Dari Dapur ke Panggung Seni: Perjalanan WMD dari Warung Lawar ke Penggerak Lomba Ogoh-Ogoh di Blahbatuh
Kuliner, Kreativitas, dan Komitmen Pelestarian Budaya Bali
GIANYAR, NusaBali.com – Tak hanya menyajikan cita rasa khas Bali lewat menu lawar plek, Warung Makan Dede (WMD) di Banjar Lebah, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, juga sukses mencuri perhatian masyarakat lewat kiprah uniknya di bidang seni budaya. Pada tahun 2025, WMD mencatat sejarah sebagai warung kuliner yang mampu menyelenggarakan lomba Ogoh-Ogoh mini dan Tapel Ogoh yang meriah, melibatkan peserta lintas kabupaten.
Didirikan oleh I Wayan Dede Pranata atau akrab disapa Bli Dede, WMD tak sekadar menjadi tempat makan, melainkan ruang tumbuh bagi komunitas, pelestarian budaya, serta pemberdayaan ekonomi lokal. “Astungkara, warung ini berdiri sembilan bulan lalu, dan kini kami juga membuka cabang kedua di Tengkulak Kaja, Kemenuh, Sukawati,” ungkap Dede saat ditemui di sela aktivitasnya.
Dari Dapur Rumah Menuju Ruang Publik
Nama WMD sendiri awalnya merupakan akronim dari Warung Makan Men Dede, diambil dari nama ibu Bli Dede. Namun seiring waktu, ia menggantinya menjadi Warung Makan Dede agar lebih personal dan mudah diingat. “Kami ingin membawa semangat kekeluargaan ke dalam pelayanan. Bukan hanya menjual makanan, tapi juga membangun relasi,” jelasnya.
Menu andalan WMD tidak hanya lawar plek berbahan dasar babi, tapi juga beragam masakan khas Bali lainnya, seperti tuna sambel matah, ayam rica-rica, ayam saus tomat, hingga sup ikan. “Bumbu kami sebenarnya sama dengan yang lain, tapi kekuatan kami ada di rasa yang agak ‘storing’ dan cara melayani pelanggan seperti saudara,” tambahnya.
Perjalanan membangun WMD tak selalu mulus. Dede sempat jatuh bangkrut pada 2018 akibat penipuan yang membuatnya merugi hingga Rp200 juta. Pandemi COVID-19 pun turut menghantam usahanya di tahun 2020–2022. Namun berkat semangat pantang menyerah dan bekal keterampilan sebagai instruktur renang serta aktivis komunitas anak Baby Sum Bali, ia terus berjuang.
“Saya memanfaatkan waktu itu untuk tetap aktif. Sambil mengajar renang, saya promosikan kuliner. Jadi saya menyelam sambil minum air,” kenangnya.

Kini, dengan dua cabang dan nama yang mulai dikenal, WMD melebarkan sayap ke ranah seni budaya. Momen paling berkesan tahun ini baginya adalah saat berhasil menyelenggarakan lomba Ogoh-Ogoh mini dan Tapel Ogoh secara mandiri berlabel WMD Art Festival pada 12-13 Mei 2025.
Lomba yang digelar di halaman warung WMD tersebut menuai antusiasme tinggi. Peserta datang dari berbagai penjuru Bali, termasuk Jembrana, Buleleng, Tabanan, dan Badung. “Kami berikan piala untuk semua peserta tingkat pelajar SD dan SMP. Ada juga hadiah liburan ke Nusa Penida, doorprize menarik, dan tentu saja nasi lawar plek gratis untuk peserta,” ujar Dede.
Ia menekankan bahwa tujuannya bukan sekadar mencari keuntungan dari usaha kuliner, melainkan menciptakan ruang apresiasi bagi seniman muda Bali. “Biasanya pengusaha lawar bikin lomba ngelawar, tapi saya ingin keluar dari zona nyaman. Ini bentuk kontribusi saya untuk seni dan budaya Bali,” ucapnya.
Melalui kegiatan seni dan lomba yang ia gagas, Dede berharap usaha kuliner lokal tak hanya berkembang secara ekonomi, tetapi juga menjadi agen pelestarian budaya. Ia mengajak pelaku UMKM Bali untuk saling mendukung, bukan saling bersaing secara negatif.
“Semoga pelaku usaha kuliner di Bali makin besar, bisa membuka lapangan kerja, dan Astungkara tidak ada rasa iri. Mari saling mendukung dan melestarikan budaya Bali bersama-sama,” pungkasnya.
Dengan semangat yang terus membara, Bli Dede kini tengah mempersiapkan lomba Ogoh-Ogoh Mini & Tapel Vol. 2. Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi agenda tahunan yang semakin besar, profesional, dan berdampak luas bagi masyarakat dan pariwisata Bali. *m03
Komentar