Diatur Sanksi dan Kerja Sama Pihak Ketiga
Gubernur Koster Ajukan Revisi Perda Pungutan Wisatawan Asing
Terungkap dari 6.333.360 wisatawan asing yang datang ke Bali sepanjang 2024, hanya 2.121.388 yang membayar pungutan atau sekitar 33,50 persen saja
DENPASAR, NusaBali
Setelah lebih dari setahun diterapkan, Pungutan Wisatawan Asing (PWA) masih menghadapi kendala. Dari total 6,3 juta wisatawan mancanegara (Wisman) yang datang sepanjang tahun 2024, hanya sekitar 2,1 juta yang membayar pungutan atau hanya 33,50 persen. Gubernur Bali Wayan Koster menilai kondisi ini perlu segera diperbaiki agar kebijakan tersebut berjalan lebih efektif. Untuk memaksimalkan pungutan, Pemprov Bali akan bekerja sama dengan pihak ketiga dan menerapkan sanksi bagi wisatawan asing yang tak bayar.
Hal ini disampaikan Koster saat menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Tahun 2024 dalam Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024/2025 di DPRD Bali, Rabu (19/3) pagi. Rapat paripurna kemarin dipimpin Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack.
Selain membahas LKPJ, Koster juga memaparkan rancangan revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing serta Ranperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2025-2055. Menurut Koster, masih rendahnya angka kepatuhan wisatawan asing dalam membayar pungutan menandakan adanya celah dalam sistem yang diterapkan saat ini.
Kebijakan pungutan ini telah diterapkan sejak 14 Februari 2024 sebagai sumber pendanaan untuk pelindungan kebudayaan dan lingkungan Bali. Namun, dari 6.333.360 wisatawan asing yang datang ke Bali sepanjang 2024, hanya 2.121.388 yang membayar pungutan atau sekitar 33,50 persen. “Hal ini menunjukkan kebijakan tersebut perlu diperbaiki agar lebih efektif,” tegasnya. Salah satu poin yang diusulkan adalah penyesuaian ruang lingkup peraturan dan penambahan pengecualian bagi wisatawan tertentu. Selain itu, hasil pungutan nantinya tidak hanya digunakan untuk pelindungan kebudayaan dan lingkungan, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan pariwisata.
"Peningkatan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilakukan melalui kegiatan peningkatan kualitas destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan pariwisata," kata Koster. Lebih lanjut, Koster menjelaskan dalam rancangan perubahan Perda ini juga diatur mengenai kemungkinan kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dengan pihak lain dalam penyelenggaraan pungutan wisatawan asing. Pihak yang bekerja sama tentu akan mendapat imbal jasa maksimal 3 persen dari total transaksi.
"Seseorang atau kelompok yang bekerja sama dengan Pemprov dalam menyelenggarakan PWA dapat diberikan imbal jasa paling tinggi 3 persen dari besaran dan jumlah transaksi Pungutan bagi Wisatawan Asing," jelasnya. Selain itu, dalam Ranperda ini juga ditambahkan ketentuan mengenai sanksi administratif bagi wisatawan asing yang tidak membayar pungutan sebagaimana yang telah ditetapkan.
Dalam kesempatan yang sama, Koster juga memaparkan Ranperda Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2025-2055. Ranperda ini disusun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang telah mengalami beberapa perubahan hingga yang terakhir dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Regulasi ini akan menjadi pedoman dalam berbagai perencanaan pembangunan daerah, termasuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang, tata ruang, dan kajian lingkungan hidup strategis.
"Menjaga keberlanjutan lingkungan hidup di Provinsi Bali menjadi tanggung jawab kita bersama, karena merupakan aset masyarakat Bali dan warisan yang harus dilestarikan demi masa depan generasi mendatang," tegasnya. Ranperda tersebut terdiri dari delapan bab dan lima belas pasal yang mengatur langkah-langkah perlindungan serta pengelolaan lingkungan. Koster menegaskan kebijakan ini menjadi bagian integral dari pembangunan berkelanjutan Bali dan selaras dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’.
Terkait revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023 tentang PWA, hal ini mendapat dukungan dari DPRD Bali, khususnya Komisi II yang membidangi ekonomi dan pariwisata. Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih, menilai perubahan ini diperlukan untuk memperbaiki mekanisme pemungutan agar lebih efektif.
Menurutnya, revisi ini lebih berfokus pada tata cara pembayaran serta bentuk sanksi bagi wisatawan yang belum membayar pungutan. "Sebenarnya untuk pembahasan perda ini kan hanya ada beberapa pasal, dan sebenarnya lebih mengarah kepada mekanisme untuk mendapatkan pembayaran tersebut dan mungkin bentuk sanksi atau sebagainya, ataupun misalnya pembayaran dengan cara-cara seperti apa. Cuma itu aja sih sebenarnya perubahannya," ujarnya. Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah kerja sama dengan pihak ketiga untuk memperbaiki sistem pemungutan.
Ajus Linggih, panggilan akrabnya ini, menyebutkan mekanisme pembayaran melalui maskapai penerbangan menjadi salah satu solusi yang sedang diuji coba. Kerja sama ini melibatkan SITA (Société Internationale de Télécommunications Aeronautiques), sebuah perusahaan teknologi informasi yang melayani komunitas penerbangan global.
"SITA ini adalah kumpulan maskapai-maskapai internasional dan sudah ada di seluruh negara. Infonya, sekitar 60-80 persen maskapai yang terbang ke Bali itu sudah anggota SITA, jadi melalui itu pembayarannya akan jadi seperti ini, ketika orang beli tiket ke Bali di maskapai tersebut nanti akan ada imbauan untuk membayar PWA, lalu bisa bayar pada saat beli tiket atau nanti bisa bayar pada saat di Bali," jelasnya.
Dengan sistem ini, wisatawan yang belum membayar pungutan akan mendapat notifikasi saat melakukan check-in. Jika pungutan belum dibayar, boarding pass tidak bisa diterbitkan sebelum kewajiban tersebut diselesaikan. "Tentu ini masih trial ya, Astungkara dengan pola seperti ini harapannya bisa meraup mungkin di atas 90 persen pembayaran PWA bagi wisatawan yang ke Bali," katanya. Senada dengan itu, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, menjelaskan evaluasi terhadap pelaksanaan PWA yang baru mencapai 33,50 persen dari total wisatawan menjadi dasar utama revisi perda ini. Salah satu aspek yang diperbaiki adalah kerja sama dengan pihak ketiga dalam pemungutan. "Beberapa hal yang kita revisi rencananya terkait dengan kerja sama dengan pihak ketiga. Memang kalau sebelumnya sudah ada di SK integrasi bahwa yang kita ajak kerja sama ada dua hal, namanya collecting agen dan mitra manfaat," ujar Tjok Pemayun.
Menurutnya, dalam skema kerja sama ini, BTB (Bali Tourism Board) bertindak sebagai collecting agent. Sementara itu, mitra manfaat adalah pihak yang memberikan manfaat langsung dalam pelaksanaan pemungutan dan akan diberikan imbal jasa. Besaran insentif bagi mitra ini, kata Pemayun, akan disesuaikan dengan regulasi yang berlaku. "Mekanismenya ya sesuai dengan kerja sama, ada MoU dulu, kita lihat nanti seperti apa kewajibannya dan hak-haknya dia," imbuhnya. 7 t
Komentar