nusabali

Jejak Sejarah Masjid Jami’ Safinatussalam, Masjid Teladan Bersejarah Nasional di Desa Pegayaman, Buleleng

Didirikan Laskar dari Blambangan yang Dibawa Raja Panji Sakti

  • www.nusabali.com-jejak-sejarah-masjid-jami-safinatussalam-masjid-teladan-bersejarah-nasional-di-desa-pegayaman-buleleng

Raja Mataram Sri Dalem Solo menghadiahkan 100 orang laskar tentara dari Blambangan atas kemenangan Raja Panji Sakti dan pasukan goaknya taklukkan Blambangan

SINGARAJA, NusaBali
Sebuah bangunan megah di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng sangat mencolok terlihat dari jalan utama di pusat desa. Bangunan itu adalah Masjid Jami’ Safinatussalam yang berdiri kokoh di atas dataran yang paling tinggi di Desa Pegayaman. Gaya bangunan masjid ini juga menyita perhatian karena memiliki atap utama berbentuk seperti meru tumpang tiga (bangunan Bali dengan atap tingkat tiga)

Meski pembangunan belum rampung sepenuhnya Masjid Jami’ Safinatussalam selalu ramai dikunjungi umat setempat. Tempat peribadatan untuk umat muslim ini adalah masjid satu-satunya di Desa Pegayaman. Tetua di Desa Pegayaman sejak dulu memang melarang umatnya membangun masjid lain dalam satu desa. Yang diperbolehkan hanya membangun mushola di setiap banjar atau kelompok masyarakat. Hal ini untuk tetap menjalin tali silaturahmi dan kekompakan umat di Pegayaman terjaga dengan baik. Minimal setiap shalat Jumat, 3.000 umat bertemu di masjid untuk beribadah.

Salah satu peninggalan kuno di Masjid Jami’ Safinatussalam. –LILIK 

Tokoh Masyarakat Desa Pegayaman, Ketut Muhamad Suharto, Senin (9/6) menjelaskan Masjid Jami’ Safinatussalam adalah masjid tua yang sudah berumur hampir 375 tahun. Keberadaan masjid tua ini disebut Suharto tidak lepas dari kedatangan laskar dari Jawa sebagai sendi pengaman Kerajaan Buleleng yang dipimpin Raja I Gusti Panji Sakti.

Raja Mataram Sri Dalem Solo menghadiahkan 100 orang laskar tentara Islam dari Blambangan atas kemenangan Raja Panji Sakti dan pasukan goaknya menaklukkan Blambangan. Selain 100 orang laskar juga diberikan seekor gajah dan tiga orang pengembalanya untuk dibawa kembali ke Buleleng. “Laskar dari Tanah Jawa ini datang pada tahun 1648 Masehi, kemudian ditempatkan Raja Panji Sakti di Pegayaman ini. Setelah menetap dan bermukim di sini, tetua kami membangun masjid Jami’ Safinatussalam ini sekitar tahun 1650. Catatan tertulisnya tidak ada, tetapi kami kumpulkan data dari cerita dan tutur tetua-tetua kami,” ucap Suharto.

Tokoh masyarakat Ketut Muhammad Suharto –LILIK 

Sejak awal datang ke Buleleng dan menetap di Pegayaman, laskar muslim Raja Panji Sakti ini pun menjalani kehidupan di tempat baru. Tokoh laskar mulai membangun tempat ibadah yang semula hanya berupa bangunan tiang kayu dan beratapkan ilalang. Masjid sederhana ini pun sempat rusak parah saat Gunung Agung meletus pada tahun 1963. Hingga saat ini dengan bangunan megah berlantai 3 dengan luas 13 are, Masjid Jami’ Safinatussalam sudah direnovasi sebanyak 8 kali. Dananya sebagian besar dari umat dan sebagian dari bantuan pemerintah.

Pria yang juga pengamat sejarah Islam di Bali ini juga menyebut sejak awal peradaban di Desa Pegayaman sangat menjunjung tinggi akulturasi budaya. Meski memiliki perbedaan kepercayaan, umat muslim Pegayaman hingga kini masih menghormati Raja Panji Sakti yang memberikan tempat tinggal untuk mereka. Akulturasi budaya ini tercermin dari nama seluruh warga desa. Meski mereka menganut Islam, namun secara turun-temurun selalu membubuhkan nama Bali di awal nama lengkap mereka.

Khusus untuk bangunan masjid Jami’ Safinatussalam mengadopsi arsitektur Bali, yakni atap utama masjid berbentuk meru tumpang tiga. Selain itu masjid juga punya mimbar khotbah hadiah Raja Panji Sakti yang berukirkan lambang swastika. Ada juga bedug kuno yang ada sejak masjid didirikan. Kayu bedug dari pohon Lengedi, kayu asli Desa Pegayaman hingga kini masih awet dan masih digunakaan, meskipun kulit sapi bedug sudah diganti berkali-kali. Selain Alquran bertulis tangan yang diperkirakan ditulis pada tahun 17-an oleh tokoh agama semasa itu.

“Kami juga punya kesenian burdah yang punya nilai sejarah dan akulturasi sangat tinggi. Pemain budrah biasanya memakai udeng dan lancingan seperti budaya Bali. Lagu yang dibawakan pun menyerupai melodi kidung Bali meskipun syairnya, syair Al-Barzanji,” terang Suharto. Khazanah sejarah dan akulturasi yang tertuang di Masjid Jami’ Safinatussalam, mengantarkannya sebagai Masjid Teladan kategori Masjid Bersejarah tingkat nasional pada tahun 2024 yang dilaksanakan Kementerian Agama (Kemenag) RI. Hal ini pun tetap dirawat dengan baik oleh seluruh warga Desa Pegayaman, untuk menjaga persatuan dalam keberagaman dan toleransi. 7 k23

Komentar