nusabali

Bali Catat 1.839 Kasus Nikah Dini di 2024, Gek Diah Dorong Pararem Tingkat Desa

  • www.nusabali.com-bali-catat-1839-kasus-nikah-dini-di-2024-gek-diah-dorong-pararem-tingkat-desa

DENPASAR, NusaBali.com – Tingginya angka pernikahan dini di Bali terus menjadi perhatian serius. Anggota Komisi IV DPRD Bali, Putu Diah Pradnya Maharani BSc (Hons), atau yang akrab disapa Gek Diah, mendorong adanya pararem (aturan adat) di tingkat desa untuk mengatasi masalah ini.

Menurutnya, pernikahan dini bukanlah solusi untuk mengatasi persoalan ekonomi maupun sosial, melainkan justru dapat menjerumuskan remaja ke dalam masalah yang lebih kompleks, termasuk perceraian.

Data terbaru menunjukkan, pada tahun 2024, Bali mencatat 1.839 kasus pernikahan dini. Meskipun angka ini sedikit menurun dari 1.947 kasus pada tahun 2023, Gek Diah menegaskan bahwa jumlah tersebut masih sangat tinggi dan mengkhawatirkan. 

“Pernikahan dini di Bali adalah masalah sosial yang memprihatinkan. Meskipun ada penurunan, angka ini tetap tinggi dan perlu penanganan serius,” ujar Gek Diah, Selasa (4/2/2025).

Lonjakan Dispensasi Nikah

Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Bali, pada tahun 2023 terdapat 335 kasus pengajuan dispensasi nikah. Angka ini meningkat menjadi 368 kasus pada tahun 2024. Kabupaten Buleleng menjadi wilayah dengan kasus dispensasi nikah tertinggi, di mana sebagian besar melibatkan anak perempuan berusia 16-17 tahun, bahkan ada yang di bawah 14 tahun.

Gek Diah menilai, meskipun Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah menetapkan batas usia minimal pernikahan adalah 19 tahun, praktik pernikahan dini masih terus terjadi. “Faktor adat dan budaya seringkali dijadikan alasan untuk membenarkan pernikahan dini. Ini yang harus kita lawan,” tegasnya.

Pernikahan dini membawa dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental anak. Risiko kesehatan seperti stunting, komplikasi kehamilan, dan infeksi penyakit menular seksual, termasuk HIV, menjadi ancaman serius. Selain itu, pernikahan dini juga dapat mengganggu perkembangan psikologis anak, yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan mental dan penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM).

“Anak-anak yang menikah di usia muda seringkali tidak siap menghadapi tanggung jawab sebagai orang tua. Ini berdampak buruk pada masa depan mereka,” ujar Gek Diah.

Dorongan Revisi Perda dan Sosialisasi Masif

Gek Diah mendorong revisi terhadap Perda Nomor 3 Tahun 2023 yang dinilai masih bersifat normatif dan tidak spesifik dalam melindungi perempuan dan anak dari pernikahan dini. Ia menekankan pentingnya pararem di tingkat desa untuk mencegah praktik pernikahan dini yang dianggap sebagai tradisi atau budaya.

“Desa sebagai unit terkecil dalam pemerintahan memiliki peran strategis untuk mengedukasi masyarakat dan melindungi anak-anak dari pernikahan dini,” tegasnya. Selain itu, ia juga menyarankan agar sosialisasi masif dilakukan sebagai upaya preventif.


Komentar