Lika-liku Sang Godogan ‘Kungkang Siwa’ Jadi Jawara Lomba Ogoh-Ogoh se-Kabupaten Badung 2025
Sempat Diguyur Hujan hingga Gamelan Terjebak Macet
Kungkang Siwa mengambil cerita rakyat Bali yang berkembang menjadi kesenian arja, yakni Raja Godogan, ceritanya sederhana, namun sarat akan makna
MANGUPURA, NusaBali
Ogoh-ogoh ‘Kungkang Siwa’ karya Sekaa Teruna (ST) Tunas Remaja, Banjar Umahanyar, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Badung menyabet juara 1 dalam perlombaan ogoh-ogoh se-Kabupaten Badung Tahun 2025. Ogoh-ogoh semi ekstrem yang memvisualisasikan wujud Godogan atau kodok ini berhasil meraih nilai 296,5 dalam penilaian dan melampaui nilai 20 ogoh-ogoh lainnya dalam penilaian final Bhandana Bhuhkala Festival 2025 yang digelar di areal Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung pada 15-16 Maret 2025 lalu.
Kungkang Siwa mengambil cerita rakyat Bali yang berkembang menjadi kesenian arja, yakni Raja Godogan. Ceritanya sederhana, namun sarat akan makna kesabaran, dedikasi, dan cinta kasih dalam menerima takdir. Cerita bermula dari sepasang suami istri paruh baya yang bekung (tidak bisa memiliki keturunan) mendambakan seorang putra. Meski sedih, Pan Bekung dan Men Bekung tetap sabar dan senantiasa berdoa kepada Bhatara Siwa.
Suatu hari, doa mereka terjawab. Saat ke ladang, Men Bekung merasa haus dan Pan Bekung berusaha keras mencarikan sumber air. Ditemukanlah sebuah wadah berisi air, dan air itu diminum oleh Men Bekung. Ajaibnya, tak lama kemudian Men Bekung hamil. Namun Men Bekung melahirkan seorang bayi berwujud katak. Antara sedih dan senang, mereka meminta petunjuk atas kejadian ini. Akhirnya mereka mendapat pawisik dari Bhatara Siwa bahwa sebenarnya katak ini merupakan seorang reinkarnasi namun sakti karena bisa berbicara layaknya manusia.
Ia akan berubah menjadi lelaki tampan ketika bertemu dengan jodohnya. Setelah beranjak dewasa, I Godogan bertemu seorang putri raja. Keduanya saling jatuh cinta, namun ditentang oleh sang raja. Karena ketidaksetujuan itu, raja pun memerintahkan pasukannya untuk membunuh I Godogan, namun si katak tidak bisa mati. Tak menyerah, pasukan raja pun akhirnya memotong bagian tubuh katak menjadi empat bagian lalu menyebarnya ke seluruh penjuru desa.
Di tengah kesedihan, Pan Bekung dan Men Bekung memungut potongan-potongan tubuh anaknya dan menyatukan kembali. Ajaibnya, tubuh katak kembali seperti sediakala. Bersamaan dengan kejadian itu, kerajaan sang raja justru terkena musibah. Oleh penasihat spiritual kerajaan, terungkap bahwa penyebab terjadinya musibah bahwa karena memotong tubuh godogan. Si raja akhirnya merestui hubungan si katak dengan anaknya. Setelah direstui, I Godogan seketika berubah menjadi pangeran tampan.
Wakil Ketua ST Tunas Remaja, Agus Deva Somia Antara menuturkan, awalnya ada dua konsep yang ditawarkan yakni cerita Kebo Dongol yakni tradisi di Pura Dalem Bangun Sakti, Kelurahan Kapal dan Raja Godogan. Namun bagi sang arsitek, I Wayan Juliarta atau yang kerap disapa Gadink Tattoo, cukup sulit untuk mengeksekusi Kebo Dongol ke dalam karya ogoh-ogoh. “Setelah menelaah bagaimana Kebo Dongol itu, agak sulit bagi arsitek kami, karena takutnya ada salah penafsiran atau bagaimana. Terus dipilihlah cerita Raja Godogan, karena kebetulan di sini, di Pura Dalem Tambangan Badung kami ada nyungsung gelungan arja. Sehingga cerita Godogan ini yang ditarik menjadi konsep ogoh-ogoh,” ujar Deva saat ditemui di Balai Banjar Umahanyar, Penarungan, Rabu (18/3) lalu.

Foto: Ogoh-ogoh Kungkang Siwa. -IST
Lanjutnya, cerita I Godogan yang sarat nilai kehidupan itu kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk ogoh-ogoh dengan lima karakter yang diwujudkan ke dalam empat badan, antara lain sosok Pan Bekung, Men Bekung, Galuh (putri raja), serta tokoh utama I Godogan dengan inovasi sebuah tapel wajah lelaki di dalam mulut katak. Justru, sosok wajah tampan dalam mulut katak ini menarik perhatian masyarakat, seakan menyatu dengan jalan cerita bahwa katak itu sesungguhnya lelaki berwajah tampan.
