Ogoh-ogoh Garuha ST Tegaltamu, Desa Butubulan
Simbolisasi Pengendalian Ego Manusia
GIANYAR, NusaBali
Sekaa Teruna (ST) Tegaltamu, Desa Adat Tegaltamu, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, membuat Ogoh-ogoh ‘Garuha’.
Ogoh-ogoh ini perpaduan dari burung Garuda dan Hanoman. Karya seni ini menyuguhkan simbolisasi pengendalian hawa nafsu atau egoisme berkait dengan Catur Berata Panyepian.
Ide Garuha dari Sundara Kanda, salah satu dari tujuh kanda (babak) dalam epos Ramayana. Momennya, ketika Hanoman linglung, kehilangan kesaktian saat membumihanguskan taman dan istana Rahwana di Alengka Pura. Ide ini digarap dalam bentuk karya seni Ogoh-ogoh Hanoman Bersayap atau Hanoman Terbang. “Kami memang ingin buat sesuatu yang beda,” ujar Ketua STT Tegaltamu I Wayan Suantana, Sabtu (11/3).
Ditemui di Balai Banjar Tegaltamu, Suantana menuturkan berbeda yang dimaksud, Ogoh-ogoh tidak semata-mata menunjuk sosok yang penggambaran butha kala maupun raksasa bertampang seram dan menakutkan. Namun juga memuat pesan edukasi dan khususnya pemahaman dan pendalaman susastra. ”Tidak saja enak dan menarik dipandang, namun juga memuat tutur (pesan moral),” ucap jebolan Fakultas Hukum Unud ini.
Ogoh-ogoh Garuha dibalut dalam garapan lakon ‘Gni Shiranjiwi’. Bermakna pengendalian api egoisme, sehingga kesadaran tetap terjaga. “Ini sesuai dengan spirit Nyepi, salah satunya amati geni yang juga berarti mengumbar hawa nafsu,” terang Suantana didampingi temannya I Gede Eka Wintara.
Penggarapan mulai pada Februari 2023. Seperti di tempat lain, pengerjaan dilakukan anggota sekaa teruna dengan bergotong royong. “Lebih sering kami kerjakan pada malam hari. Karena siangnya teman- teman ada yang kerja, sibuk maupun sekolah,” timpal Eka Wintara.
Relatif tidak ada kendala, selama penggarapan. Hal itu karena rata-rata kalangan angggota sekaa teruna ‘orang seni’, mengerti dan biasa melakoni pekerjaan seni seperti melukis, memahat, mematung dan mendesain. Khususnya mendesain atau merancang Ogoh-ogoh. “Karena memang sebagian besar kami di sini di Tegaltamu khususnya dan di Desa Batubulan umumnya, bekerja seni, seperti ngukir, mematung dan lainnya,” ungkap Suantana.
Ogoh-ogoh ‘Garuha’ dirancang dengan tinggi 7 meter. Kemudian lebar, yakni bentang sayap dari ujung ke ujung 6 meter. Bobot keseluruhan, dari profil Ogoh-ogohnya, beti(sandaran), kemudian sanan (bambu penyunggi) dan peralatan lainnya diperkirakan sampai 300 kilogram.
I Gusti Ngurah Pertu Agung, salah seorang tokoh masyarakat Tegaltamu, Batubulan, mengapreasi kreavitas anak-anak muda setempat, dalam wadah STT Tegaltamu. “Tiyang lihat ada kemajuan, karena ada proses pencarian dan pendalaman,” ucap akademisi yang juga pangelingsir Puri Tegaltamu. Dia pun menunjuk Ogoh-ogoh ‘Gahura’ dan garapan tabuh dan framentari Shiranjiwi yang tengah dipersiapkan tersebut.
Kata dia, walaupun ada proses ‘pengembaraan’ dan pencaharian untuk menemukan yang baru baru, namun dalam bingkai spirit Nyepi, yakni Catur Berata Penyepian. Mulai dari Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan dan Amati Lelanguan. “Secara tatwa, amati geni itu pengendalian keakuan atau ego,” terang Ngurah Pertu Agung yang juga Pemangku Gede Pura Dalem Tegaltamu.
Kata dia ego yang memuncak potensial menutup kesadaran, sehingga menyebabkan kebingungan. Seperti sosok Hanoman dengan anugrah tak mempan api, namun ujung ekornya terbakar, karena dia lupa anugrah kesaktian yang dimilikinya. Beruntung, berkat permohonan Sita, Dewi Gangga menyelamatkan Hanoman. Dalam saat kritis, kekuatan garuda dimasukkan dalam raga Hanoman, sehinggga Hanoman dapat terbang, luput dari maut lidah api. “Jadi kreatif dan cocok sesuai dengan ajaran Catur Berata Penyepian,” tunjuk Gung Aji Mangku, sapaan Ngurah Pertu Agung, pada hari raya Nyepi Tahun Saka 1945, yang jatuh pada Rabu(22/3) depan.*k17
Komentar