DPR RI: Regulasi Lalu Lintas Perlu Diperdalam
JAKARTA, NusaBali - Kecelakaan akibat rem blong yang menelan korban jiwa di Tol Ciawi, Bogor, Jawa Barat mendapat sorotan Anggota Komisi V DPR RI, Sofwan Dedy Ardyanto. Menurut Sofwan, kecelakaan tersebut bisa dilihat dari tiga variabel. Pertama, regulasinya. Kedua, implementasi dari regulasi tersebut. Ketiga, pelaksanaan dari operator.
Dari sisi regulasi, kata pria dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) ini, sudah ada mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diatur dalam UU Nomor22 Tahun 2009. Dalam Pasal 184, bahwa tarif antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum sudah tidak ada lagi. Tarif bawah pun, tidak diatur lagi oleh UU. Melainkan, diserahkan kepada mekanisme pasar.
Itu menjadi salah satu penyebab, siapa yang paling murah dan bisa mengangkut paling banyak akan mendapatkan job. "Terkait regulasi ini, perlu didalami lagi karena akan ada perubahan RUU Lalu Lintas. RUU itu, sudah masuk prolegnas tahun 2025 dan diagendakan untuk dibahas Komisi V," ujar Sofwan dalam Dialektika Demokrasi dengan tema Bagaimana Langkah Tepat Mengurangi Laka Akibat Rem Blong di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Selasa (11/2).
Oleh karena itu, lanjut Sofwan, dengan kejadian tersebut Komisi V DPR RI akan lebih detail lagi dalam mendalami aspek-aspek untuk bisa menghindari agar kejadian itu tidak terulang lagi di masa akan datang. Sementara mengenai implementasi regulasi, kata Sofwan, kuncinya adalah monitoring dan pengawasan. "Ini perlu diperketat," kata Sofwan.
Peran Komisi V DPR RI pun, tidak kalah penting. Terlebih dalam melakukan fungsi pengawasan. Sedangkan mengenai variabel ketiga, terkait pelaksanaan dari operator Sofwan mengatakan, sumber daya manusia di sektor perhubungan darat perlu di up grade untuk masuk ke dalam sistem transportasi darat. "Untuk itu, program peningkatan sumber daya manusia seperti sopir perlu ditingkatkan," ucap mantan jurnalis ini.
Sedangkan Pengamat Transportasi Darmaningtyas menyatakan, terjadinya kecelakaan terhadap bus atau truk, karena selama ini terjadi pembiaran atas hazard yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. "Kita mengetahui dan menyadari bahwa truk-truk yang Over Dimensi dan Over Loading (ODOL) itu berpotensi terjadinya laka lantas, tapi tidak ditindak," kata Darmaningtyas.
Bahkan, lanjut Darmaningtyas, yang terjadi justru dibekingi oleh oknum yang punya kekuatan. Dilain sisi, tidak ada pembinaan terhadap profesi pengemudi truk dan bus. Disamping itu, masyarakat inginnya mendapatkan layanan transportasi yang murah, bukan yang berkeselamatan.
Bila pemerintah serius ingin memberantas ODOL, kata Darmaningtyas, maka perlu sejumlah strategi yang dapat dilakukan. Antara lain, membangun kesadaran kolektif bahwa ODOL itu merugikan banyak pihak dan hanya menguntungkan beberapa pihak saja sehingga harus dihilangkan. Membangun perspektif dan komitmen yang sama antar stake holder, terutama K/L untuk menghilangkan ODOL. "Penegakan hukum secara konsisten, jangan hanya seremonial dan sesaat saja," tegasnya.k22
Komentar