nusabali

Balap Upih di Festival Air Suwat

  • www.nusabali.com-balap-upih-di-festival-air-suwat

Satu lagi kegiatan  unik yang digelar serangkaian Festival Air Suwat (FAS) di Desa Suwat, Kecamatan Gianyar. 

GIANYAR, NusaBali
Setelah ritual Siat Yeh (perang air) yang melibatkan ratusan krama, Minggu (3/1) dilaksanakan sebuah kegiatan yang tidak kalah serunya. Yakni, ritual Balapan Upih di tengah lumpur yang melibatkan kaum lanang (laki) dan istri (perempuan) dari segala usia.

Prosesi Balap Upih ini digelar di atas sepetak sawah penuh lumpur kawasan Subak Suwat, Desa Suwat, Minggu pagi mulai pukul 09.00 Wita. Sebelum balapan digelar, terlebih dulu dilakanakan kegiatan penanaman pohon dan aksi bersih-bersih di sekitar Desa Suwat sejak pagi, dengan melibatkan para tokoh, prajuru desa, dan warga.

Selain ritual Balap Upih, Minggu kemarin juga digelar lomba Ngejuk Kucit (menangkap anak babi) dan Ngejuk Bebek (menangkap itik). Sedangkan Balap Upih adalah adu cepat manusia menyeret manusia, mulai dari anak menyeret ayahnya, ayah menyeret anak, ibu menyeret anaknya, hingga suami seret istrinya, menggunakan tongkat pelepah pinang (upih). 

Tak pelak, prosesi Balap Uih, Ngejuk Kucit, dan Ngejuk Bebek menjadi salah satu kegiatan paling unik dalam rangkaian FAS pertama kalinya yang digelar pihak Desa Suwat, sejak 30 Desember 2015 lalu. Apalagi, ribuan krama Desa Pakraman Suwat juga ikut terlibat sebagai suporter dalam acara kemarin.

Seperti halnya ritual Siat Yeh yang telah dilaksanakan Jumat (1/1 lalu), prosesi lomba Bapal Upih, Ngejuk Kucit, dan Ngejuk Bebek, Minggu kemarin, juga dipimpin langsung Bendesa Pakraman Suwat, I Wayan Suka Merta. Khusus untuk ritual Balap Upih, masing-masing dengan empat kelompok peserta, di mana setiap kelompok beranggotakan dua orang; seorang penarik upih dan satunya lagi duduk di atas bantalan upih, lanjut ditarik. 

Balap Upih dimulai kalangan peserta anak-anak menarik anak-anak, lanjut anak-anak menarik bapak-bapaknya, kemudian bapak-bapak menarik anak-anak, lalu ibu-ibu menarik anak-anak, dan terakhir bapak-bapak menarik ibu-ibu. Babak terakhir yakni bapak-bapak menarik ibu-ibu, merupakan babak paling riuh dan penuh sorak sorai penonton. Keriuhan disertai gelak tawa, terutama ketika badan ibu-ibu ditarik yang lebih gemuk dari suami yang menarik upih.

Sementara, lomba Ngejuk Bebek juga tak kalah seru. Lomba Negjuk Bebek juga menampilkan peserta dari kalangan ibu-ibu yang bergabung dengan remaja putri, serta peserta dari kalangan anak-anak (lelaki) dan remaja (lelaki). Sorak sorai dan dukungan penonton menjadikan setiap peserta berjuang keras mengikuti lomba. Mereka tak peduli, meski wajah dan sekujur tubuhnya penuh lumpur.

Dari tiga jenis lomba yang digeklar dalam FAS kemarin, ritual Ngejuk Kucit yang paling adem. Masalahnya, lomba dimulai dengan kucit dilepas panitia. Begitu dilepas, kucit-kucit ini malah tak bisa bergerak sama sekali, karena kakinya terbenam dalam lumpur sawah. Ini beda dengan lomba Ngejuk Bebek, di mana itik-itik bergerak lincah saat dikejar di atas lumpur.

Ketua Panitia FAS, Ngakan Putu Sudibya, menyatakan pihaknya sengaja memakai hadiah berupa bebek (itik) untuk Balap Upih dan Ngejuk Bebek. “Pertimbangannya, hadiah-hadiah ini identik dengan keberadaan kami tinggal di desa yang masih sangat agraris (kehidupan bertani, Red),” jelas Ngakan Sudibya.

Dua hari sebelumnya, Jumat (1/1) sore pukul 15.00 Wita, juga telah digelar ritual unik Siat Yeh di Catus Pata (Perempatan Agung) Desa Suwat. Peserta Siat Yeh mulai anak-anak hingga dewasa, laki maupun perempuan, di mana mereka terlibat saling siram air menggu-nakan cedok dan ember.

Sebelum ritual Siat Yeh dimulai, ratusan krama baik yang terlibat perang air maupun tidak, berkumpul dulu di Wantilan Desa Suwat. Sebagian dari mereka duduk di sisi jalan raya. Krama lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) semuanya mengenakan busana adat madya, dengan atasasan baju kaos. Khusus untuk kaum lanang, mesti telanjang dada.

Mereka mengawali atraksi Siat Yeh dengan lebih dulu melakukan persembahyangan bersama di Pura Melanting, Desa Desa Pakraman Suwat. Usai persembahyangan yang dipuput pamangku pura setempat, Bendesa Wayan Suka Merta mengawali ritual Siat Yeh dengan membuat empat kelompok di Catus Pata Desa. 

Empat kepolmpok itu dibagi sedemikian rupa, sehingga posisi mereka berada sesuai dengan arah angin: utara, barat, selatan, dan timur. Sedangkan panitia sebelumnya telah menyiapkan puluhan kubik air dalam gombang (wadah air). Air dalam gombang tersebut merupakan campuran dari tirta (air suci) yang dimohon di Pura Beji, Desa Pakraman Suwat. Ritual Siat Yeh diiringi dengan tabuh baleganjur dari Sekaa Gong Desa Pakraman Suwat, sehingga berlangsung lebih meriah dan bersemangat. 7 lsa

Komentar