nusabali

Saat Romansa Jayaprana - Layonsari Diangkat ke Layar Lebar dengan Sentuhan Sinematografi Kekinian

Gunakan Bahasa Bali, Ingatkan Lagi Cerita Rakyat Tentang Kisah Kesetiaan

  • www.nusabali.com-saat-romansa-jayaprana-layonsari-diangkat-ke-layar-lebar-dengan-sentuhan-sinematografi-kekinian

Dalam film, karakter setiap tokoh kisah klasik ini tidak digambarkan secara hitam dan putih, melainkan memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing.

DENPASAR, NusaBali
Kisah cinta Jayaprana dan Layonsari merupakan cerita rakyat Bali yang sudah banyak digarap dalam bentuk drama tradisional. Kisah tragis keduanya kini secara apik diangkat ke layar lebar dengan sentuhan sinematografi kekinian. 

Film Jayaprana Layonsari ini diproduseri Panitia Film Bali dan digarap duet sutradara berpengalaman Putu Kusuma Wijaya dan Putu Satria Kusuma. Penayangan perdana film berdurasi sekitar dua jam dilakukan di Cinepolis Plaza Renon, Denpasar, Rabu (26/4) sore, dihadiri sejumlah pejabat di Bali dan seniman film. 

Film Jayaprana Layonsari yang menggunakan bahasa Bali diawali dengan kisah masa kecil Nyoman Jayaprana di sebuah wilayah Kerajaan Kalianget, Buleleng. Sejak kecil Jayaprana sudah menunjukkan kecerdasannya meskipun berlatar belakang rakyat biasa. Beranjak dewasa kisah cintanya dengan Nyoman Sekarsari membawa penonton ikut merasakan desiran asmara di antara keduanya. 

Konflik dalam film dimulai ketika Raja Kalianget juga menaruh hati kepada Sekarsari yang sudah dipersunting Jayaprana. Seperti diketahui Jayaprana akhirnya rela dibunuh oleh patih yang ingin membela kepentingan raja. 

Hingga pada akhirnya Sekarsari memutuskan ikut mati mengikuti kepergian suami tercintanya. Raja yang juga merasa kehilangan atas kematian Sekarsari akhirnya meneriakkan nama Sekarsari menjadi Layonsari karena telah berupa jenazah. 

Foto: Pemeran tokoh Jayaprana, Made Janhar Winatha Gautama. -IST

Sang sutradara Putu Kusuma Wijaya menyampaikan, dirinya merasa bangga bisa menghadirkan film layar lebar menggunakan bahasa Bali. Ia ingin memperkenalkan bahwa bahasa Bali ternyata juga enak didengar sebagai bahasa pengantar dalam sebuah film. "Bahasa Bali enak sekali kedengarannya. Itu yang sebenarnya saya nantikan selama ini," ujarnya ditemui sesuai penayangan film. 

Dalam menggarap film ini Wijaya mengaku ingin tampil beda dari drama Jayaprana Layonsari yang selama ini ditampilkan dalam drama tradisional maupun karya sastra. Dalam film ini kisah kerap kali maju mundur memungkinkan kejutan kepada penonton. Sutradara nasional ini mengatakan, media film memungkinkan cerita digarap lebih kreatif. Dalam film, karakter setiap tokoh kisah klasik ini tidak digambarkan secara hitam dan putih, melainkan memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing. 

"Semua punya kesetiaan masing-masing tapi kesetiaan itu pun muncul menjadi sebuah konflik. Kita tidak ingin ada hitam putih di sini," ujarnya. 

Sementara itu Putu Satria Kusuma menambahkan, film garapannya bersama Wijaya menjadi sejarah perfilman karena untuk pertama kalinya film layar lebar menggunakan bahasa Bali. 

Ia mengatakan gempuran film asing belakangan ini tidak boleh membuat generasi muda lupa akan kisah cerita yang tumbuh di tanah kelahirannya. Satria yakin cerita rakyat Bali jika dikemas menjadi sebuah film secara profesional akan menarik perhatian penonton termasuk generasi muda. "Kalau dikemas dengan baik bisa berkualitas dan berkesan di hati anak-anak muda," sebutnya. 

Ia juga berharap nilai-nilai kesetiaan yang ada dalam kisah Jayaprana dan Layonsari dapat memantik penonton untuk mempertanyakan kesetiaan yang ditampilkan orang-orang saat ini. Film Jayaprana Layonsari sejatinya sudah digarap pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19 sedang berkecamuk. Mengambil lokasi syuting di daerah Desa Kalianget, Buleleng dan sekitarnya. 

Foto: Anggota Panitia Film Bali bersama beberapa pemain berfoto bersama sebelum penayangan perdana film Jayaprana Layonsari di Cinepolis Plaza Renon, Rabu (26/4) sore. -SURYADI

Banyak pemeran baru dalam film yang mengambil waktu syuting sekitar 25 hari ini. Pemeran tokoh Jayaprana, Made Janhar Winatha Gautama,22, misalnya mengaku belum memiliki pengalaman bermain film sebelum memerankan tokoh Jayaprana. Pemuda asal Banyuatis, Buleleng pada saat proses syuting masih sibuk mengenyam pendidikan musik di ISI Jogjakarya. "Memang tertarik dengan tantangan baru. Karena awam persiapan harus matang terutama dari sisi bahasa karena jarang pakai bahasa Bali halus sehari-hari," ujarnya. 

Film Jayaprana Layonsari sendiri segera dapat disaksikan di bioskop-bioskop Indonesia. Janhar juga berharap film pertamanya ini bisa memantik para sineas di Bali untuk terus berkarya menghasilkan film-film berkualitas. Menurutnya film Jayaprana Layonsari punya peluang untuk diperkenalkan hingga ke dunia internasional. "Kalau di luar punya Romeo Juliet kita punya Jayaprana Layonsari," ucapnya. 

Sementara itu Ketua Panitia Film Bali yang juga Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama menyampaikan film Jayaprana Layonsari menyasar generasi muda Bali agar tidak lupa dengan cerita rakyat Bali yang sudah ada sejak turun temurun. "Film ini kami buat dengan harapan supaya masyarakat Bali tidak lupa pada cerita rakyat di era yang maju seperti sekarang ini, terutama di kalangan remaja, khususnya para pelajar," sebut Adi Wiryatama. 

Ia menambahkan produksi film ini juga sejalan dengan visi dan misi Gubernur Bali dalam mempertahankan dan memajukan budaya Bali khususnya di bidang cerita rakyat. 

Mantan Bupati Tabanan dua periode ini mengungkapkan, Panitia Film Bali terbentuk dari orang-orang yang peduli dengan Kebudayaan Bali termasuk di dalamnya para seniman khususnya seni perfilman. Ia mengatakan film Jayaprana dan Layonsari nantinya juga akan dipertontonkan di hadapan seluruh siswa SMA/SMK di Bali. Dan, selanjutnya akan dibuat lomba narasi film yang memberikan sejumlah hadiah menarik. "Kita harapkan cerita rakyat ini yang sudah turun temurun ada di Bali tidak punah dan bisa dihayati oleh anak muda ke depan," tegasnya. 7 cr78

Komentar