nusabali

MUTIARA WEDA : Para dan Apara Vidya

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-para-dan-apara-vidya

Dari hal tersebut, Apara adalah Rig Veda, Yajur Veda, Sama Veda, dan Atharva Veda, siksha, kode ritual, tata bahasa, nirukta, chhanda dan astrologi. Kemudian para adalah dinama yang abadi diketahui.

tatrāparā ṛgvedo yajurvedaḥ sāmavedo'tharvavedaḥ

śikṣā kalpo vyākaraṇaṃ niruktaṃ chando jyotiṣamiti  
atha parā yayā tadakṣaramadhigamyate
(Mundaka Upanishad,1.1.5)


Hindu mengenal dua jenis pengetahuan, yang pertama disebut apara vidya, yakni pengetahuan eksternal atau objektif, juga disebut pengetahuan yang lebih rendah; kedua para vidya, yakni pengetahuan yang lebih tinggi, pengetahuan akan Realitas Sejati, pengetahuan yang bersifat subjektif. Dalam dunia ilmiah, pengetahuan yang bersifat subjektif dicoba untuk dihindarkan, sebab kriteria yang dipakai lebih menekankan ada kaidah-kaidah objektif. Walaupun dunia ilmiah meneliti tentang diri manusia, yang diteliti adalah manusianya sebagai objek, tidak sebagai subjek, dan temuannya harus sesuai dengan kriteria-kriteria objektif ilmiah itu. Landasan dasar pengetahuan ilmiah adalah keobjektifannya, artinya, semakin objektif sebuah penelitian, semakin kuat kesahihannya.

Berbanding terbalik dengan Hindu, goal yang dicari adalah pengetahuan subjektif, semakin seseorang mampu masuk ke dalam dirinya sendiri, semakin berhasil penelitiannya tersebut, demikian sebaliknya, jika dalam kehidupannya ia tidak pernah melakukan penelitian ke dalam, ia dikatakan tidak pernah berkembang. Bahkan dalam Hindu disebutkan bahwa tujuan manusia lahir adalah untuk melakukan penyelidikan ke dalam diri, yakni untuk mengenal siapa dirinya yang memiliki kesadaran itu, siapa dirinya yang bisa mengetahui itu. Sebelum ia mengenal dirinya yang mampu mengetahui itu, maka apapun pengetahuan yang dimilikinya tidak akan berarti apa-apa. Semua pengetahuan itu hanyalah sekadar sampah yang mengotori pikiran. Oleh karena itu dikatakan bahwa, siapapun yang mampu mengenal dirinya, maka ia mengenal semuanya.

Jadi pengetahuan ilmiah Barat, dewasa ini menekankan pada objek. Semakin mampu seseorang masuk ke dalam objek, semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Sementara dalam Hindu, semakin orang mampu masuk ke dalam dirinya sendiri, maka semakin berpengetahuan orang itu. Ini adalah perbedaan yang mendasar antara para vidya dan apara vidya. Hanya saja, ilmiah Barat membuat pengetahuan subjektif itu inferior. Sementara Hindu, meskipun membuat klasifikasi pengetahuan ke dalam dua jenis itu, sebenarnya tidak mencoba untuk menjadikan yang satunya inferior. Hindu mengatakan, jika kita mengetahui banyak hal tetapi tidak mengenal siapa diri yang mengetahui itu, pengetahuan yang dimiliki tersebut tidak akan memiliki arti banyak. Pengetahuan itu berfungsi hanya sebagai pemanis kehidupan dan tidak membuat kehidupan itu berkembang. Tetapi, jika seseorang yang banyak memiliki pengetahuan dan sekaligus mengenal siapa diri yang memiliki banyak pengetahuan tersebut, pengetahuan yang banyak tersebut akan menjadi signifikan.

Apa yang terjadi dewasa ini? Kita sebenarnya mencoba dalam banyak cara untuk meniadakan pengetahuan subjektif itu sendiri, walaupun kita taat beragama. Agama yang kita anut saat ini lebih pada hanya sekadar kepercayaan, bukan sesuatu yang hidup dan memancar di dalam diri. Agama yang dianut kita taruh di atas kepala dan dengan berbagai cara kita mencoba melakukan interpretasi, mengambil dalil-dalil yang ada di dalamnya dalam rangka untuk menyelaraskannya dengan pemikiran ilmiah modern. Atau kita mengarahkannya ke arah yang lain dengan menjadikan agama tersebut sebagai pijakan untuk mencapai goal tertentu. Metodologi yang ada di dalamnya untuk melakukan penelitian ke dalam diri saat ini diteliti kembali dengan motode-metode ilmiah objektif. Kita sibuk meneliti metode itu secara objektif sehingga kita lupa mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Dan setelah sekian tahun hidup, kita merasa kehilangan total. Banyak orang yang menyadari bahwa kerja keras yang dilakukannya selama ini sia-sia karena merasa tidak menemukan apa-apa. Ia baru sadar kalau metode itu hendaknya tidak terlalu banyak diteliti secara objektif, melainkan harus diaplikasikan secara langsung ke dalam kehidupan, karena metode yang ada di dalam agama itu merupakan temuan para Maha Rsi yang telah melakukan penyelidikan bhatin dalam kurun waktu yang tidak sedikit.

Oleh karena itu, Hindu memandang bahwa dengan memahami siapa diri kita yang memiliki pemahaman tersebut akan mengantarkan dirinya pada tujuan terakhir hidupnya, yakni Sat Chit Ananda (kebenaran-kesadaran-kebahagiaan). Seluruh pengetahuan yang diketahui pada prinsipnya adalah Sat Chit Ananda itu sendiri.

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta

Komentar