DPRD Bali Rekomendasikan Pemulihan Tanah Negara dari Bangunan Liar di Pantai Bingin
Pantai Bingin
Bangunan Liar
Tanah Negara
Sempadan Pantai
Sempadan Jurang Tebing
Pecatu
DPRD Bali
Made Supartha
Rekomendasi
Pelanggaran
Sanksi Administratif
Pembongkaran
DENPASAR, NusaBali.com - Komisi I DPRD Provinsi Bali merekomendasikan Gubernur Bali untuk memulihkan tanah negara di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung pasca temuan puluhan bangunan liar yang berdiri di atas tanah negara di kawasan tersebut.
Keputusan ini diambil Komisi I DPRD Bali dalam rapat kerja bersama instansi terkait dan manajemen/pemilik bangunan di Ruang Rapat Gabungan Lantai III DPRD Provinsi Bali, Jalan Kusuma Atmaja Nomor 3, Niti Mandala, Denpasar pada Selasa (10/6/2025).
Anggota Komisi I DPRD Bali I Made Supartha menuturkan bahwa dewan telah melakukan sidak lapangan pada 7 Mei 2025 lalu. Kondisi eksisting di lapangan menunjukkan bahwa ditemukan bangunan vila liar yang mengambil sempadan pantai serta menggunakan jurang tebing/sempadan jurang tebing dengan status hak tanah negara.
“Sesuai Perda RTRWP Bali, pendirian bangunan di sempadan pantai itu hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai, pengamanan pesisir, dan kegiatan pelabuhan. Begitu juga dilarang mendirikan bangunan di jurang tebing/sempadan jurang tebing dalam jarak dua kali kedalaman tebing karena bisa erosi dan merusak ekosistem,” tutur Supartha.
Mengutip kajian yang dilakukan Komisi I DPRD Bali, Supartha menjelaskan, pendirian bangunan mengambil sempadan pantai tidak sesuai peruntukan, pembangunan di jurang tebing, maupun di dalam kawasan sempadan jurang tebing tersebut telah melanggar Pasal 108 Perda Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali Tahun 2023-2043.
Lebih-lebih, bangunan itu berdiri di atas tanah negara tanpa pemenuhan dokumen perjanjian maupun dokumen hak milik, hak sewa, HPL seperti hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai (HP). Hal ini dinilai telah melanggar UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Selain itu, di kawasan Pantai Bingin ditemukan pula bangunan seperti vila dan restoran, termasuk homestay di luar sempadan pantai dan jurang tebing/sempadan jurang tebing. Namun, bangunan itu berdiri di atas tanah negara. Manajemen/pemilik bangunan pun tidak dapat menunjukkan dokumen perizinan maupun dokumen hak atas tanah negara seperti perjanjian, HPL, dan lain-lain.
Untuk itu, sesuai rekomendasi Komisi I DPRD Bali yang dibacakan Made Supartha, bangunan liar di atas tanah negara yang masih di luar ‘kawasan terlarang’ diberikan sanksi administratif untuk melengkapi dan menunjukkan dokumen perizinan dan hak atas tanah negara. Manajemen/pemilik usaha ditenggat satu bulan sejak rekomendasi ini dibacakan, Selasa siang.
“Di luar tebing dan jurang. Artinya, itu (melengkapi izin dan dokumen) untuk di luar tebing dan jurang,” tegas Suparta di hadapan Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama, legislator lain, instansi terkait, dan manajemen/pemilik usaha yang hadir dalam rapat kerja.
Sementara itu, bangunan liar dari manajemen/pemilik usaha yang tidak mampu memenuhi persyaratan administrasi akan dibongkar bersama bangunan liar lain di ‘kawasan terlarang.’ Secara khusus, Komisi I DPRD Bali merekomendasikan pemulihan kawasan sempadan pantai, jurang tebing, dan sempadan jurang tebing yang terdampak bangunan liar.
“Melakukan pembongkaran fisik bangunan untuk ditata dan dikembalikan pada status semula guna menjaga kesucian Kawasan Pantai Bingin sebagai ruang terbuka hijau (RTH) sebagai langkah terakhir penerapan sanksi administrasi,” lanjut Supartha.
Sementara ini, segala aktivitas di bangunan liar di Pantai Bingin dihentikan total yang ditandai dengan pemasangan Pol PP Line sebagai langkah awal penegakan hukum melalui sanksi administratif. Sebelum nantinya dilakukan pengosongan, pembongkaran, hingga pemulihan kawasan.
Di sisi lain, Ussyana Dethan selaku penasihat hukum salah satu usaha di kawasan Pantai Bingin yakni vila Morabito Art Cliff menegaskan menunggu tindak lanjut Pemerintah Provinsi Bali terhadap rekomendasi dewan ini. Apakah nantinya akan berakhir dilakukan pembongkaran atau ada kebijakan lain yang diambil.
“Sekarang kami sifatnya menunggu keputusan akhir pemerintah atas rekomendasi ini. Anggap saja yang terburuk adalah kami ditutup dan dibongkar. Yang pasti akan ada kerugian tidak bisa bilang tidak karena masyarakat di sana juga banyak,” ujar Ussyana usai rapat kerja dengan Komisi I DPRD Bali.
