nusabali

Tunggu Operasi Pasar, Warga Antre Sejak Pagi

Pemprov Bali Gelar Rakor Sikapi Dinamika Distribusi LPG 3 Kg

  • www.nusabali.com-tunggu-operasi-pasar-warga-antre-sejak-pagi

MANGUPURA, NusaBali - Ratusan warga, mayoritas ibu rumah tangga, tampak sabar mengantre sejak pagi di Halaman Kantor Lurah Kuta, Kecamatan Kuta, Badung, Selasa (4/2) pagi.

Mereka membawa tabung gas elpiji 3 kilogram (kg) atau yang sering disebut gas melon untuk ditukar dalam operasi pasar khusus yang digelar pemerintah dengan harga Rp 18.000. Dengan menggenggam fotokopi KTP sebagai syarat pembelian, mereka menanti kedatangan mobil pengangkut gas elpiji sejak pukul 07.00 Wita. Tatapan mereka penuh harap, menunggu kesempatan mendapatkan gas bersubsidi yang belakangan semakin sulit ditemukan.

Di antara mereka, I Gusti Ayu Suwistri, warga Banjar Pelasa, Kuta, tampak duduk tenang sambil memegang nomor antrean dan fotokopi KTP. Wanita berusia 60 tahun ini menggantikan suaminya yang sejak pagi sudah ikut mengantre. “Nggih, saya gantiin suami tadi. Dari pagi dia antre, tapi karena ada kegiatan lansia di banjar, jadi saya yang datang ambil gasnya,” ujar Ayu Suwistri ditemui di Kantor Lurah Kuta, Selasa pagi.

Ayu Suwistri mengaku sudah dua hari kesulitan mendapatkan gas. Jika pun ada, harganya melambung tinggi di warung-warung sekitar. Dia mengaku, jika membeli gas melon di warung bisa mencapai Rp 35.000. Sedangkan di SPBU masih dalam batas normal, yakni Rp 20.000. “Hari ini saya beli Rp 18.000, jauh lebih murah,” katanya sembari mengatakan satu tabung gas bisa bertahan hingga dua minggu meski ia tidak terlalu sering memasak. Kelangkaan gas ini semakin dirasakan oleh ibu rumah tangga yang harus memasak setiap hari. Ni Wayan Astrini,48, mengungkapkan betapa sulitnya mendapatkan gas elpiji dalam beberapa hari terakhir.

“Terus terang, ini berat banget, apalagi buat ibu-ibu yang masak setiap hari. Kemarin terakhir beli sudah mulai langka harganya sampai Rp 35.000-Rp 40.000 di warung. Sekarang warung-warung jadi pelit, banyak yang ngaku gasnya sudah dipesan duluan,” keluhnya. Dia bahkan harus berkeliling ke enam titik warung dan SPBU sebelum akhirnya menemukan gas dalam operasi pasar ini. Sebagai alternatif, Astrini terpaksa menggunakan kompor listrik, meski konsekuensinya tagihan listrik membengkak. 

“Kemarin saya cari di enam tempat, nggak ada. Ke SPBU pun nggak datang barangnya. Baru dapat di sini. Terpaksa masak pakai kompor listrik, jadi listriknya yang boros,” katanya. Bagi banyak warga, operasi pasar ini menjadi penyelamat. Dengan harga yang jauh lebih murah daripada di warung, mereka merasa sangat terbantu. Operasi pasar seperti ini diharapkan bisa terus berlanjut agar masyarakat, khususnya mereka yang benar-benar membutuhkan dapat memperoleh gas elpiji 3 kg dengan harga yang sesuai. “Dengan adanya operasi pasar hari ini seneng banget, berterima kasih banget sama pemerintah, harganya juga terjangkau lebih murah jauh dari pada di warung-warung,” ujarnya lega.

Selain di Kecamatan Kuta, operasi pasar khusus gas elpiji 3 kg ini juga dilaksanakan di Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta dan di Lapangan Kuruk Setra Pecatu, Desa Pecatu dan di Halaman Banjar Kelod, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan. Salah satu pedagang rujak dan tipak cantok di Desa Ungasan yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku, jika tidak mendapat gas maka dirinya terpaksa tidak akan berjualan. Beruntungnya, dengan adanya operasi pasar tersebut wanita itu dapat berjualan kembali. 

“Kalau gak dapat gas hari ini (Selasa), gak jualan dah meme (ibu, Red). Dah lama gak dapat gas,” kesalnya. Hal serupa juga dia rasakan, diakui jika membeli tabung gas elpiji 3 kg di warung-warung sekitar bisa mendapat harga kisaran Rp 30.000-Rp 35.000 per tabung. Belum lagi, konsumsi tabung gas yang dipakai bisa habis dalam rentang waktu 4-5 hari saja. “Kalau lancar gak berpikir lagi meskipun cepat habis. Habis 4-5 hari karena rebus kuah pindang, buat tipat, sayur rebus. Kalau kita ke pangkalan lagi beli tambah ribet, kalau di warung kan tinggal bawa uang saja,” imbuhnya.

