nusabali

Penari Pendet dan Kecak Anak Disabilitas Tampil Memukau, Jadi Pusat Perhatian Para Wisatawan Asing

  • www.nusabali.com-penari-pendet-dan-kecak-anak-disabilitas-tampil-memukau-jadi-pusat-perhatian-para-wisatawan-asing
  • www.nusabali.com-penari-pendet-dan-kecak-anak-disabilitas-tampil-memukau-jadi-pusat-perhatian-para-wisatawan-asing
  • www.nusabali.com-penari-pendet-dan-kecak-anak-disabilitas-tampil-memukau-jadi-pusat-perhatian-para-wisatawan-asing

MANGUPURA, NusaBali.com – Setelah dilatih dan dibina, puluhan anak disabilitas di SLB Negeri 1 Badung tampil memukau pada gelaran acara Celebrate Balines New Year di The Westin Resort Nusa Dua Bali pada Jumat (17/3/2023) sore. Meskipun memiliki keterbatasan, mereka berhasil membuktikan bahwa penyandang disabilitas juga mampu menampilkan pergelaran seni budaya Bali yang menakjubkan.

Guru Seni dan Budaya SLB Negeri 1 Badung, Anak Agung Putu Atmaja menerangkan walaupun anak didiknya memiliki keterbatasan namun pihaknya terus memberikan kesempatan kepada mereka untuk tetap berkreativitas selayaknya anak pada umumnya.

Dalam keterlibatan anak didiknya, ia mengajak anak penyandang disabilitas tunarungu kelas IX SMP dan kelas XII SMA untuk menari Pendet. Sedangkan anak penyandang disabilitas tunagrahita kelas IX SMP dan kelas XII SMA untuk menari Kecak.

Selain menjadi cak, mereka juga berlakon sebagai Rama, Dewi Sinta, Laksamana, Rahwana, Kijang, dan Hanoman. Dengan mengambil cerita Ramayana, tak pelak aksi mereka mendapatkan apresiasi dari para pengunjung termasuk wisatawan asing di sana.

“Untuk cerita pementasan Tari Kecaknya juga kami pangkas agar anak-anak bisa mengontrol tenaganya. Sehingga waktu pementasan kurang lebih 15 menit,” ujar Gung Alit saat ditemui seusai pementasan pada Jumat (17/3/2023) malam.

Foto: Guru Seni dan Budaya SLB Negeri 1 Badung, Anak Agung Putu Atmaja. -WINDU

Ia menambahkan, para penyandang disabilitas berlatih selama 30 hari sebelum tampil, meskipun terbilang singkat namun mereka sudah bisa menampilkan pagelaran yang memukau.

Saat ditanya apakah ada kendala dalam berlatih, Gung Alit mengatakan sejatinya tidak ada kendala yang berarti karena mereka berlatih dengan penuh semangat sehingga cepat menyerap apa yang diajarkan oleh para pelatih. Hanya saja untuk melatih mereka tentu dibutuhkan kesabaran karena latihan diberikan satu per satu mengingat keterbatasan yang mereka miliki.

“Harus sesabar karena membutuhkan tenaga ekstra sebab tidak sama mengajarnya seperti anak-anak pada umumnya. Mereka sebenarnya tidak susah di ajar, hanya saja ketika saraf motorik mereka terganggu di pertengahan pementasan, mereka bisa ngeblank. Itulah yang menjadi tantangan kami,” tuturnya.

Karena para penari kecak merupakan anak disabilitas tunagrahita, maka untuk membantu mereka saat pementasan, Gung Alit menggunakan alat pendengar untuk memberikan kode kepada mereka.

“Jadi satu orang saya tunjuk untuk menggunakan headseat. Lalu saya arahkan melalui suara dari conector, agar terdengar oleh pemandu Kecak di sana,” terangnya.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, instruktur Tari Pendet, Ni Nyoman Ari Savitri menerangkan ia membantu anak-anak disabilitas tunarungu melalui kode gerak bahasa isyarat di depan panggung saat pementasan. Sebab mereka memiliki hambatan dalam mendengar dan berbicara. Namun selama proses pelatihan, terlebih dahulu mereka menghafalkan gerak tari yang dibantu oleh kode isyarat yang telah ia buat.

“Untuk isyarat itu kami menggunakan sistem isyarat bahasa Indonesia lalu dikembangkan dengan sebuah kode gerakan,” bebernya.


Foto: Guru Seni dan Budaya SLB Negeri 1 Badung, Ni Nyoman Ari Savitri. -RIKHA SETYA

Berbeda dengan Gung Alit, Savitri menuturkan dirinya mengalami sedikit kendala yang dihadapi dalam mengajar anak didiknya, seperti susahnya menjaga mood (keadaan emosional yang sementara, Red) mereka. Sehingga, jika anak didiknya sedang tidak mood, maka ia akan menuruti mood mereka hingga membaik.

“Ketika mereka sudah tidak mood berarti ada yang diinginkan seperti makanan, istirahat, atau mereka bisa belajar dengan teman mereka yang lain. Ketika mereka sudah membaik, maka mereka akan latihan lagi seperti biasa,” tandasnya.

Dibalik kesulitan itu, ia menilai tidak perlu berfokus kepada kekurangan yang mereka miliki, melainkan fokuslah kepada kelebihan yang mereka miliki. Sehingga ia berharap, pemerintah dapat tetap memberi mereka ruang dan waktu untuk berkreasi.

“Mereka memiliki kelebihan hampir sama seperti anak-anak reguler lainnya. Semoga anak-anak bisa diberikan kesempatan yang sama di dunia industri,” pungkasnya. *ris





Komentar