Kelalaian Medis, Dokter asal Kalimantan Hanya Divonis Denda
DENPASAR, NusaBali - Shillea Olimpia Melyta, 30, seorang dokter asal Barito Utara, Kalimantan Tengah, divonis denda Rp 40 juta oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, pada Selasa (25/2) sore. Shillea dinyatakan terbukti melakukan kelalaian dalam penanganan pasien yang berujung pada luka berat.
Ketua Majelis Hakim, I Putu Agus Adi Antara, dalam amar putusannya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 440 ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagaimana dakwaan tunggal Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 40 juta, dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar maka diganti selama dua bulan kurungan,” tegas majelis hakim.
Putusan ini lebih ringan dari yang dituntutkan JPU Imam Ramdhoni sebelumnya yaitu pidana denda sebesar Rp 50 juta, subsider 3 bulan kurungan. Atas hal ini JPU menyatakan menerima, sedangkan terdakwa bersama penasehat hukumnya, I Wayan ‘Gendo’ Suardana, I Wayan Adi Sumiarta, dan I Komang Ariawan, dari Gendo Law Office menyatakan pikir-pikir.
Oleh karena terdakwa menyatakan sikap pikir-pikir atas putusan yang diberikan majelis hakim, terdakwa diberikan waktu 7 hari untuk melakukan upaya hukum lanjutan, apakah akan banding atau pada akhirnya menerima.
Dijelaskan selama sidang, insiden ini terjadi pada 14 Februari 2024 di sebuah vila di Jalan Pantai Berawa, Gang Madu, Desa Tibubeneng, Kuta Utara. Kasus ini berawal saat korban Jamie Irena Rayer Keet, mengalami keluhan sakit punggung dan demam pada pukul 16.00 Wita. Suaminya, Alain David Dick Keet menghubungi klinik Hydro Medical Your IV & Dental Solution yang berlokasi di Jalan Subak Sari No 20, Banjar Tegal Gundul, Desa Tibubeneng, untuk mendapatkan perawatan medis di tempat.
Shillea Olimpia Melyta sebagai dokter mandiri di klinik tersebut akhirnya menangani pasien tersebut, didampingi seorang perawat bernama Putu Adnyana Putra. Pada pukul 19.30 Wita, terdakwa tiba di lokasi dan melakukan pemeriksaan terhadap Jamie. Sebelum memberikan obat, terdakwa bertanya kepada pasien apakah memiliki alergi terhadap obat tertentu. “Jamie sudah menyebutkan bahwa dirinya alergi terhadap obat-obatan yang mengandung Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) seperti Ibuprofen dan Aspirin,” kata JPU.
Meskipun sudah mengetahui alergi tersebut, terdakwa tetap memberikan serangkaian injeksi obat, termasuk Antrain yang diketahui berasal dari golongan obat yang sama dengan Ibuprofen dan Aspirin. “Akibatnya, setelah kurang lebih 30 menit menerima injeksi obat-obatan tersebut, Jamie mulai merasakan efek samping berupa pembengkakan di wajah dan mata, serta mengalami sesak napas yang signifikan,” terang JPU. 7 t
Komentar