nusabali

Dari Buleleng ada Tradisi Nyakan Diwang hingga Pangalantaka

Kemenkumham RI Serahkan 7 Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Komunal di Bali

  • www.nusabali.com-dari-buleleng-ada-tradisi-nyakan-diwang-hingga-pangalantaka
  • www.nusabali.com-dari-buleleng-ada-tradisi-nyakan-diwang-hingga-pangalantaka

Kekayaan intelektual di Bali memiliki nilai tambah yang sekaligus menjadi daya tarik pariwisata, yaitu merek dagang, merek kolektif, hak cipta, paten dan lainnya. Kemenhum

DENPASAR, NusaBali
Kantor Kementerian Hukum dan HAM Bali menyerahkan sertifikat kekayaan intelektual komunal mulai dari ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik (SDG), pengetahuan tradisional hingga kuliner di Provinsi Bali. Tiga di antaranya berasal dari Kabupaten Buleleng, yakni dua (2) HKI Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Tradisi Nyakan Diwang dan Mejaran-jaranan. Satu lagi pengetahuan tradisional Pangalantaka (sistem kalender Bali). Ketiganya sebelumnya juga telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). 

“Hak kekayaan intelektual ini menjadi salah satu katalisator pariwisata Bali lebih berkualitas,” kata Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM Bali Anggiat Napitupulu di sela pembukaan Layanan Keliling Kekayaan Intelektual (MPIC) di Niti Mandala, Denpasar, Jumat (26/5).

Sertifikat itu diserahkan langsung Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace kepada para perwakilan tujuh produk budaya, kuliner hingga sumber daya genetik. Adapun tujuh kekayaan intelektual komunal itu, yakni ekspresi budaya tradisional permainan mejaran-mejaranan dari Kabupaten Buleleng dan ekspresi budaya tradisional Nyakan Diwang (tradisi memasak di luar rumah sehari setelah Hari Raya Nyepi) dari Kabupaten Buleleng.

Selanjutnya ekspresi budaya tradisional main gatik, ekspresi budaya tradisional Tari Pendet Memendak, dan pengetahuan tradisional Pengalantaka (sistem kalender Bali). Selain itu, dari bidang kuliner yakni pengetahuan tradisional Blayag Karangasem dan sumber daya genetik ikan mas koki Bali. Kekayaan intelektual di Bali itu, kata dia, memiliki nilai tambah yang sekaligus menjadi daya tarik pariwisata yaitu merek dagang, merek kolektif, hak cipta, paten, indikasi geografis, ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional.

Meski begitu ia mengakui masih banyak potensi di Bali yang bisa didaftarkan baik oleh pelaku UMKM secara perorangan maupun secara komunal atau kolektif. Untuk itu, pihaknya melakukan jemput bola ke sentra kerajinan dan UMKM di Bali termasuk melalui ajang MPIC itu guna mengajak mereka mendaftarkan kekayaan intelektual agar memberikan nilai tambah dan menghindari pengakuan dari pihak lain.

Foto: Tradisi Nyakan Diwang yang dilaksanakan di beberapa desa di wilayah Kecamatan Banjar. -LILIK

Dalam kesempatan yang sama, Wagub Cok Ace menjelaskan tujuh sertifikat ini menambah penerima kekayaan intelektual yang sejak 2019 hingga awal 2023 sudah ada 302 sertifikat di Pulau Dewata, baik perorangan dan komunal. Sementara itu, salah satu perwakilan penerima sertifikat dari bidang sumber daya genetik ikan mas koi Bali, Wahyu Bramanta mengatakan pendaftaran kekayaan intelektual itu dilakukan agar tidak didahului oleh daerah lain.

“Ikan mas koi Bali ini potensinya besar dan mulai banyak dilirik daerah lain untuk mereka kembangkan,” kata Wahyu yang juga Ketua Asosiasi Ikan Mas Koi Bali. Dia menjelaskan ikan mas koi Bali memiliki ciri khas yakni sirip dan ekor yang lebih panjang yakni berkisar 1,5-2 kali dari panjang badannya. Kemudian, mata ikan mas koi Bali, kata dia, juga memiliki mata teleskop atau mata yang menonjol.

Kekhasan itulah yang membuat ikan mas koi tersebut banyak diminati pecinta ikan hias di seluruh Indonesia. Ia mengharapkan pengakuan sertifikasi itu menyadarkan masyarakat Bali bahwa ikan mas koi Bali tak sekadar untuk hobi namun ada nilai tambah bahkan sumber penghasilan.

Terpisah Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kabupaten Buleleng, Made Supartawan menyatakan rasa bangganya sebab tiga usulan Pemkab Buleleng atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Komunal kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dikabulkan. Dua usulan di antaranya mengantongi sertifikat HKI Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) dan satu lainnya mengantongi sertifikat HKI pengetahuan tradisional.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kabupaten Buleleng Made Supartawan, Jumat kemarin mengatakan upaya pengajuan HKI sedang digencarkan untuk memberikan perlindungan hukum atas produk atau sebuah karya. Pengajuan HKI ini pun difasilitasi penuh oleh Brida Provinsi Bali, sehingga masyarakat maupun pengusaha tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun.

Foto: Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kabupaten Buleleng Made Supartawan. -LILIK

Khusus tahun ini, Brida Buleleng mengajukan total 50 usulan HKI. Sebanyak 3 usulan HKI Komunal. HKI Komunal yang sertifikatnya sudah terbit meliputi 2 HKI Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), yakni Tradisi Nyakan Diwang dan Mejaran-jaranan. Sedangkan satu lainnya mengantongi sertifikat HKI pengetahuan tradisional, yakni Pangalantaka (sistem kalender Bali) yang diinisiasi almarhum I Gede Marayana.

Sedangkan 28 usulan mengajukan hak merk dan 19 usulan hak logo produk. Hak merk dan logo produk ini disebutnya sangat penting, terutama dalam persaingan bebas pelaku UMKM saat ini. Jika tidak dilakukan perlindungan pelaku UMKM yang telah merintis usaha lama dapat terancam kalah saing dengan pelaku UMKM peniru, meskipun secara kualitas dan rasa berbeda.

“Kesadaran hak merek ini memang belum banyak disadari. Padahal keuntungannya produk inovasi yang dibuat terlindungi sepenuhnya. Misalnya karena sudah laku sudah terkenal pelaku UMKM tidak mendaftarkan produknya mendapatkan hak merek. Kemudian ada pelaku usaha lain dengan jenis produk sama memakai nama yang sama dan mendaftarkan hak merek, maka yang akan dipercaya pasti yang sudah bersertifikat,” papar mantan Kabag Humas dan Pengawasan DPRD Buleleng ini. 

Sementara itu Brida Buleleng menargetkan tahun ini ada 100 usulan yang diperjuangkan untuk mendapatkan HKI. Baik di bidang tradisi, penciptaan seni, industri dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). 7 k23, ant

Komentar