nusabali

Made Kuta dan Ngakan Ditahan di Lapas Kerobokan

Kasus Korupsi Rumah Subsidi di Buleleng Segera Disidang

  • www.nusabali.com-made-kuta-dan-ngakan-ditahan-di-lapas-kerobokan

DENPASAR, NusaBali - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyerahkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Buleleng, I Made Kuta dan Pejabat Fungsional Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng, Ngakan Anom Diana Kesuma ke Penuntut Umum dalam perkara dugaan korupsi proses perizinan pembangunan rumah bersubsidi.

Penyerahan tahap II terhadap dua tersangka dan barang bukti berlangsung di Kantor Kejati Bali, Jalan Tantular Nomor 5, Renon, Denpasar Selatan, Selasa (17/6) pagi. Usai pelimpahan, Penuntut Umum langsung menahan I Made Kuta dan Ngakan Anom selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIA Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. 

“Pelimpahan dilakukan oleh penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bali dan diserahkan ke Penuntut Umum untuk segera diproses di pengadilan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra.

Dalam proses tahap II itu, Ngakan Anom didampingi penasihat hukum Komang Ekayana, sedangkan I Made Kuta didampingi oleh I Wayan Putrawan. Kini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tengah menyiapkan berkas untuk segera melimpahkan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.

Keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan huruf g jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

“Penanganan perkara yang sedang dilakukan oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali tersebut diharapkan dapat memperbaiki dalam hal tata kelola proses perizinan sehingga diharapkan nantinya tidak terjadi lagi praktik mempersulit dan pemerasan dalam proses perizinan,” tutur Eka Sabana.

Kasus ini bermula dari laporan salah satu pengembang yang merasa dimintai pungutan liar saat mengurus izin pembangunan rumah bersubsidi. Dari hasil penyidikan, I Made Kuta selaku kepala dinas diduga kuat meminta uang tambahan antara Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per unit rumah kepada para developer.

Jika dikalikan dengan total 419 unit rumah yang telah dibangun, maka nilai pungutan liar tersebut mencapai miliaran rupiah. Praktik ini disebut berlangsung sejak 2019 dan terus berlanjut hingga 2023.

Program rumah subsidi yang seharusnya membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) justru dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan pribadi. Tak hanya itu, Kejati juga menemukan banyak rumah yang seharusnya diperuntukkan bagi MBR justru dihuni oleh pihak yang tidak memenuhi syarat. Bahkan hampir 300 KTP MBR disewa oleh pengembang sebagai kelengkapan administratif semu.

Dalam pemeriksaan terpisah, penyidik menemukan peran Ngakan Anom yang saat itu menjabat sebagai staf teknis Dinas PUTR Buleleng. Ia bertugas memproses gambar teknis dalam pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan disebut turut menerima pembagian Rp700 ribu untuk setiap surat PBG.

Selama praktik ini berlangsung, Ngakan Anom disebut telah menerbitkan sekitar 500 gambar teknis dan diperkirakan menerima keuntungan mencapai Rp 350 juta. Ia bahkan menggunakan sertifikat kompetensi keahlian milik orang lain secara ilegal demi memperlancar proses administrasi perizinan.7 t

Komentar