Ussyana menuturkan, pemanfaatan tanah negara baik perseorangan maupun korporasi di Pantai Bingin terjadi cukup lama. Ada yang belasan sampai puluhan tahun. Ia menyayangkan penindakan ini dilakukan setelah sekian lama, bukannya dilakukan di awal sebelum pelanggaran itu terjadi. *rat
Anggota Komisi I DPRD Bali I Made Supartha menuturkan bahwa dewan telah melakukan sidak lapangan pada 7 Mei 2025 lalu. Kondisi eksisting di lapangan menunjukkan bahwa ditemukan bangunan vila liar yang mengambil sempadan pantai serta menggunakan jurang tebing/sempadan jurang tebing dengan status hak tanah negara.
“Sesuai Perda RTRWP Bali, pendirian bangunan di sempadan pantai itu hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai, pengamanan pesisir, dan kegiatan pelabuhan. Begitu juga dilarang mendirikan bangunan di jurang tebing/sempadan jurang tebing dalam jarak dua kali kedalaman tebing karena bisa erosi dan merusak ekosistem,” tutur Supartha.
Mengutip kajian yang dilakukan Komisi I DPRD Bali, Supartha menjelaskan, pendirian bangunan mengambil sempadan pantai tidak sesuai peruntukan, pembangunan di jurang tebing, maupun di dalam kawasan sempadan jurang tebing tersebut telah melanggar Pasal 108 Perda Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali Tahun 2023-2043.
Lebih-lebih, bangunan itu berdiri di atas tanah negara tanpa pemenuhan dokumen perjanjian maupun dokumen hak milik, hak sewa, HPL seperti hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai (HP). Hal ini dinilai telah melanggar UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Selain itu, di kawasan Pantai Bingin ditemukan pula bangunan seperti vila dan restoran, termasuk homestay di luar sempadan pantai dan jurang tebing/sempadan jurang tebing. Namun, bangunan itu berdiri di atas tanah negara. Manajemen/pemilik bangunan pun tidak dapat menunjukkan dokumen perizinan maupun dokumen hak atas tanah negara seperti perjanjian, HPL, dan lain-lain.
Untuk itu, sesuai rekomendasi Komisi I DPRD Bali yang dibacakan Made Supartha, bangunan liar di atas tanah negara yang masih di luar ‘kawasan terlarang’ diberikan sanksi administratif untuk melengkapi dan menunjukkan dokumen perizinan dan hak atas tanah negara. Manajemen/pemilik usaha ditenggat satu bulan sejak rekomendasi ini dibacakan, Selasa siang.
“Di luar tebing dan jurang. Artinya, itu (melengkapi izin dan dokumen) untuk di luar tebing dan jurang,” tegas Suparta di hadapan Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama, legislator lain, instansi terkait, dan manajemen/pemilik usaha yang hadir dalam rapat kerja.
Sementara itu, bangunan liar dari manajemen/pemilik usaha yang tidak mampu memenuhi persyaratan administrasi akan dibongkar bersama bangunan liar lain di ‘kawasan terlarang.’ Secara khusus, Komisi I DPRD Bali merekomendasikan pemulihan kawasan sempadan pantai, jurang tebing, dan sempadan jurang tebing yang terdampak bangunan liar.
“Melakukan pembongkaran fisik bangunan untuk ditata dan dikembalikan pada status semula guna menjaga kesucian Kawasan Pantai Bingin sebagai ruang terbuka hijau (RTH) sebagai langkah terakhir penerapan sanksi administrasi,” lanjut Supartha.
Sementara ini, segala aktivitas di bangunan liar di Pantai Bingin dihentikan total yang ditandai dengan pemasangan Pol PP Line sebagai langkah awal penegakan hukum melalui sanksi administratif. Sebelum nantinya dilakukan pengosongan, pembongkaran, hingga pemulihan kawasan.
Di sisi lain, Ussyana Dethan selaku penasihat hukum salah satu usaha di kawasan Pantai Bingin yakni vila Morabito Art Cliff menegaskan menunggu tindak lanjut Pemerintah Provinsi Bali terhadap rekomendasi dewan ini. Apakah nantinya akan berakhir dilakukan pembongkaran atau ada kebijakan lain yang diambil.
“Sekarang kami sifatnya menunggu keputusan akhir pemerintah atas rekomendasi ini. Anggap saja yang terburuk adalah kami ditutup dan dibongkar. Yang pasti akan ada kerugian tidak bisa bilang tidak karena masyarakat di sana juga banyak,” ujar Ussyana usai rapat kerja dengan Komisi I DPRD Bali.
Ussyana menuturkan, pemanfaatan tanah negara baik perseorangan maupun korporasi di Pantai Bingin terjadi cukup lama. Ada yang belasan sampai puluhan tahun. Ia menyayangkan penindakan ini dilakukan setelah sekian lama, bukannya dilakukan di awal sebelum pelanggaran itu terjadi. *rat
Komentar