Putri Koster: Bali Perlu Miliki Arsip Para Maestro Seni
DENPASAR, NusaBali - Putri Koster menghadiri peluncuran buku Anak Agung Gede Ngurah Mandera: Maestro Tari Legong dan Kebyar, yang digelar di Balerung Mandera Srinertya Waditra, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Senin (9/6).
Pada kesempatan itu istri Gubernur Bali yang juga seorang seniman teater ini menyampaikan perlunya Bali memiliki arsip para maestro di bidang kesenian.
Kekaguman mendalam disampaikan Putri Koster terhadap sosok maestro seni Bali, Anak Agung Gede Ngurah Mandera. Sosok pelopor Tari Legong dan Kebyar itu dinilainya sebagai seniman besar yang karyanya tetap hidup dan mendunia hingga kini.
“Peluncuran buku ini merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi saya. Kebetulan sebelumnya saya sempat bertemu dengan sejumlah maestro dan seniman yang membahas keinginan untuk dibuatkan film mengenai para leluhur seni, para maestro yang telah mendahului kita. Karenanya, Bali perlu memiliki arsip terkait maestro-maestro kita, bukan hanya arsip tentang masa penjajahan, tetapi juga tentang seniman kita,” ujar Putri Koster.
Putri Koster menekankan pentingnya dokumentasi karya dan peran maestro seni Bali agar tetap menjadi rujukan lintas generasi. Dia berharap buku ini bisa menjadi benang merah yang menyambung estafet warisan budaya.
“Untuk mempertahankan dan melestarikan seni serta kebudayaan Bali, saya berharap generasi muda tidak hanya menjadi penikmat seni, atau sekadar membawakan (menari, menabuh, menyanyi, atau makekawin), tetapi juga mampu menciptakan karya seni, baik berupa tarian, instrumen gamelan, musik, maupun lukisan, sehingga dapat memperkaya khasanah kesenian dan kebudayaan yang kita miliki. Regenerasi itu sangat penting. Oleh karena itu, perlu dibuatkan wadah dan mendapat dukungan dari pemerintah setempat,” tegasnya.
Dia juga menyoroti pentingnya menjaga kekhasan setiap karya seni sesuai zamannya, tanpa mengabaikan para maestro penciptanya. Menurutnya, berkesenian bagi Bali bukan hanya ekspresi, tetapi investasi budaya yang tak ternilai.
“Kita harus menjaga spesialisasi kesenian antarwilayah, desa, bahkan banjar, yang memiliki ciri khas dan perbedaan masing-masing. Kesenian lama tetap harus dihadirkan dengan kesakralannya, sedangkan kesenian baru juga harus hadir dengan ciri khasnya sendiri,” tambah Putri Koster.
Anak Agung Gde Oka Dalem, putra dari mendiang maestro Anak Agung Gde Ngurah Mandera, berharap buku tersebut dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk belajar dari perjalanan sang ayah dalam memperkenalkan seni Bali ke kancah dunia.
“Dengan terbitnya buku Maestro Legong dan Kebyar, Anak Agung Gede Ngurah Mandera: Sang Penjelajah Dunia dari Bali, diharapkan mampu menjadi panduan bagi generasi muda tentang bagaimana beliau bekerja sama dengan banyak pihak untuk mempromosikan kesenian dan kebudayaan Bali, sekaligus memperluas jaringan hingga ke luar negeri,” ujarnya.
Balerung Mandera sendiri telah lama menjadi ruang pembinaan seni, tempat regenerasi penari dan penabuh muda dengan gaya Palegongan dan Kekebyaran khas yang diwariskan langsung oleh para maestro. 7 adi
Komentar