Hari Pagerwesi, Akademisi Ajak Merefleksikan Kebijaksanaan di Era Globalisasi
SINGARAJA, NusaBali - Umat Hindu di Bali kembali merayakan Hari Raya Pagerwesi, yang jatuh setiap 210 hari sekali dalam kalender Pawukon, Selasa (12/2).
Pagerwesi yang berarti "pagar dari besi" memiliki makna simbolis sebagai benteng spiritual dan intelektual untuk menjaga manusia dari pengaruh negatif kehidupan.
Akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri, I Made Bagus Andi Purnomo menyampaikan bahwa Pagerwesi bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga momentum refleksi untuk memperkuat kebijaksanaan dalam menghadapi tantangan globalisasi.
“Di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat, Pagerwesi menjadi pengingat bahwa kebijaksanaan harus menjadi pondasi dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebijaksanaan bukan hanya soal kecerdasan intelektual, tetapi juga kemampuan mengambil keputusan yang benar, etis, dan berkelanjutan,” ujar dia, Selasa (11/2).
Ia menyebut bahwa perayaan ini relevan dengan kondisi dunia saat ini yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi, serta maraknya kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence(AI). Menurutnya, kebijaksanaan (jnanam) adalah benteng utama untuk menjaga manusia tetap berada di jalan kebenaran (dharma) dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Purnomo juga menyoroti bahwa kebijaksanaan memiliki makna universal dan tidak terbatas pada umat Hindu saja. Filosofi Tri Hita Karana yang mengajarkan harmoni antara manusia, lingkungan, dan Tuhan sejalan dengan nilai-nilai global yang menekankan pentingnya keberlanjutan dan keseimbangan hidup.
"Pagerwesi tidak sekadar ramai dengan ritual dan upacara. Ini adalah waktu yang tepat untuk refleksi diri, menguatkan solidaritas sosial, serta meningkatkan kesadaran dalam menjaga alam, termasuk upaya penanganan sampah yang masih menjadi persoalan serius," jelasnya.
Lebih lanjut, Purnomo mengutip filsuf Yunani, Plato, yang menyebut kebijaksanaan sebagai pemahaman terhadap bentuk tertinggi dari kebaikan (the form of the Good). Ia menegaskan bahwa dalam konteks lokal Bali, kebijaksanaan diwariskan melalui nilai-nilai budaya dan ritual yang dijaga turun-temurun, seperti keseimbangan hidup (rwa bhineda) dan harmoni sosial.
Dengan nilai-nilai luhur yang diusungnya, Pagerwesi menjadi pengingat bahwa kebijaksanaan adalah fondasi penting dalam menghadapi era global yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Perayaan ini bukan hanya tentang ritual semata, tetapi juga momentum untuk memperkuat spiritualitas dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
"Jika kebijaksanaan ini benar-benar diterapkan, kita tidak hanya akan mencapai kedamaian dunia, tetapi juga moksartham jagadhita, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat," tutup Purnomo.7 mzk
Komentar