Siaga Teba Modern Demi Bali Bersih Sampah
SAMPAH telah menjadi beban berat pembangunan Bali kini dan ke depan. Beban ini jika tidak diatasi pasti akan sangat berdampak buruk pada berbagai aspek keberlanjutan pembangunan.
Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang efektif sangat penting bagi perlindungan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kemakmuran ekonomi. Kita sudah saatnya memanfaatkan pelbagai teknologi pengelolaan sampah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah di Provinsi Bali saat ini tengah giat berupaya mengatasi masalah pengelolaan limbah, dengan fokus pada pengurangan limbah di sumbernya, peningkatan pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA), dan promosi inisiatif konversi limbah menjadi energi. Pembaruan terkini mencakup rencana pemerintah Bali untuk mengubah sampah menjadi energi (waste to energy/WTE). Salah satu langkah progresif lainnya adalah peluncuran gerakan “Bali Bersih Sampah”, yang mengajak seluruh elemen masyarakat berperan aktif
Sampah dan pengelolaannya merupakan isu di seluruh dunia yang terkait dengan hampir semua usaha manusia dan bagian integral dari kehidupan modern. Sampah yang tidak terkontrol dengan baik mencemari lautan, menyumbat aliran air, menyebabkan banjir, menularkan penyakit melalui pembawa, dan merusak estetika lingkungan. Tanpa penanganan yang tepat, dampaknya meluas ke krisis ekologi dan memperlambat kemajuan menuju masa depan yang berkelanjutan
Namun, pengelolaan limbah tidaklah mudah. Mengelola limbah dan melestarikan lingkungan memang menghadapi banyak rintangan. Diperlukan kerangka kerja yang konseptual dan berkelanjutan yang harus diterapkan dalam mengatasi ancaman sampah. Sayangnya, profil pengelolaan limbah yang ada saat ini belum dianggap menjadi tanggung jawab bersama. Belum ada kesamaan cara pandang masyarakat dari kalangan bawah sampai atas tentang pengelolaan sampah yang baik. Masih ada kencendrungan pola pikir bahwa cukup rumah sendiri yang bersih, tanpa memedulikan kondisi lingkungan sekitar. Bertambah runyam ketika ada kepentingan politik ikut campur, program pengelolaan sampah menjadi tidak konsisten. Dan, ini kecendrungan mengalahkan langkah-langkah pengelolaan sampah yang baik serta menghambat terbentuknya sistem yang berkelanjutan.

Warga di Gianyar mamasang baliho mengutuk orang yang membuang sampah sembarangan. –IST
Meski demikian, kita tidak boleh berhenti, kita mesti terus bergerak dengan aksi langsung dan praktik terbaik untuk menunjukan pengelolaan sampah yang dapat memberikan hasil yang paling dicari di masa depan. Aksi nyata harus terus dilakukan melalui praktik terbaik yang rasional dan terukur. Secara umum, aksi nyata masyarakat masuk ke dalam trend radikal dan rasional program pengelolaan sampah mengarah pada usaha keberlanjutan. Meskipun belum sepenuhnya dilakukan.
Tantangan dalam pengelolaan sampah masih sangat besar. Di antaranya adalah peningkatan volume limbah, kurangnya infrastruktur, pemilahan yang tidak tepat, minimnya kegiatan daur ulang, dampak terhadap kesehatan dan lingkungan, keterbatasan anggaran, hingga kendala budaya dan perilaku. Tidak kalah penting, adanya political will dari pemegang kekuasaan sangat menentukan keberhasilan program ini.
Melestarikan sumber daya alam adalah kewajiban kita bersama. Ini bisa dicapai melalui prinsip 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Dengan mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang limbah, kita bisa meminimalkan jumlah sampah dan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Metode yang berkelanjutan dan inovatif telah dieksplorasi sebagai respons terhadap tantangan global dalam mengelola sampah organik untuk mengurangi dampak lingkungan. Salah satunya adalah pengembangan sistem Teba Modern. Saat ini sedang gencarnya dikempanyekan pembuatan Teba Modern. Teba modern adalah sistem pengelolaan sampah organik yang berasal dari kearifan lokal Bali, yang dikenal sebagai "teba". Teba berasal dari bahasa bali Teben yang berarti bagian bawah atau belakang yang merupakan kesatuan sebuah batas pekarangan.
Secara sederhana, teba modern adalah lubang di tanah, biasanya di pekarangan rumah. Lubang ini digunakan untuk menampung dan mengolah sampah organik seperti sisa makanan dan dedaunan menjadi pupuk kompos. Teknologi Teba Modern yang tergolong inovatif telah mendapat perhatian signifikan karena kemampuannya mengelola sampah organik dan meningkatkan kesuburan tanah secara efektif.
