nusabali

Dari Protes Kokokan Ayam hingga Ugal-ugalan di Jalan, Semurahan Itukah Pariwisata Bali?

  • www.nusabali.com-dari-protes-kokokan-ayam-hingga-ugal-ugalan-di-jalan-semurahan-itukah-pariwisata-bali

MANGUPURA, NusaBali.com - Krama Bali seakan tiada henti dibuat geleng-geleng kepala melihat kelakuan wisatawan mancanegara (wisman) yang nakal. Warga lokal seperti diatur seenaknya selayaknya pulau ini sedang dijajah lagi.

Hal-hal remeh seperti suara kokokan ayam pun tidak luput diprotes oleh seorang wisman yang ternyata tidak mampu bermalam di hotel. Belakangan juga sedang ramai mata menyoroti tingkah polah wisman nakal saat berkendara di jalan raya.

Belum habis urusan wisman begajulan semacam ini, instansi pemerintahan ikut kecolongan kasus keimigrasian. Visa turis dipakai kerja. Orang asing punya KTP selayaknya warga lokal. Ada juga yang mulai melokal dengan menjadi pemandu wisata hingga penyedia jasa rental motor.

Semurahan itukah pariwisata Bali? Sayangnya problem semacam ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Hanya saja, masyarakat dan pemerintah sedang latah karena persoalan yang lama didiamkan ini sekarang banyak disorot mata warganet.

Kasus-kasus semacam ini bukan isapan jempol belaka. Pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan wisman membeberkan fakta yang lebih mengerikan. Bimbang pun menghantui sebab pulau ini bertumpu pada sektor pariwisata yang membawa berkah sekaligus petaka.

I Ketut Riana, 52, Bandesa Adat Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara menuturkan fakta-fakta di lapangan yang sering ia hadapi. Sebagai pimpinan adat dari wilayah yang didominasi aktivitas pariwisata, tidak jarang pria yang akrab disapa Rai ini bersenggolan langsung dengan wisman sontoloyo.

Selain kasus yang hangat belakangan ini, jauh sebelumnya Rai sempat dipusingkan dengan aksi vandalisme. Aksinya bersenggolan langsung dengan wisman gendeng itu pun sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Rai tidak menampik bahwa ia banyak berhadapan dengan wisman yang berperilaku seenaknya.

Kata Rai, Desa Adat Berawa baru-baru ini sudah menata lahan parkir Pura Perancak. Begitu ditetapkan biaya parkir, wisman-wisman nakal berontak dan tidak mau membayar. Jangankan Rp 5.000, diminta Rp 2.000 untuk tiga jam saja marah-marah dan tidak mau mematuhi peraturan adat yang ada.

Foto: Rai, Bandesa Adat Berawa. -NGURAH RATNADI

“Pernah kami melihat wisman yang memanfaatkan lahan parkir mobil yang belum terisi penuh untuk mengajari kawannya naik sepeda motor. Begitu ditegur staf kami, mereka marah dan bahkan menempeleng orang,” beber Rai ketika dijumpai di kediamannya pada Rabu  (15/3/2023) siang.

Rai pun mengaku ikut turun tangan menyelesaikan kasus yang seharusnya tidak perlu terjadi ini. Bendesa dengan krama 32 kepala keluarga ini tidak sungkan menyebut bahwa 90 persen wisman di kawasan Berawa, Desa Tibubeneng dan Desa Canggu tidak mematuhi aturan dasar berkendara seperti memakai helm.

Belum lagi kendaraan yang disewa adalah motor modifikasi. Kediaman Rai yang kebetulan berada di dekat di pintu masuk Pantai Berawa dan di depan Finns Beach Club ini setiap malam mendengar suara motor brong yang disengaja.

“Mereka ini acuh saat berkendara dalam kondisi tidak memakai helm. Sedangkan kita yang orang lokal malah taat. Ini yang saya sayangkan, mereka bertindak semaunya dan bebas. Apalagi ada wisman yang menyerobot lahan ekonomi orang lokal,” tutur Rai.

Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Badung I Nyoman Gede Wiradana secara pribadi mendukung kebijakan Pemprov Bali untuk mengawasi wisman lebih ketat dan dilakukan pembatasan tertentu. Wiradana menegaskan bahwa apabila kasus ini tidak ditindak tegas, terlihat murahan sekali dunia pariwisata Bali.

