania.

Pada September 2023, setelah seluruh peralatan terpasang, mereka mulai menanam ganja secara hidroponik dan memproduksi mephedrone di basement vila. Proses pembuatan mephedrone dilakukan menggunakan berbagai bahan kimia berbahaya seperti bromo, dichloromethane, methylamine, ethyl acetat, dan acid. 

“Dalam dua hari, mereka mampu menghasilkan sekitar 150 gram mephedrone, dan total produksi hingga akhirnya digerebek mencapai 1 kilogram. Sementara ganja yang berhasil dipanen dari metode hidroponik mencapai 4 kilogram,” tutur JPU.

Distribusi dilakukan melalui akun Telegram bernama “HYDRA” dengan sistem transaksi menggunakan cryptocurrency lewat platform Binance. Barang dikirim melalui kurir ojek daring dengan metode tempel.

Akhirnya, pada 2 Mei 2024 pabrik narkoba tersebut digerebek tim Bareskrim Polri. Dalam penggerebekan itu ditemukan laboratorium dan ladang ganja hidroponik. “Polisi juga mengamankan Mykyta di tempat kejadian, disusul penangkapan Ivan di tempat berbeda. Keduanya mengakui bahwa Roman adalah pengendali seluruh kegiatan,” terang JPU.

“Roman sendiri melarikan diri ke Thailand pada 8 April 2024. Atas pelariannya, Interpol menerbitkan red notice pada 16 Juli 2024. Ia ditangkap oleh Imigrasi Bangkok dan dijemput oleh tim Bareskrim Polri pada 21 Desember 2024 untuk dibawa kembali ke Indonesia,” beber JPU.

Dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri Denpasar, JPU membeberkan barang bukti hasil penggerebekan di vila tersebut, antara lain, 437 gram mephedrone, 9.788 gram ganja, serta puluhan liter bahan kimia seperti aseton, hydrochloric acid, dan sulfuric acid. Selain itu barang butki yang dipaparkan jaksa juga sama dengan saat mendakwa terpidana kasus ini sebelumnya. “Seluruh aktivitas itu dilakukan tanpa izin dari Menteri Kesehatan RI atau otoritas berwenang lainnya,” jelas JPU.

Atas perbuatannya, Roman dijerat dua pasal sekaligus, yakni Pasal 113 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) dan Pasal 111 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kedua pasal itu mengancam hukuman maksimal 20 tahun penjara hingga seumur hidup, serta denda maksimal Rp 10 miliar.7 t

Komentar