Membangun Konsensus: PPHN Sebagai Arah Kebijakan Untuk Masa Depan Indonesia
PPHN
Kebijakan Nasional
Pembangunan
Pembangunan Nasional
Pokok-Pokok Haluan Negara
UUD NRI Tahun 1945
Mengapa PPHN diperlukan? Apakah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045 sebagaimana UU Nomor 59 Tahun 2024 belum cukup memadai untuk menjadi landasan pembangunan nasional?
Penulis: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH.
(Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI-Perjuangan)
HAKIKAT PPHN
Mengapa PPHN diperlukan? Apakah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045 sebagaimana UU Nomor 59 Tahun 2024 belum cukup memadai untuk menjadi landasan pembangunan nasional?. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka perlu dilihat RPJPN secara komprehensif. Dimana ada 4 (empat) Visi dalam RPJPN 2025-2045 yaitu pendapatan per kapita setara dengan negara maju; kemiskinan menurun dan ketimpangan berkuran; kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat; dan daya saing sumber daya manusia meningkat.
Untuk mencapai visi tersebut dan dikaitkan dengan tujuan 100 tahun kemerdekaan atau dikenal juga dengan Indonesia Emas 2045, RPJPN 2025-2045 telah menegaskan 8 (delapan) agenda pembangunan yaitu: mewujudkan transformasi sosial; mewujudkan transformasi ekonomi; mewujudkan transformasi tata Kelola; memantapkan supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan Indonesia; memantapkan ketahanan sosial budaya, dan ekologi; mewujudkan pembangunan kewilayahan yang merata dan berkeadilan; mewujudkan sarana dan prasarana yang berkualitas dan ramah lingkungan; dan ,ewujudkan kesinambungan pembangunan.
Selanjutnya, bagaimana kaitannya dengan PPHN? Apakah dengan demikian, PPHN “hanya” menegaskan yang sudah diatur dalam RPJPN 2025-2045?. Untuk menjawab hal tersebut, termasuk juga dua keraguan yang ada dalam masyarakat tentang PPHN. Pertama, hakikat PPHN dan kedudukannya setelah adanya RPJPN 2025-2045 (dan juga UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional atau SPPN); kedua, menjawab keraguan masih perlukah haluan negara (PPHN) dan masih berwenangkah MPR menetapkannya?
Dikutip pada Penjelasan UUD NRI Tahun 1945, yang menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan rakyat.” Pada bagian selanjutnya, ditegaskan “Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamika masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari.”
Istilah haluan negara sendiri dipergunakan dalam UUD 1945 sebelum amandemen. Ketentuan Pasal 3 UUD 1945 sebelum amandemen menyebut “MPR menetapkan UUD dan garis-garis besar daripada haluan negara” dan Penjelasannya menyatakan: “...DPR senantiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh undang-undang dasar atau Majelis Permusyawaratan Rakyat...”.
Dalam konstruksi diatas, haluan negara mempunyai makna sebagai pedoman bagi penyelenggaraan negara. Berdasarkan pengalaman UUD 1945 sebelum amandemen, Jimly Asshidiqie berpendapat bahwa haluan negara mencakup pengertian Haluan negara yang tercantum dalam UUD 1945; Haluan negara yang tertuang dalam ketetapan-ketetapan MPR/S; Haluan negara dalam pengertian program kerja yang tertuang dalam Ketetapan MPR tentang GBHN; dan Haluan negara yang tertuang dalam UU APBN.
Sistem UUD 1945 sebelum amandemen menghendaki suatu pola kebijaksanaan yang tersusun secara sistematik, spesifik dan terencana dari waktu ke waktu yang ditunjukkan adanya GBHN. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa haluan negara merupakan tindakan politik yang akan melahirkan hukum. Oleh karena, haluan negara merupakan sumber hukum materiil, artinya ia merupakan sumber inspirasi bagi perbuatan hukum.
Dengan demikian, secara teoritis, PPHN dapat dikaji melalui lensa teori konstitusionalisme substantif yang tidak hanya memandang konstitusi sebagai teks hukum positif, tetapi juga sebagai instrumen etis dan filosofis yang memandu penyelenggaraan negara. Dalam kerangka ini, PPHN dapat diposisikan sebagai bentuk Directive Principles of State Policy (DPSP), yaitu prinsip-prinsip panduan yang terdapat dalam konstitusi atau dokumen kebijakan strategis yang tidak justiciable (tidak dapat dipaksakan melalui pengadilan), namun bersifat fundamental dalam membentuk orientasi legislasi, kebijakan publik, serta alokasi sumber daya nasional.
Dapat disimpulkan bahwa haluan negara mempunyai makna dan kedudukan, pertama; sebagai acuan bagi penyelenggaran negara, dalam hal ini Presiden, untuk melaksanakan perencanaan maupun pembangunan nasional yang merupakan wujud dari kehendak seluruh rakyat Indonesia, demi mencapai suatu cita-cita yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945; kedua, sebagai elaborasi dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal dalam UUD 1945. Disitulah letak norma haluan negara, karena Pembukaan UUD 1945 mengandung konsepsi tentang jiwa bangsa (volksgeist), yang keberadaannya sudah dirintis jauh sebelum Indonesia merdeka.
Sistem bernegara yang dibentuk oleh UUD 1945 menempatkan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama sebagai rujukan tertinggi sekaligus cita-cita luhur yang disepakati oleh para pendiri bangsa dengan mempertimbangkan segala kemajemukan yang terdapat di Indonesia dan sebagai bentuk pengejawantahan nilai-nilai Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Karateristik tersebut, merupakan bentuk konsepsi demokrasi permusyawaratan yang ditekankan oleh para pendiri bangsa. Demokrasi permusyawaratan tersebut, adalah sebagai upaya menekankan konsensus (mufakat) di bawah sistematik negara kekeluargaan. Demokrasi permusyawaratan ini berusaha mengatasi paham perseorangan dan golongan.
Pada pertanyaan pertama, maka kesimpulannya adalah masih diperlukan sebuah haluan negara yang memberikan guidance ke depan bagi bangsa Indonesia, untuk mengaktulisasikan nilai-nilai dari Pancasila dan norma-norma dalam UUD 1945, khususnya sebagai penanda living constitution.
Dalam kaitan itu, maka perlu diperhatikan lebih lanjut Pendahuluan dalam Rancangan PPHN untuk lebih menegaskan desain triangle state consensus (Pancasila-UUD 1945-Haluan Negara).
Komentar