nusabali

Jembatan Titi Gantung Beberapa Kali Jadi Tempat Ulah Pati, Desa Cau Belayu Bakal Gelar Upacara Khusus

  • www.nusabali.com-jembatan-titi-gantung-beberapa-kali-jadi-tempat-ulah-pati-desa-cau-belayu-bakal-gelar-upacara-khusus

TABANAN, NusaBali - Aparat Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan, bakal menggelar upacara khusus di Jembatan Titi Gantung, Desa Cau Belayu, lantaran di jembatan tersebut beberapa kali terjadi kasus ulah pati (bunuh diri).

Upacara yang digelar di jembatan yang menghubungkan Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga dengan Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung, akan dilaksanakan pada Buda Wage Klau, Rabu (3/5/2023) mendatang. Sesuai hasil meminta petunjuk kepada Sulinggih, upacara yang akan dilaksanakan adalah Caru Nawa Gempang Lebur Gangsa. 

Upacara dimaksud bisa disebut jarang dilakukan oleh krama karena memang pelaksanaanya khusus apabila ada tempat yang sering dijadikan tempat ulah pati. Sejauh ini di Jembatan Titi Gantung sudah ada 5 kejadian orang yang bunuh diri sampai meninggal. Berdasar catatan, mereka yang bunuh diri selain menggantungkan diri ada pula yang langsung melompat di jembatan setinggi 200 meter tersebut. 

Perbekel Cau Belayu I Putu Eka Jayantara menjelaskan upacara khusus ini rencana digelar pada Buda Wage Klau, Rabu (3 Mei 2023) bertepatan dengan upacara piodalan di Padmasana Desa Cau Belayu. 

“Hasil nunasang (meminta petunjuk) ke Sulinggih, akan digelar upacara Caru Nawang Gempang Lebur Gangsa. Dan ini upacara yang sangat jarang dijumpai, kecuali memang ada tempat yang sering digunakan untuk ulah pati,” kata Eka Jayantara, Sabtu (1/4). 

Menurut Eka Jayantara, untuk persiapan upacara yang terbilang besar ini akan berkoordinasi dengan Gubernur Bali Wayan Koster, karena Jembatan Titi Gantung adalah milik Provinsi Bali. Selain itu juga akan berkoordinasi dengan Bupati Badung lantaran jembatan tersebut adalah akses penghubung warga Tabanan khususnya Cau Belayu dengan Desa Sangeh. 

“Untuk melaksanakan upacara ini kami sisihkan dana dari desa. Namun kami juga akan membuka donasi untuk lancarnya upacara,” imbuh Eka Jayantara.

Dia berharap dengan sudah digelarnya upacara ini, tidak ada lagi peristiwa yang sama. Artinya Jembatan Titi Gantung hanya digunakan sebagai akses jalan umum saja, tidak digunakan sebagai tempat yang aneh-aneh. “Mudah-mudahan dengan nanti digelarnya upacara khusus ini tidak ada lagi kejadian serupa. Karena seingat saya sudah ada lima kasus kejadian ulah pati,” ungkap Eka Jayantara. 

Lagi pula, menurut Eka Jayantara, sesuai informasi dan cerita yang beredar, Jembatan Titi Gantung ini memang dikenal tenget (keramat). Sebab saat hari-hari tertentu seperti Kajeng Kliwon ataupun rahinan Hindu di Bali muncul penampakan wanita cantik. 

“Kadang kalau muncul wanita cantik ini tahu-tahu sudah naik di motor, dan sudah kita bonceng. Tapi ini menurut cerita, entah benar atau tidak. Kalau saya sendiri jujur belum pernah melihat,” kata Eka Jayantara. 

Dia menjelaskan Jembatan Titi Gantung ini dibangun tahun 2012 dan diresmikan pada 2013. Sebelum adanya jembatan permanen, di sebelah utaranya atau sekitar 50 meter dibangun jembatan gantung dari bambu yang fungsinya menghubungkan dua desa. Karenanya, sekarang jembatan permanen tersebut disebut Jembatan Titi Gantung. 

“Dulu jembatan bambu dibangun di bawah Pura Titi Gantung langsung tembus ke tempat wisata Tanah Uuk (Desa Sangeh),” beber Eka Jayantara. 

Mengenai Pura Titi Gantung, karena namanya sama dengan jembatan memang berada di wilayah Desa Cau Belayu dan diempon oleh Puri Belayu sendiri. Konon menurut cerita, kata Eka Jayantara, Pura Titi Gantung ini dulunya adalah pedukuhan milik Dukuh Sakti. Suatu hari putra Raja Puri Belayu melakukan perburuan di sekitaran wilayah Marga sampai kemalaman hingga menginap di pedukuhan. 

Selama menginap, Ki Dukuh ini memberikan jamuan makan. Sampai akhirnya putra raja dan prajuritnya pulang ke Puri Belayu. Namun dalam perjalanannya ada yang memfitnah Ki Dukuh Sakti, disebutkan dia memberikan jamuan kepada putra raja berupa lungsuran. Memang saat itu Ki Dukuh akan persiapan upacara di pedukuhanya namun upacara belum dimulai. “Atas informasi itu marahlah Raja Puri Belayu hingga mendatangi Ki Dukuh lengkap dengan para patih hendak membunuh,” cerita Eka Jayantara. 

Karena merasa tak bersalah Ki Dukuh ini tak gentar dengan ancaman Raja Puri Belayu. Apalagi Ki Dukuh ini terkenal sakti kebal dengan senjata apapun. Hingga akhirnya sang raja semacam kena pastu (kutukan) bahwa Ki Dukuh mau menghilang asalkan Sang Raja menyembah Ki Dukuh. 

“Dengan kondisi itu sampai sekarang Pura Titi Gantung ini diempon oleh Puri Belayu. Makanya setiap odalan nemuning Purnama Kedasa Puri Belayu melaksanakan upacara. Dan keris yang digunakan hendak membunuh itu masih ada sekarang dan biasanya ketika odalan ada iring-iringan dari Puri Belayu dibawa di Pura Titi Gantung. Namun keturunan dari Ki Dukuh juga sekarang ikut melakukan persembahyangan,” ucap Eka Jayantara. 7 des

Komentar