I Gusti Ngurah Ketut Sudiarta, Dalang Legendaris asal Desa Kukuh, Marga, Tabanan Tutup Usia
Beken di Era Tahun 1980-an, Sehari Bisa Gelar Pentas Dua Kali
Karier dalang Gusti Sudiarta mulai redup sekitar tahun 1995, pasca kecelakaan saat hendak pentas yang mengharuskannya beristirahat dalam waktu cukup lama
TABANAN, NusaBali
Bali kehilangan salah satu seniman legendaris, menyusul meninggalnya Dalang I Gusti Ngurah Ketut Sudiarta, seniman serba bisa asal Banjar Tengah, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan di usianya yang ke 79 tahun. Dalang yang populer pada era tahun 1980-an ini meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Tabanan pada, Rabu (5/2) karena penyakit liver yang sudah dideritanya sejak lama.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Gusti Sudiarta sempat drop hingga tidak sadarkan diri pada, Selasa (4/2) sore sekitar pukul 15.00 Wita. Kemudian keluarga langsung melarikannya ke UGD RSUD Tabanan. Sempat menjalani perawatan sehari, akhirnya, Rabu pagi sekitar pukul 04.00 Wita oleh dokter dinyatakan telah berpulang.

Dalang I Gusti Ngurah Ketut Sudiarta –IST
"Ratu (ayah) memang memiliki penyakit liver sejak lama dan sudah sering bolak balik rumah sakit," ungkap putra pertama almarhum, yakni I Gusti Ngurah Made Dwi Putra Yadnya didampingi putra ketiganya I Gusti Ngurah Agung Tri Inarcana saat ditemui di rumah duka, Kamis (6/2). Saat ini jenazah almarhum sudah disemayamkan di rumah duka Banjar Tengah, Desa Kukuh, Kecamatan Marga. Sesuai rembug keluarga upacara palebon bakal dilaksanakan pada Sukra Paing Shinta, Jumat 14 Februari 2025 mendatang di Setra Adat Kukuh. "Ini juga sesuai pesan semasa hidup Ratu, jika meninggal meminta tidak dikubur melainkan langsung dilaksanakan prosesi pengabenen," ujar Gusti Putra Yadnya.
Almarhum I Gusti Ngurah Ketut Sudiarta adalah dalang populer di tahun 80-an. Saking terkenalnya sering dalam sehari bisa pentas sampai dua kali di tempat berbeda. Bahkan dalam pementasannya, penonton sampai dikenakan tiket masuk karena saking familiar pertunjukan wayang yang dibawakan.
Selain mahir mendalang, almarhum kelahiran Desember 1946 ini juga dikenal sebagai pembina Utsawa Dharma Gita (UDG) di Kabupaten Tabanan. Hampir seluruh tembang dikuasai hingga memiliki siswa yang dibina untuk pengembangan Utsawa Dharma Gita di Tabanan.

Suasana rumah duka di Banjar Tengah, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Kamis (5/2). –DESAK
Almarhum juga mahir di bidang sastra hingga undagi khususnya dalam pembuatan wadah (petulangan). Berkat itulah sejumlah piagam penghargaan seni didapatkan almarhum Gusti Sudiarta semasa hidup. Menurut putranya Gusti Putra Yadnya, seni dalang dan Utsawa Dharma Gita ini dipelajari almarhum secara otodidak. Memang ada darah seni dalang dari keluarganya terutama ayah dari almarhum sendiri. "Ratu belajar secara otodidak, tapi memang memiliki bakat. Sempat sekolah di SMA Kokar (SMAN 3 Sukawati) namun tidak tamat," bebernya. Disebutkan almarhum adalah seniman yang ulet dan tidak mengenal lelah. Bahkan dalam kondisi sakit masih rutin membersihkan wayang yang disimpan di keropaknya. Terakhir almarhum sempat pentas 5 bulan lalu di sekitaran Desa Kukuh.
Gusti Putra Yadnya menambahkan karier sang ayah mulai redup sekitar tahun 1995. Kala itu ayahnya bersama rombongan hendak pentas ke wilayah Munduk, Buleleng. Naas saat itu rombongan mengalami kecelakaan dimana truk pengangkut rombongan mengalami rem blong yang membuat truk masuk ke kebun cengkeh dan menabrak sejumlah pohon.
Beruntung saat itu almarhun Gusti Sudiarta selamat, namun mengalami cedera di bagian leher belakang karena pintu truk di sebelah kiri sebagai tempat duduk almarhum lepas. "Nah karena sakit itulah lama sekali tidak pentas sampai 6 bulan. Saat itu banyak yang mencari namun ditolak karena masih sakit. Mulai dari sanalah karier Ratu mulai redup ditambah juga adanya regenerasi seniman (dalang)," terangnya.
Dipaparkan, dalam cerita pewayangan yang dipentaskan, almarhum lebih banyak mengambil cerita Ramayana. Karena saking menjiwai, penonton banyak yang terkesima hingga ada yang menangis, apalagi saat adegan perang seperti terkesan nyata. Makanya usai pentas banyak wayang almarhum yang rusak karena memang benar-benar dijiwai sekali.
Di mata keluarga terutama bagi sang anak, almarhum Gusti Sudiarta adalah sosok ayah yang tegas serta berjiwa sosial. Selain itu almarhum dikenal sosok ayah yang tidak pilih kasih sehingga keluarga sangat kehilangan almarhum. "Ratu ini juga ayah yang sosial, rela menolong meskipun keadaan sendiri sedang tidak punya. Kami sangat kehilangan," tutur Gusti Putra Yadnya. Ada permintaan almarhum yang belum dipenuhi yakni ketika nanti berusia 80 tahun ingin dirayakan ulang tahunnya. Bahkan keluarga sudah menyiapkan hal tersebut.
Buat selamanya almarhum meninggalkan dua orang istri masing-masing Ni Gusti Ayu Kasiani dan Ni Gusti Ayu Supari, tiga orang putra, dan meninggalkan empat orang cucu. Saat ini yang meneruskan bakat seniman tersebut adalah putranya yang ketiga, yakni Gusti Ngurah Agung Tri Inarcana. 7 des
Komentar