Kepala Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Kabupaten Badung, I Made Widiana menjelaskan bahwa kelangkaan gas di masyarakat terjadi akibat kebjiakan baru dari Pemerintah. Dalam kebijakan tersebut, kata dia, pangkalan gas diwajibkan memberikan pelayanan langsung kepada pengguna akhir, berbeda dari sebelumnya di mana pangkalan mendistribusikan gas ke warung-warung, sehingga masyarakat sering membeli gas dengan harga yang lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan. “Jadi kebijakan sekarang ini masyarakat diharapkan mencari pangkalan terdekat, inilah PR kita. Dalam jangka pendek ini, kami dari Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan, khusus di bidang perdagangannya melaksanakan operasi pasar khusus untuk gas melon. Karena masyarakat kita tidak semua menggunakan gas yang 5 kg dan di atasnya. Jadi kami laksanakan segera mungkin untuk meratakan dulu,” jelasnya saat ditemui di kantor Lurah Kuta.

Sementara menyikapi dinamika distribusi LPG 3 kg, Pemprov Bali melalui Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) menggelar rapat koordinasi yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga, Hiswana Migas Bali, dan Tim Pengawasan Terpadu Dinas Perindustrian dan Perdagamgan (Disperindag) Bali, Selasa kemarin. 

Rakor yang berlangsung di Ruang Rapat Siddhakarya, Kantor Disnaker ESDM Bali ini membahas tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto yang menginstruksikan Kementerian ESDM mengaktifkan kembali distribusi LPG 3 kg di tingkat pengecer. Rakor yang dipimpin Kadisnaker ESDM Bali Ida Bagus Setiawan, dihadiri Sales Area Manager (SAM) Retail Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus wilayah Bali Endo Eko Satryo, Sales Branch Manager IV Bali Pertamina Zico Aldillah Syahtian, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Bali Dewa Putu Ananta, serta Ketua Tim Pengawasan Terpadu Disperindag I Wayan Pasek Putra.  

SAM Retail Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Endo Eko Satryo, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan langkah antisipasi terkait kebijakan yang tidak lagi melayani penjualan LPG 3 kg di tingkat pengecer sejak 1 Februari 2025. “Bersama tim Disperindag Bali, kami sudah melakukan sosialisasi ke pangkalan. Stok juga relatif aman,” ujarnya. 

Namun, kebijakan ini menimbulkan gejolak karena masyarakat harus menyesuaikan diri membeli LPG 3 kg langsung ke pangkalan. Gejolak tersebut kemudian direspons oleh Presiden Prabowo yang menginstruksikan Kementerian ESDM mengaktifkan kembali penjualan LPG 3 kg di tingkat pengecer.  Menindaklanjuti arahan presiden, Pertamina Patra Niaga wilayah Bali telah menginstruksikan seluruh agen beserta pangkalan untuk kembali melayani pengecer yang sudah terdaftar di MerchantApps Pangkalan Pertamina Lite (MAP). “Namun istilahnya bukan lagi pengecer, tapi sub pangkalan,” ujarnya. 

Endo menambahkan, distribusi LPG 3 kg di Bali saat ini dilayani oleh 120 agen, 4.347 pangkalan, dan 6.250 sub pangkalan. Sejak November 2024, Pertamina telah mendorong pengecer menjadi pangkalan resmi, namun sebagian besar menolak. Hanya 23 pengecer yang menunjukkan minat menjadi pangkalan resmi.  

Sales Branch Manager IV Bali Pertamina, Zico Aldillah Syahtian, menambahkan bahwa pihaknya belum memiliki acuan tata niaga terkait arahan presiden. Saat ini Pertamina hanya mengaktifkan kembali pengecer yang sebelumnya sudah terdaftar. “Untuk usulan sub pangkalan baru, kami belum punya acuannya,” cetusnya.  

Ketua Hiswana Migas Bali, Dewa Putu Ananta, menekankan pentingnya pembenahan tata niaga LPG 3 kg. Ia juga menyoroti perlunya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta mengusulkan pengawasan oleh perangkat desa.   Kadisnaker ESDM Bali, Ida Bagus Setiawan, menyampaikan bahwa Pemprov Bali bersama Pertamina Patra Niaga dan Hiswana Migas akan menindaklanjuti instruksi presiden terkait distribusi LPG 3 kg. Namun, ia mengingatkan bahwa dinamika ini tidak sederhana dan membutuhkan penyesuaian. “Belum bisa serta merta kembali seperti semula karena ada penyesuaian,” ujarnya. Untuk menstabilkan situasi, ia memandang perlu diadakan operasi pasar dan intensifikasi sosialisasi terkait lokasi pangkalan dan sub pangkalan.  

Sependapat dengan Hiswana Migas, Kadisnaker ESDM juga menyinggung pentingnya pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat, khususnya perangkat desa. Untuk solusi jangka panjang, ia mengusulkan evaluasi dalam pemberian subsidi. “Karena kalau subsidinya berupa barang, dibutuhkan tata kelola yang mantap dari hulu hingga hilir,” pungkasnya. 7 ol3, adi

Komentar