Lubang Teba mirip dengan teknologi biopori yang sudah dikenal sebelumnya. Selain menyerap air hujan, lubang ini juga efektif mengurangi sampah organik yang masuk ke TPA. Jika diterapkan secara luas, wilayah perkotaan yang gersang dapat menjadi lebih hijau dan ramah lingkungan. Selain itu, sampah organik yang ditampung di dalam lubang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman.
Salah satu praktik awal biopori dilakukan di Desa Tulikup, Kecamatan Gianyar, Bali, pada 12 Desember 2012, dengan dukungan Environment Parliament Watch Bali dan Kementerian Lingkungan Hidup. Biopori, berupa lubang silindris, dibuat di tanah dan diisi dengan sampah organik, yang kemudian diuraikan oleh organisme tanah menjadi pupuk kompos. Program ini bertujuan mencegah banjir, mengurangi risiko kekeringan, serta memanfaatkan sampah organik secara bijak. Sayangnya, praktik baik ini tidak selalu berlanjut karena minimnya kesadaran lingkungan yang konsisten di masyarakat.
Namun, Dusun Cemenggoan, Gianyar, memberikan contoh nyata keberhasilan pengelolaan sampah berbasis Teba Modern. Setiap keluarga memiliki setidaknya satu sumur komposter di halaman rumah, bahkan ada yang memiliki hingga tiga. Dampaknya sangat signifikan,sampah yang dibuang ke TPA berkurang drastis dan hanya menyisakan residu. Dusun ini bahkan telah menjadikan strategi pengelolaan sampah sebagai bagian dari aturan adat tertulis, diperkuat dengan pembentukan Badan Pengelola Sampah Desa Adat Cemenggoan, Gianyar, pada tahun 2020. Banyak pihak, baik dari Bali maupun luar daerah, kini belajar dari dusun ini.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa Teba Modern adalah pendekatan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Teba modern memang merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk mengelola limbah organik dan mengurangi masalah lingkungan terkait. Lubang-lubang ini, yang dibuat dapat diisi dengan limbah organik dan akan terjadi porses pengompos alami Dengan proses pengomposan alami, lubang-lubang ini membantu menyuburkan tanah, mengurangi beban TPA, serta meningkatkan daya serap air di lingkungan sekitar.
Berbagai media telah mengangkat kisah sukses inovasi ini, namun perlu lebih banyak lagi penyebarluasan dan pengkajian mendalam tentang dampak psiko-sosial dan kebijakan terhadap perubahan perilaku masyarakat, terutama di wilayah perkotaan yang masih berhadapan dengan masalah klasik seperti pembuangan sampah sembarangan dan penumpukan sampah di jalanan.
Kini mulai tumbuh kesadaran akan pentingnya pendekatan teori, kebijakan, dan aksi nyata untuk menanggulangi krisis sampah. Salah satu langkah paling penting dalam mengurangi konsekuensi dari krisis sampah adalah membentuk perilaku ramah lingkungan. Ini mencakup pengetahuan tentang daur ulang, penggunaan kembali, serta pemilahan yang tepat. Mempromosikan perilaku ini di kalangan masyarakat akan memperkuat moralitas kolektif serta mendorong nilai-nilai etika dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Pengelolaan sampah bukan sekadar persoalan teknis, melainkan juga mencerminkan kesadaran kolektif dan tanggung jawab moral kita terhadap lingkungan. Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan limbah memang kompleks, mulai dari aspek budaya, sosial, hingga politik. Namun, berbagai inisiatif seperti Teba Modern menunjukkan bahwa solusi lokal berbasis kearifan tradisional bisa menjadi jawaban atas masalah global. Inovasi yang lahir dari komunitas dan didukung oleh kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan mampu menciptakan dampak nyata.
Kini saatnya seluruh lapisan masyarakat bergerak bersama, mengubah paradigma dari sekadar membuang menjadi mengelola, dari konsumtif menjadi produktif, dan dari acuh menjadi peduli. Dengan demikian, kita tidak hanya mengurangi beban pembangunan, tetapi juga mewariskan bumi yang lebih bersih dan layak huni bagi generasi mendatang. Kini saatnya kita semua bergerak. Ubah paradigma dari sekadar membuang menjadi mengelola, dari konsumtif menjadi produktif, dan dari acuh tak acuh menjadi peduli. Dengan begitu, kita tidak hanya mengurangi beban pembangunan, tetapi juga meninggalkan warisan bumi yang bersih, sehat, dan layak huni untuk generasi mendatang.7
Komentar