nusabali

Dewi Bisa Jadi Alternatif MICE

  • www.nusabali.com-dewi-bisa-jadi-alternatif-mice

Ada kecenderungan menjadikan dewi sebagai tujuan incentive.

DENPASAR, NusaBali - Desa wisata (dewi) potensial menjadi alternatif  tujuan wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference dan Exhibition). 

Khususnya untuk incentif. Hal itu karena potensi ‘otentik’ yang dimiliki desa wisata, baik alam lingkungan, tradisi, seni budaya dan kearifan lokal lainnya.

Selain menjalin kemitraan dengan kalangan biro perjalanan secara offline maupun online, desa wisata  mesti membangkitkan ‘tradisi lama’  yang mungkin sudah atau ‘hilang’ terlewatkan.

Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Bali, I Made Mendra Astawa menyampaikan, Minggu (21/5).

“Kami di Forkom Dewi Bali, siap mendampingi desa-desa wisata untuk mengangkat potensinya,” ucap Mendra.

Menurutnya, coorporate, perusahaan- perusahaan, baik di luar negeri maupun dalam negeri ada kecenderungan menjadikan desa wisata sebagai tujuan incentive. Selain menyaksikan keadaan alam pedesaaan yang relatif masih terjaga dengan tradisi yang kental, sekaligus  melakukan charity.

“Kan itu salah satu kecenderungan sekarang,” ujar Mendra, tokoh pariwisata asal Singaraja.

Sebagai contoh, Mendra menyebut sebuah perusahaan kosmetik dari Afrika Selatan (Afsel) yang memberikan insentif karyawannya berwisata ke Bali, beberapa waktu lalu.

Diceritakan Mendra, sebanyak 25 orang karyawan datang ke Desa Baru, salah satu desa wisata di Kabupaten Tabanan. Rombongan dari Afsel, menikmati suasana di ‘Rumah Desa’- salah daya tarik wisata (DTW) di Desa Baru.

“Mereka melihat bagaimana suasana keseharian di pedesaan, seperti matekap (membajak sawah dengan bajak tradisional),” ungkap Mendra.
Kata dia  rombongan  karyawan (wisman) dari Afsel ke ‘Rumah Desa’ di Desa Baru, merupakan salah satu contoh, desa wisata punya potensi menjadi ‘penyelenggaraan’ MICE.

“Khususnya insentif. Sekaligus mereka bisa memberikan CSR (cost social  responsibilty),” lanjutnya.

Di Bali saat ini tercatat 238 desa wisata. Desa wisata dimaksud adalah yang secara formal ditetapkan berdasarkan SK Pemerintah Kabupaten/Kota. Dikatakan Mendra, tiap-tiap desa wisata mesti mengembangkan potensi khasnya. “Jangan copy paste atau mencontoh yang sudah ada,” kata dia.

Tradisi atau kearifan lokal yang mungkin sudah ‘hilang’ bisa dihidupkan kembali. Contohnya, kegiatan atau tradisi ngangon(mengembala) bebek. Dulu, ada juga tradisi ‘mebongbong’ (latihan tarung ayam jago).

“Itu tak hanya soal adu jago, tetapi  di sana ada interaksi social. Itu merupakan salah satu keunikkan di desa,”  ujarnya.

Kata Mendra, keunikan- keunikan itulah diangkat. Dan juga menjajagi dan menjalin kemitraan dengan pihak luar, seperti biro perjalanan wisata maupun stakeholder lain. K17.

Komentar