Konservasi Lontar Pura Dalem Mpu Aji di Banjar Buaji, Desa Adat Bekul, Penatih Dangin Puri, Denpasar
Sastra Warisan Sulinggih Waisnawa dari Bangsawan Bali Kuno
Ada banyak jenis sastra kuno yang diwariskan Mpu Aji dan dimuat di dalam lontar, mulai soal kawisesan, Kaputusan Saraswati, Padalangan hingga tetakson
DENPASAR, NusaBali
Puluhan cakep (gulungan) lontar bersejarah berhasil dikonservasi Penyuluh Bahasa Bali di Pura Dalem Mpu Aji, Banjar Buaji, Desa Adat Bekul, Desa Penatih Dangin Puri, Denpasar, Selasa (25/2/2025). Lontar-lontar ini adalah warisan seorang sulinggih Waisnawa berdarah bangsawan Kerajaan Gelgel.
Jero Mangku Gede Pura Dalem Mpu Aji I Wayan Yasa,58, menuturkan bahwa lontar-lontar tersebut kemungkinan berasal dari abad ke-18 Masehi. Namun, ilmu yang ditulis di dalam naskah kuno ini diyakini sudah ada dan dipraktikkan di wilayah yang sekarang bernama Buaji ini sebelum Pura Dalem Mpu Aji berdiri tahun 1500 Masehi.
“Lontar-lontar ini adalah warisan leluhur kami. Secara utuh sebenarnya ada 70 cakep, tetapi karena di generasi kakek saya lontar-lontar itu diajarkan dan dipinjamkan sehingga banyak tercecer dan tersisa sekarang sekitar 20 cakep lontar,” kata Jero Mangku Yasa ketika ditemui di sela kegiatan konservasi, Selasa pagi.

Jero Mangku Gede Pura Dalem Mpu Aji I Wayan Yasa –NGURAH RATNADI
Lontar warisan Pura Dalem Mpu Aji tidak terlepas dari sosok pendiri pura dan pamucuk Buaji di masa silam yakni Ida I Dewa Anggungan. Ia adalah putra sulung Ida I Dewa Tegal Besung. Ia juga sepupu Dalem Waturenggong, sekaligus cucu Raja Bali pertama pasca ditaklukkan Majapahit yakni Sri Aji Kresna Kepakisan. Menurut Jero Mangku Yasa, Dewa Anggungan memutuskan hubungan dengan keluarga Kerajaan Gelgel untuk menjalankan kesulinggihan. Berbeda dengan mayoritas bangsawan Gelgel yang menganut Siwa-Buddha, Dewa Anggungan mempertahankan ajaran leluhurnya sebagai seorang Waisnawa (aliran Wisnu). “Oleh karena itu, Beliau melepas gelar kebangsawanan, pergi dari istana sampai Beliau tiba di Buaji. Di sini Beliau melalui tahapan yang kalau sekarang disebut diksa mulai dari Bhujangga Aji, kemudian menjadi Dukuh, dan akhirnya bergelar Mpu Aji,” ungkap Jero Mangku Yasa.
Ada banyak jenis sastra kuno yang diwariskan Mpu Aji dan dimuat di dalam lontar. Sastra tersebut membahas kawisesan, Kaputusan Saraswati, Kaputusan Padalangan, pangastawa, asta kosala kosali, wariga, tetakson, sampai kebuddhaan. Namun, sastra warisan yang paling utama adalah lontar Kaputusan Jagatnatha.
Kata Jero Mangku Yasa yang mulai ngayah sejak tahun 2014 silam ini, lontar Kaputusan Jagatnatha mengupas ritus yang dijalani manusia dari lahir sampai mencapai sunyaloka.
Upaya-upaya kamoksan ini dibahas dari sudut pandang ritus dan kawisesan. Dapat dibilang Kaputusan Jagatnatha ini adalah rangkuman seluruh sastra kuno di Pura Dalem Mpu Aji. “Kaputusan Jagatnatha juga memuat ritus dan situs Pura Dalem Mpu Aji. Ritus apa dan bagaimana yang harus dilaksanakan serta tempatnya di mana, itu dibahas di dalam lontar. Lokasi nyatanya pun terbukti ada seperti Pura Taman Sari Pancaka Tirta di timur pura dan Geria Sunia di bawah pohon kepah di utara pura,” tegas Jero Mangku Yasa.
Kaputusan Jagatnatha juga memuat rerajahan aksara dan mantra-mantra pingit pendukung ritus. Menurut Mangku Yasa, apa yang dijelaskan di dalam sastra kuno ini adalah sesuatu yang dipraktikkan Mpu Aji selama merawat bumi Buaji di masa silam. Praktik-praktik itu lantas diabadikan di dalam lontar Kaputusan Jagatnatha. Sementara itu, Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kota Denpasar I Wayan Yogik Aditya Urdhahana,36, menjelaskan bahwa 30 persen dari keseluruhan lontar warisan Pura Dalem Mpu Aji dalam kondisi tidak utuh. Kondisi lontar ada yang dimakan rayap dan tercerai berai dari gulungan induknya.
“Yang tercecer itu ada lontar mengenai usada, asta kosala kosali, dan tentang mantra. Paling banyak itu asta kosala kosali yang cakep lontarnya tidak utuh,” beber Yogik ketika ditemui di sela kegiatan konservasi, Selasa pagi. Yogik belum bisa mengulas tentang usia lontar-lontar warisan Pura Dalem Mpu Aji ini dilihat dari tarikh penulisan lontar. Kata dia, masih perlu proses identifikasi lebih jauh untuk mengkatalogkan puluhan lontar tersebut, termasuk tarikh penulisan naskah lontarnya.
Di sisi lain, Jero Mangku Yasa berharap konservasi lontar yang dihelat serangkaian Bulan Bahasa Bali VII Tahun 2025 ini dapat menjaga dan memperpanjang umur lontar yang diyakini ditulis berabad-abad silam ini. Dengan begitu, ilmu yang diwariskan Mpu Aji dapat terus diajarkan dan tetap bertahan sepanjang zaman. 7 ol1
Komentar