DEN: Selain RI Efisiensi Anggaran Juga Dilakukan Negara Lain
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN)
Mari Elka Pangestu
Amerika Serikat (AS)
Mandiri Investment Forum
JAKARTA, NusaBali - Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menyebut, tidak hanya Indonesia yang menerapkan efisiensi anggaran, namun Vietnam hingga Amerika Serikat (AS) juga menerapkan kebijakan tersebut.
Dia menilai kebijakan ini wajar diterapkan mengingat kondisi ketidakpastian global yang mendorong gerak ruang fiskal kian terbatas.
“Bukan hanya Indonesia yang melakukan efisiensi, Vietnam melakukan (efisiensi anggaran), China melakukan, Amerika Serikat melakukan efisiensi. Negara lain juga melakukan efisiensi karena intinya kita melihat banyak ketidakpastian di dunia sehingga bagaimana ruang fiskal itu bisa dijaga,” ujar Mari dalam acara Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Mari menjelaskan, efisiensi anggaran saat ini memang diperlukan agar belanja negara lebih efektif untuk program-program yang secara langsung berdampak terhadap masyarakat.
Namun di saat bersamaan, pemerintah juga harus tetap menjaga aspek-aspek yang berkaitan pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dan bagaimana peran dari stimulus menjaga masyarakat di lapisan bawah atau yang rentan. Ini semua harus menjadi bagian, jadi jangan hanya melihat efisiensinya, tapi juga belanja-belanja yang lebih efektif,” ucapnya.
Kendati demikian, Mari mengaku DEN belum dimintai pertimbangan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pembahasan lebih lanjut terkait efisiensi anggaran.
“Belum, kita belum (dimintai pertimbangan), kita menunggu dulu karena kelihatannya ini masih bergerak. Jadi mungkin nanti pada saatnya tentu kita akan melakukan pendalaman dan analisis,” tutur Mari.
Menurutnya, kebijakan ini masih perlu dibahas lebih lanjut. “Ini kan baru di awal suatu pengumuman. Kita kasih waktu supaya kebijakan ini bisa dijalankan sesuai dengan keinginannya untuk efisiensi plus meningkatkan efektivitas belanja,” ujarnya.
Mari menilai Indonesia perlu memodernisasi sektor jasa serta mengatasi permasalahan di sektor informal. “Agar Indonesia bisa berkembang, selain memastikan daya saing dan iklim investasi yang baik, kita juga harus fokus pada bagaimana meningkatkan dan memodernisasi sektor jasa serta menangani sektor informal,” kata Mari.
Menurutnya, kontribusi sektor jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) serta tingkat pekerjaannya memang meningkat, tetapi sebagian besar masih dalam sektor jasa tradisional berpenghasilan rendah, seperti perdagangan, ritel, dan konstruksi.
Sementara sektor-sektor tersebut termasuk dalam sektor informal. Dia menyinggung soal penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi di sektor jasa berpenghasilan rendah dalam lima tahun terakhir, yang menjadi salah satu pemicu penurunan jumlah kelas menengah. Sebab, meski lapangan kerja bertambah, pertumbuhan upahnya terbilang lambat.
Maka dari itu, pemerintah perlu membuka lebih banyak sektor jasa yang saat ini masih dibatasi, seperti pendidikan dan kesehatan. Dia mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai mengizinkan rumah sakit dan universitas asing untuk beroperasi.
Di sisi lain, dia berpendapat sejumlah sektor Indonesia masih tertinggal, contohnya sektor digital. Konektivitas digital serta kapasitas pemrosesan atau infrastruktur broadband di Indonesia masih belum cukup untuk memungkinkan kita menawarkan jasa berkualitas tinggi ke luar negeri.
Selain itu, talenta digital dalam negeri pun masih butuh dorongan untuk pengembangan. Mari menyebut pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan menjadi upaya lain yang tak kalah penting.
“Jika kita belum memiliki cukup talenta di dalam negeri, kita harus terbuka terhadap tenaga kerja asing yang dapat membantu mengembangkan talenta domestik,” tambahnya. 7 ant
Komentar