nusabali

Angkat Isu Perempuan yang Relevan, Tragedi Drupadi Bius Penonton Gedung Kesenian Jakarta

  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta
  • www.nusabali.com-angkat-isu-perempuan-yang-relevan-tragedi-drupadi-bius-penonton-gedung-kesenian-jakarta

Monolog Drupadi berangkat dari fenomena kemegahan dan kemewahan hidup masyarakat modern saat ini, yang justru tidak membantunya beranjak dari perbuatan di luar batas-batas logika. 

JAKARTA, NusaBali
Pementasan Teater Monolog Drupadi, Sabtu (3/6) malam, sukses membius ratusan penonton di Gedung Kesenian Jakarta. Isu tentang perempuan mendapatkan porsi perhatian dominan dan dipresentasikan dalam bentuk monolog, koreografi, nyanyian, musik, tata cahaya, serta permainan teknologi visual.

Pentas ini melibatkan puluhan seniman muda berbakat dari Bali, yang sangat fasih menguasai dasar-dasar seni tradisi. Di antara seniman muda itu terdapat delapan penari, yang membawakan empat koreografi karya Jasmine Okubo. Jasmine sepenuhnya menciptakan koreografi baru sebagai upaya tafsirnya terhadap naskah yang ditulis sang sutradara Putu Fajar Arcana.

Selain itu terlibat pula aktris dan musisi Ayu Laksmi. Ayu secara khusus menciptakan dua buah lagu yang  dinyanyikan oleh Agung Ocha, sebagai pemeran utama monolog. Dalam pentas ini terlibat pula dua musisi muda yang tergabung dalam Kadapat. Mereka adalah Yogi Sukawiadnyana dan Barga Sastrawadi. Keduanya menguasai musik tradisi secara baik, tetapi kemudian menyajikannya dengan selera baru, selera anak muda masa kini.

Putu Fajar Arcana mengatakan ia berupaya menyajikan pertunjukan yang akrab dengan selera tontonan masa kini. Artinya, bentuk yang dipilihnya mengikuti alur kebudayaan yang kini menjadi lingkup manusia kekinian.
 
Oleh sebab itu, dalam monolog ini aktor utama Agung Ocha, harus mampu menyeimbangkan antara monolog dengan tarian, nyanyian, musik, artistik, dan tata visual.


Menurut Arcana, Monolog Drupadi berangkat dari fenomena kemegahan dan kemewahan hidup masyarakat modern saat ini, yang justru tidak membantunya beranjak dari perbuatan di luar batas-batas logika. Bahkan, perilaku amoral dilakukan oleh orang-orang yang diberi tugas menjaga batas-batas kewarasan sebagai makhluk bernama manusia. Celakanya, dalam rangkaian perilaku bejat itu sebagian besar menimpa perempuan.

“Drupadi adalah representasi dari kehancuran moralitas manusia terendah yang pernah menjadi isu dalam dunia sastra kita. Sebagai perempuan tubuhnya dieksploitasi oleh dua kekuatan dominan di dunia, yakni maskulinitas dan kekuasaan atau masculinity is power,” ujar Putu dalam jumpa pers menjelang pertunjukan Teater Monolog Drupadi, Jumat (2/3) di Gedung Kesenian Jakarta. 

Menurutnya, tidak mudah untuk mencairkan kekuatan dominan, yang telah melekat selama berabad-abad. Ia memberi contoh betapa maskulinitas dan kekuasaan itu telah menyebabkan begitu banyak kasus tentang pelecehan terhadap perempuan. Kasus-kasus pelecehan secara seksual dan kekerasan terhadap perempuan seperti gunung es, yang hanya terlihat puncak-puncaknya.

Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid saat memberi sambutan sebelum pertunjukan mengatakan, pentas Teater Monolog Drupadi memberi perspektif baru dalam memandang perempuan. 

“Pentas ini telah memberi kita cara pandang baru terhadap perempuan. Ia berangkat dari masa lalu dan membawa nilai-nilai yang harus kita perbaharui terus-menerus,” ujar Hilmar Farid dalam sambutan yang disampaikan sebelum pentas. 


Pementasan Teater Monolog Drupadi kali ini, menurut Co-Produser Inaya Wahid, dihelat atas kerja sama dengan Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Indonesia Kaya, dan Sukkha Citta. 

“Kami memiliki misi yang sama, terutama soal-soal pendidikan dan penyadaran. Jadi kalau ini dianggap sebagai gerakan boleh juga, tetapi gerakan penyadaran lewat seni dan kebudayaan,” kata Inaya, putri bungsu Presiden Abdurrahman Wahid. 

Menurut Inaya, kesenian dalam hal ini teater, sangat ideal dijadikan arena penyadaran bersama. Hal itu karena seni bergerak di wilayah hati dan emosi. “Jadi seni itu kan langsung ke hati dan panggung adalah refleksi dari wajah kita masing-masing. Dari situ kita berharap muncul sebuah perenungan bersama terhadap nilai-nilai yang kurang baik. Harapannya bisa mengoreksi perilaku kita masing-masing, bersama-sama,” kata Inaya. 

Pertunjukan ini menjadi lebih istimewa karena kehadiran Ibu Negara RI ke-4 Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset & Teknologi Hilmar Farid, dan Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf Ni Made Ayu Marthini, serta Dubes RI untuk Italia (2017-2021) Esti Andayani. Selain itu hadir pula sastrawan Putu Wijaya, penari Nungki Kusumastuti, dan pendiri Teater Koma Ratna Riantiarno. 

Bintang Puspayoga mengatakan, materi yang disajikan Teater Monolog Drupadi, sangat relevan dengan isu perempuan hari ini. Meski mengambil latar cerita pada epos Mahabharata, tetapi isu tentang perempuan yang tersakiti masih harus aktual untuk dibicarakan. “Pentas yang mengesankan, sejak adegan awal sampai akhir saya menangis terus. Ingat betapa perempuan itu menderita sejak masa lalu sampai hari ini,” kata Bintang Puspayoga. 7 cr78

Klik link berikut untuk membaca : Buku Progam Teater Monolog 'Drupadi'

Komentar