Adapun karya ogoh-ogoh ‘Kungkang Siwa’ ini mulai dikerjakan pada pertengahan Januari 2025 hingga hari mendekati penilaian lomba ogoh-ogoh di tingkat zona, 6 Maret 2025. Tak ada bahan spesial yang digunakan, hanya besi dan mesin untuk konstruksi, kardus, kertas, serta ulatan bambu. Total biaya yang dikeluarkan hampir mendekati Rp 70 juta. Dengan pengerjaan yang dirasa sudah maksimal, ST Tunas Remaja optimis masuk nominasi di tingkat zona. Terbukti, dari penilaian di zona 3, ogoh-ogoh ‘Kungkang Siwa’ meraih terbaik pertama dan berhak lolos mengikuti penilaian final lomba ogoh-ogoh di Puspem Badung.
Deva melanjutkan, setelah diumumkan menjadi nominasi terbaik di tingkat zona, dirinya kemudian mengikuti technical meeting (TM) bersama 20 sekaa teruna lainnya yang akan tampil dalam festival lomba ogoh-ogoh di Puspem Badung. “Saat TM, saya rangkum apa yang menjadi poin-poin penilaian seperti koreografi dan fragmen ogoh-ogoh, bagaimana menarikan ogoh-ogoh, dan keselarasan dengan pementasan sesuai konsep wirama, wirasa, wiraga. Termasuk larangan-larangan yang ditetapkan saya catat betul. Karena sebelumnya kami pernah pengalaman beberapa kali ikut lomba ogoh-ogoh, jadi kami sudah punya gambaran perlombaan akan seperti apa. Kami maksimalkan garapan dalam waktu seminggu,” terang mahasiswa semester akhir di Universitas Warmadewa ini.
Diakui, sebelum masuk nominasi di tingkat Kabupaten Badung, ST Tunas Remaja termasuk yang sering langganan juara 1 dan 2 lomba ogoh-ogoh di tingkat Desa Penarungan. Bahkan, ST Tunas Remaja pernah meraih juara 3 tingkat Provinsi Bali sebagai perwakilan Kabupaten Badung tahun 2020 dengan ogoh-ogoh berjudul ‘Kama Salah’. Tahun 2023, ST Tunas Remaja juga keluar sebagai juara 2 dalam Festival Dresta Lango GWK dengan karya ogoh-ogoh ‘Ketu pangindrajala’. “Pengalaman berlomba ini kami jadikan sebagai modal untuk semangat. Secara garis besar kami paham bagaimana penjurian itu berlaku dan apa yang dinilai,” kata Deva.
Lebih lanjut Deva menceritakan, ada banyak lika liku menarik yang mengiringi perjalanan ST Tunas Remaja saat berlaga di Festival Lomba Ogoh-ogoh ‘Bhandana Bhuhkala’ yang mempertemukan 21 ogoh-ogoh terbaik se-Kabupaten Badung itu. Diawali dari pemindahan ogoh-ogoh ke Puspem Badung yang disambut hujan saat melewati daerah persawahan. Bahkan Deva merasa, karakter katak dalam ogoh-ogoh ini seakan disambut oleh alam selama perjalanan. “Ini yang aneh menurut kami. Sewaktu di banjar persiapan bawa ogoh-ogoh ke Puspem, cuaca cerah bahkan tidak ada tanda-tanda akan hujan. Tapi sepanjang jalan melewati persawahan di Penarungan, mulai hujan deras. Kami sudah panik saat itu, takut ogoh-ogoh rusak karena tidak ditutupi terpal. Akhirnya kami pasrah dan coba berpikir positif, oh katak memang habitatnya di sawah, mungkin perlu air. Jadi kami mencoba menikmati perjalanan itu. Baru setelah sampai Anggungan, tidak ada sawah lagi, hujannya berhenti,” tuturnya.
Tak hanya itu. Saat hari H berlomba, perangkat gamelan ST Tunas Remaja juga mengalami kendala terjebak macet saat masuk Puspem Badung yang sudah penuh sesak oleh masyarakat yang antusias menonton. Deva mengakui, saat itu pihaknya memang keliru memanajemen waktu. Sedangkan panitia penyelenggara juga tidak berekspektasi bahwa masyarakat akan tumpah ruah. Alhasil, hingga pementasan nomor urut 3, gamelan milik ST Tunas Remaja masih terjebak di pintu masuk Puspem Badung. Sedangkan ST Tunas Remaja mendapat nomor undi 8. “Untuk penari dan seluruh perlengkapan sebetulnya sudah di lokasi, tapi yang tertahan itu gamelan,” kata Deva.
Dengan segala daya upaya, ST Tunas Remaja pun mengusahakan agar perangkat gamelan bisa masuk. Situasi di luar dugaan itu pun membuat ST Tunas Remaja harus pentas di nomor terakhir. Semula, ST Tunas Remaja semestinya tampil nomor urut 8 di hari pertama. “Atas koordinasi Ketua ST kami, Kadek Agus Kresna Jayanta dengan panitia, akhirnya kami diberi pilihan tampil paling akhir,” ucap Deva. Dengan berbagai lika liku yang dihadapi, Deva pun mengaku sampai saat ini belum percaya jika ST Tunas Remaja dinobatkan menjadi juara umum 1 dalam perlombaan ogoh-ogoh se-Badung tahun 2025. Pasalnya, dirinya melihat penampilan peserta lain juga sangat bagus. Namun demikian, pihaknya bersyukur telah tampil dengan maksimal di tengah banyaknya tantangan. 7 ind
Komentar