nusabali

Terdakwa Terakhir Kasus Korupsi Alkes RSUD Badung, Dituntut 3 Tahun Plus Kembalikan Uang Rp 700 Juta

  • www.nusabali.com-terdakwa-terakhir-kasus-korupsi-alkes-rsud-badung-dituntut-3-tahun-plus-kembalikan-uang-rp-700-juta

DENPASAR, NusaBali - I Ketut Budiarsa, 65, terdakwa terakhir kasus korupsi alat kesehatan (alkes) di RSUD Badung (RSD Mangusada) dituntut hukuman 3 tahun penjara dalam sidang yang digelar di PN Denpasar, Kamis (11/5). Rekanan dalam pengadaan alat kesehatan ini juga diminta mengembalikan kerugian negara Rp 700 juta lebih.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Luh Oka Ariani Adikarini menyatakan perbuatan Budiarsa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Sebagaimana didakwakan di dakwaan subsidair melanggar  pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Ketut Budiarsa  dengan pidana penjara selama 3 tahun, dan  denda sebesar Rp50 juta, subsidiair 3 bulan kurungan," tegas JPU dihadapan majelis hakim yang diketuai Nyoman Wiguna. 

Selain itu, JPU juga mewajibkan terdakwa mengembalikan uang kerugian negara Rp743.821.590. Jika terdakwa tidak membayar UP paling lama 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. “Dan bila  terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi membayar uang pengganti, maka diganti dengan penjara satu tahun dan enam bulan,” sambung JPU.

Diungkap dalam surat dakwaan, bahwa pada tahun 2013 terdakwa Budiarsa bersama saksi I Ketut Sukartayasa, saksi I Ketut Susila dan saksi Muhammad Yani Khanifudin (ketiganya terpidana dalam berkas terpisah) melakukan perbuatan secara melawan hukum. Yakni telah ikut serta dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Seharusnya merupakan kewenangan daripada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dilakukan tanpa didasarkan atas hasil survey.

Atas hal itu nilai HPS menjadi tidak wajar yang menimbulkan pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang atau jasa. Tidak menerapkan prinsip pengadaan barang dan jasa yang efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel, serta mengabaikan etika pengadaan dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain.

Atas perbuatan terdakwa bersama saksi lainnya telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam hal ini merugikan keuangan negara cq Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp 6.287.846.854,36. Ini berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara No: SR-585/PW22/5/2016 tanggal 28 Nopember 2016 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Bali.

Lebih lanjut, terdakwa berperan aktif dalam proses terbentuknya HPS maupun penentuan pelaksana dan nilai kontrak kegiatan pengadaan alat kedokteran, kesehatan, KB, dan kendaraan khusus RSUD Kabupaten Badung TA 2013 bersama-sama dengan saksi I Ketut Sukartayasa. 7 rez

Komentar