nusabali

Mantan Dirut BPR Divonis 8 Tahun Bui, Kasus Kredit Fiktif Senilai Rp 325 Miliar

  • www.nusabali.com-mantan-dirut-bpr-divonis-8-tahun-bui-kasus-kredit-fiktif-senilai-rp-325-miliar

DENPASAR, NusaBali - Setelah beberapa kali tertunda, kasus kredit fiktif senilai lebih dari Rp 325 miliar yang mengguncang BPR Bali Artha Anugrah akhirnya mencapai putusan.

Mantan Direktur Utama BPR Bali Artha Anugrah yang juga eks Ketua KONI Denpasar, Ida Bagus Toni Astawa divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (10/6) sore. Vonis tersebut persis sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Bali.

Ketua Majelis hakim Sayuti dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama Jaksa Penutnut Umum (JPU) Ni Kadek Jana Wati, yaitu Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Tak hanya hukuman penjara, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 miliar dengan ketentuan jika denda itu tidak dibayar maka diganti dengan enam bulan kurungan. Pledoi atau pembelaan yang diajukan terdakwa sebelumnya tak membuahkan keringanan sedikit pun.

Diterangkan dalam sidang, dalam kurun waktu 23 Februari 2017 hingga 27 Juni 2023, terdakwa Gus Toni dinyatakan telah melakukan manipulasi data kredit di BPR tersebut. Modusnya terbilang sistematis. Data debitur lama yang telah lunas maupun menunggak dimanfaatkan kembali untuk membuat kredif fiktif seolah-olah mereka mengajukan pinjaman baru. Agunan pun dipakai berulang kali atau bahkan ditentukan secara sepihak tanpa verifikasi. 

Ia menciptakan 365 fasilitas kredit menggunakan 151 nama debitur, dengan total plafon mencapai Rp 325,47 miliar. Tujuannya jelas untuk menutupi lonjakan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) supaya tetap berada di bawah 3%. “Dengan demikian, laporan keuangan seolah-olah menunjukkan kondisi keuangan bank yang sehat,” ungkap JPU.

Setiap kali NPL menyentuh angka di atas 5 persen, Toni Astawa disebut memerintahkan pencairan kredit fiktif untuk membayar cicilan pokok dan bunga debitur bermasalah. Dana yang dicairkan itu tidak pernah benar-benar sampai ke tangan debitur, melainkan langsung digunakan menambal kerugian akibat pinjaman bermasalah sebelumnya. Kredit bermasalah itu telah terjadi sejak akhir 2017 sampai awal 2023.

Dalam pengakuannya di persidangan sebelumnya, Gus Toni juga menyebut tindakan itu dilakukan demi menjaga performa bank dan memenuhi target kenaikan kredit 10 hingga 15 persen setiap tahun. Ia juga mengakui merekayasa dokumen kredit dengan melibatkan sejumlah nasabah. Sebagian dari mereka bahkan diminta datang ke kantor atau didatangi ke rumah hanya untuk menandatangani dokumen pengajuan fiktif. “Seolah-olah nasabah mengajukan kredit, padahal hanya pura-pura,” jelasnya.

Tak hanya demi menjaga performa bank, sebagian dana dari kredit fiktif itu juga mengalir ke kantong pribadi. Gus Toni disebut menerima dana Rp 8,61 miliar. Dana juga dipakai untuk biaya administrasi hingga pembelian materai. Temuan ini terungkap dalam audit keuangan yang menunjukkan ketidaksesuaian laporan dan agunan kredit yang tak valid.

Perbuatan ini bukan hanya menjatuhkan kinerja bank, tetapi juga membuat izin usaha BPR Bali Artha Anugrah dicabut oleh otoritas perbankan. Selain itu, JPU menilai, kasus ini mencederai kepercayaan publik terhadap industri perbankan. Satu-satunya hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan. 7 t

Komentar