Politisi PDI-P Badung asal Desa Sibanggede, Kecamatan Abiansemal ini meminta pihak-pihak terkait berpikir lebih jauh ke depan. Oleh karena itu, ia mempercayai kebijakan memperketat pengawasan wisman dan pembatasan khususnya dalam hal berkendara harus didukung.

“Ngeri sekali saya melihat kasus-kasus wisman yang terjadi belakangan ini. Kita saja yang pergi ke negara orang harus taat aturan di sana, mengapa mereka di sini bertindak semaunya,” ungkap Wiradana heran ketika ditemui di ruang kerjanya di Kantor DPRD Badung pada Rabu pagi.

Sebagai mantan penyedia jasa rental motor, Wiradana tidak melihat prospek besar dalam usaha ini. Ia mengaku malah merugi tatkala membuka usaha rental motor di Kuta pada tahun 1990 silam. Sebabnya, Wiradana merasa pembatasan penggunaan kendaraan di jalan raya oleh wisman tidak akan berpengaruh besar terhadap pariwisata Bali.

Wiradana pun tidak melihat korelasi kepemilikan SIM Internasional terhadap kepatuhan berkendara. Di samping itu, kalau pun akhirnya kebijakan pelarangan menyewa kendaraan oleh wisman diketuk palu, para penyedia usaha rental dapat ‘dipaksa’ sedikit untuk berinovasi.

Foto: Wiradana, anggota Komisi II DPRD Badung. -NGURAH RATNADI

“Bisa saja penyewaan kendaraan itu tidak dengan lepas kunci jadi harus ada drivernya. Kalau pun harus memakai motor kan masih ada Gojek yang bisa diakses lewat ponsel mereka,” ujar Wiradana.

Sebagai anggota Komisi II DPRD Badung yang salah satunya membidangi pariwisata, Wiradana secara pribadi berpendapat pariwisata Bali memang sudah harus ditata kembali. Jika tidak, Pulau Dewata akan menjadi pariwisata murahan dan membawa problem seperti sekarang ini.

Di lain sisi, Made Warsita, 65, seorang penyedia jasa rental di Jalan Pantai Berawa mengaku pasrah mendengar kabar pelarangan wisman sewa motor. Sebagai rakyat kecil, Warsita tidak bisa berbuat banyak. Yang ia inginkan adalah mencari nafkah untuk membuat dapur mengepul.

Ketika ditanya soal gagasan rental motor tidak lepas kunci, Warsita menyebut hal itu mustahil dilakukan saat ini. Sebab, artinya ia harus menambah pekerja sedangkan pendapatan dari rental 10 unit motornya dalam satu hari tidak menentu.

“Kalau seperti itu susah saya. Harus menambah pekerja sedangkan usaha rental ini bisa dibilang rugi,” cetus Warsita yang juga Penyarikan Desa Adat Berawa.

Warsita menyewakan satu unit kendaraannya kepada wisman senilai Rp 50.000 per 24 jam. Sebelum menyerahkan kunci, ia memeriksa SIM wisman dan menyimpan paspor mereka sebagai jaminan. Warsita juga memberikan edukasi singkat soal yang boleh dan tidak boleh saat berkendara.

Baik Warsita dan Bendesa Adat Berawa I Ketut Riana alias Rai sama-sama mendukung kebijakan Pemprov Bali untuk memberikan efek jera kepada wisman nakal. Akan tetapi, melihat banyak warga lokal yang berkecimpung di bidang rental motor, Warsita dan Rai berharap ada pertimbangan kembali.

“Sebagai pengayah adat, kami mendukung kebijakan Bapak Gubernur Bali. Tetapi mohon juga dipertimbangkan kembali soal dampaknya ke masyarakat. Namun pada akhirnya saya rasa masyarakat juga akan mengerti apabila untuk kepentingan yang lebih besar," imbuh Rai.

Kata Rai, Desa Adat Berawa dan desa adat lain di kawasan Tibubeneng dan Canggu bakal merapatkan barisan. Desa adat dikatakan juga akan bergerak baik secara penegakan awig-awig maupun secara persuasif dan preventif sembari menunggu tindakan dari instansi terkait. *rat

Komentar