Proyek Hotel Viral Ikut Disemprit, DPRD Bali Minta Pembongkaran Step Up Hotel
DENPASAR, NusaBali.com – Proyek hotel yang sempat viral dan menuai polemik di media sosial, Step Up Hotel di kawasan Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, kini resmi masuk daftar bangunan yang direkomendasikan untuk dibongkar oleh Komisi I DPRD Provinsi Bali. Hotel tersebut dinilai melanggar aturan.
Kasus Step Up Hotel sebelumnya mencuat di media sosial pada April 2025 lalu. Warganet menyoroti bangunan hotel berlantai banyak yang menjulang dari tebing dan dinilai merusak estetika alam serta membahayakan keselamatan publik. Video dan foto hotel tersebut menyebar luas di Instagram dan TikTok, memicu reaksi keras publik serta desakan agar pemerintah segera bertindak.
Kini, desakan itu dijawab secara resmi oleh Komisi I DPRD Bali. Dalam rapat kerja yang digelar Selasa (10/6/2025) di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, DPRD bersama instansi teknis dan perwakilan pemilik bangunan menyepakati untuk merekomendasikan pembongkaran terhadap 46 bangunan ilegal, termasuk Step Up Hotel.
Langgar Tata Ruang dan Aturan Bangunan
Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budiutama, menegaskan bahwa pembongkaran dilakukan karena bangunan-bangunan tersebut melanggar berbagai aturan, mulai dari ketinggian maksimal bangunan, batas sempadan pantai, hingga berdiri di atas jurang dan sempadan jurang tebing.
"Pembongkaran ini resmi dan sesuai administratif. Karena melanggar aturan, kami rekomendasikan kepada penegak hukum. Rencananya besok sudah mulai pembongkaran," ujar Budiutama.
Namun, politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini menjelaskan bahwa medan berat dan kebutuhan alat berat membuat pelaksanaan pembongkaran harus dikoordinasikan lebih lanjut dengan pemerintah eksekutif. DPRD juga memberi kesempatan kepada pemilik untuk membongkar sendiri, sebelum pemerintah mengambil alih dengan menggunakan anggaran resmi.
Pelanggaran Berat, Potensi Bencana
Anggota Komisi I sekaligus Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali, I Made Supartha, menambahkan bahwa pelanggaran tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga membahayakan lingkungan dan keselamatan publik. Ia menyebut bangunan seperti Step Up Hotel berdiri di zona yang secara tegas dilarang dalam Perda RTRW Provinsi Bali.
“Pendirian bangunan di sempadan pantai hanya untuk kegiatan rekreasi, pengamanan pesisir, atau pelabuhan. Tidak boleh untuk hotel atau vila. Apalagi ini berdiri di atas jurang dengan tanah negara,” kata Supartha.
Ia juga menyebut bahwa para pemilik bangunan melanggar UU Agraria, UU Cipta Kerja, Perpres tentang sempadan pantai dan reklamasi, serta Perda ketinggian bangunan. Bahkan, ada potensi pidana bagi pejabat yang memberikan izin, sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 73.
“Kalau pejabat ada yang memberi izin di zona larangan, itu bisa dipidana 5 tahun. Tidak ada yang kebal hukum,” tegasnya.
Supartha mengkritik keras bangunan yang viral tapi tidak sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan arah pembangunan 100 tahun Bali ke depan. Ia menilai pembangunan serampangan seperti ini hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi merugikan lingkungan dan masyarakat luas.
"Kalau kita tidak tegas, habis Bali ini. Harus jadi efek jera bagi semua pelaku pelanggaran. Ini akan berlanjut," ujarnya.
DPRD Bali juga meminta agar kawasan sempadan pantai dan jurang yang telah rusak segera dipulihkan ke fungsi ekologis semula. Bangunan yang tak memenuhi syarat administrasi dan melanggar tata ruang akan dibongkar tanpa kompromi.
“Ini bukan hanya soal satu bangunan. Ini soal keberlangsungan lingkungan Bali yang kecil, rentan bencana, dan penuh nilai sakral. Tata ruang harus ditegakkan dengan tegas,” tutup Supartha.
Komentar