nusabali

MUTIARA WEDA : Melihat Atma

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-melihat-atma

Yang niskala itu yang patut diketahui oleh sang Resi, sebab apabila beliau tidak mengetahuinya, maka kesasarlah budhinya sang rsi, sehingga tidak akan berhasil beliau menyucikan atma, sebab atma berada di alam niskala.

Sang Rsi wenang wruha ring niskala, yan tan wruh sang rsi, sasar budhine dadi rsi, tan sida denya amrtista atma, apan atma magnah ring niskala.
(Tutur Gong Besi)

Seperti itulah salah satu kutipan pendek dari Tutur Gong Besi. Isinya luar biasa dan sangat padat. Disebutkan bahwa siapapun yang hendak menjadi seorang ekajati, apalagi dwijati, mendalami teks ini sangat penting. Namun meskipun demikian, teks menyebutkan bahwa jarang pendeta yang mengetahui ajaran ini. Jika ada seratus ribu orang, dua orang pun belum tentu tahu. Teks ini sangat rahasia. Kita tidak akan mendalami sampai jauh mengapa sampai sedikit sekali pendeta yang tahu, apakah karena disembunyikan, tidak disebarluaskan atau pendeta yang tidak suka belajar. Kita tidak akan kesana karena tidak tertutup kemungkinan ada faktor lain yang tidak perlu disampaikan.

Fokus mengenai kutipan teks di atas, bahwa seorang yang memiliki jalur untuk menjadi sulinggih, hendaknya telah mengenal atmanya sendiri, sebab dalam upacara ngaben, salah satu tugas seorang sulinggih adalah amretista atma yang akan diaben. Jika seorang sulinggih tidak mampu melihat atmanya sendiri lalu bagaimana mungkin mampu melihat atma orang lain? Tentu ketika seorang sulinggih tidak mampu melihat atma yang diaben dipastikan tidak akan mampu menyucikannya. Seperti itulah penuturan teks ini. Sehingga dengan demikian, seorang sulinggih penting sekali mengetahui alam niskala, tempat dimana sang atma itu berada.

Pertanyaan kita sebagai orang awam adalah, apakah mungkin atma bisa dilihat? Jika dapat dilihat, mata yang seperti apa yang bisa melihatnya? Kemudian apakah atma itu sebuah entitas sehingga dapat dilihat? Jika mengacu pada teks di atas, tentu jawabannya adalah iya, atma dapat dilihat. Mata yang digunakan adalah mungkin mata bhatin, mata yang mampu melihat alam niskala. Jika mata bhatin mampu melihat alam niskala, maka apapun benda yang ada di dalam niskala dapat dilihat, seperti misalnya atma. Karena dia dapat dilihat, tentu atma adalah sebuah entitas, tetapi bukan entitas fisik, melainkan entitas niskala. Karena atma berada di dalam niskala, maka badan atma juga niskala, tidak bisa kurang dari itu.

Lalu, bagaimana dengan yang diuraikan oleh Bhagavad-gita bahwa atma tidak bisa dibakar api, dikeringkan oleh angin, dibasahi oleh api, mata tidak dapat melihatnya, indera tidak dapat mencerapnya, dan sebagainya? Iya benar memang demikian, karena atma memang tidak bisa dihubungkan dengan fisik, sebab alamnya berbeda. Bhagavad-gita mencoba mengkorelasikan atma dengan alam materi sehingga kesimpulannya adalah, atma tidak bisa disentuh oleh alam materi. Atma itu bertubuh niskala. Seperti apa niskala itu? Nah itu alamnya para Rsi yang telah mencapai kesadaran turiya. Ketika seseorang telah mampu dalam samadhinya mencapai kesadaran turiya, dan kemudian masih membawa identitas ke dalamnya, maka itulah alam niskala. Atma yang bisa dilihat di alam niskala adalah kesadaran sunya yang disertai oleh identitas subjektif. Inilah yang semestinya dilihat oleh para sulinggih.

Tentu seseorang yang meninggal, yang masih memiliki keterikatan dengan duniawi tidak serta-merta akan langsung mencapai sunyata. Ketika meninggal, keterikatan itulah yang menjadi identitasnya dan memberatkannya, sehingga tidak mengetahui jalan pulang di alam niskala. Jadi disini mungkin, ‘amretista’ atma atau kalau diterjemahkan menjadi ‘menyucikan atma’ yang dimaksudkan adalah memutus keterikatan tersebut, sehingga atma terlepas dari beban duniawi yang membelenggunya sesaat setelah kematiannya. Dengan bantuan sang sulinggih, atma tersebut akhirnya menemukan jalannya untuk pulang. Atau, jika atma itu masih berutang karma di dunia, ia akan menemukan jalan untuk menjelma kembali.

Kita bisa interpretasi teks seperti itu. Artinya, tidak serta-merta atma yang disucikan oleh seorang sulinggih akan menjadi suci dan terlepas dari kekotoran yang melekatinya akibat karma yang dilakukannya saat hidup. Kekuatan yang mendorong atma itu untuk melakukan perjalanannya adalah karmanya sendiri. Sementara seorang sulinggih hanya melepaskan kabut yang menyelubunginya. Pada saat ngaben, sang sulinggih berperan untuk menunjukkan jalan. Ketika jalan semuanya terlihat, atma itu sendiri yang memutuskan jalan mana yang akan ditempuhnya. Karma dirinyalah yang menjadi guide-nya.

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta

Komentar