nusabali

Canggih! Puluhan Guru Belajar Aplikasikan VR untuk Pembelajaran di SMKN 1 Denpasar

  • www.nusabali.com-canggih-puluhan-guru-belajar-aplikasikan-vr-untuk-pembelajaran-di-smkn-1-denpasar
  • www.nusabali.com-canggih-puluhan-guru-belajar-aplikasikan-vr-untuk-pembelajaran-di-smkn-1-denpasar
  • www.nusabali.com-canggih-puluhan-guru-belajar-aplikasikan-vr-untuk-pembelajaran-di-smkn-1-denpasar

DENPASAR, NusaBali.com – Tantangan teknologi kini mengimpit tenaga pendidik. Mau tidak mau, guru harus siap bertransformasi menerapkan teknologi untuk pembelajaran.

Usai pandemi, dunia pendidikan seperti dibukakan mata tentang bagaimana proses pembelajaran di masa depan yang kental dibalut virtualitas. Virtual reality (VR) merupakan salah satu teknologi yang mampu memberikan citra dunia nyata ke dalam dunia digital.

Lewat medium ini, ‘satu dunia’ dapat dibawa dan dimasukkan ke dalam dunia digital yang responsif dan interaktif selayaknya dunia nyata. Keberadaan VR dinilai memberikan opsi alternatif bagi guru untuk memroses pembelajaran interaktif di jagat maya.

Sayangnya, Adzhani Razandistiawan, 27, Community Manager Prakarsa Foundation menuturkan bahwa di Indonesia khususnya di dunia pendidikan masih menganggap VR sebagai teknologi mewah.

“Kami ingin meluruskan dan menjelaskan seperti apa teknologi ini sebenarnya dan penerapannya di bidang pendidikan melalui pelatihan hari ini,” tutur pria asal Surabaya yang akrab disapa Ayung ketika dijumpai di sela pelatihan penerapan VR untuk pendidikan di SMKN 1 Denpasar pada Sabtu (4/3/2023).

Ayung menegaskan bahwa VR dan teknologi sejenis seperti augmented reality (AR) bisa memberi nilai lebih dari segi spasial. Sebab, dalam konteks praktikum misalnya, citra dan fitur berbagai macam laboratorium dapat dimasukkan ke dalam satu lensa.

Hanya saja, jenis alat VR yang digunakan dalam hal ini kacamatanya harus memiliki controller tangan. Controller mampu memberikan kesan immersif kepada pengguna saat memindahkan atau menyentuh suatu benda.

Foto: Ayung, Community Manager Prakarsa Foundation. -WAYAN

Pada pelatihan yang mampu menyedot sebanyak 69 guru SMA dan SMK ini, Prakarsa Foundation disponsori Konsulat Jenderal Amerika Serikat (AS) di Surabaya melatih para guru membuat skenario VR untuk pembelajaran.

Ada dua butir materi yang diberikan yakni Game-based Learning and Design Thinking dan Design and Implementation of AR/VR for Education. Kedua butir materi ini dirangkum untuk menciptakan skenario pembelajaran yang sesuai dengan STEAM.

STEAM adalah singkatan dari science, technology, engineering, arts, and mathematics. Jelas Ayung, VR dapat merangkum kelima poin skenario ini untuk mata pelajaran apa pun. Sebab, dalam praktiknya teknologi VR mengandung lima hal tersebut.

“VR memang tidak bisa menggantikan keberadaan laboratorium fisik di sekolah. Namun pada kasus tertentu misalnya observasi virus, ini sulit dilakukan di laboratorium sekolah kalau tidak dibantu VR yang mampu memperbesar morfologi virus termasuk penjelasannya,” imbuh Ayung.

Pada tahap pelatihan yang mengusung tema Innovation through STEAM ini, para guru baru sebatas diajarkan untuk membuat skenario pembelajaran dengan VR. Melalui penggarapan skenario ini, para guru dilatih mendesain skenario macam apa yang diinginkan untuk mendukung pembelajaran.

Dalam prosesnya hasil skenario dari para guru ini bisa dilombakan untuk mencari yang terbaik dan berhak mendapat kehormatan untuk digarap menjadi modul pembelajaran dunia virtual.

“Pengadaan alat pendukung VR ini tergantung kebutuhan siswa dan sekolah. Saat ini, harga kacamata VR di pasaran berkisar Rp 8-10 juta dan dipastikan memakai controller,” sebut pecinta boardgame ini.

Foto: Mustika, Kepala SMKN 1 Denpasar. -WAYAN

Sementara itu, I Wayan Mustika SPd MPd, 56, Kepala SMKN 1 Denpasar menjelaskan bahwa program ini merupakan ancang-ancang bagi para guru terhadap pergerakan integrasi teknologi dengan pendidikan.

Kata Mustika, program pelatihan di sekolah pimpinannya itu adalah tindak lanjut dari pelatihan dua guru SMKN 1 Denpasar di ITS Surabaya bersama Prakarsa Foundation. Sedangkan pelatihan pada Sabtu pagi ini adalah bentuk kerja sama lanjutan kedua pihak mengadakan pelatihan untuk guru-guru di Bali.

“Pelatihan ini tidak terlepas dari tujuan untuk merevitalisasi kompetensi guru untuk menghadapi integrasi teknologi di dunia pendidikan. Nantinya teknologi ini tidak dianggap sebagai momok melainkan dorongan kreativitas dan inovasi,” terang Mustika di sela acara pelatihan.

Mantan Kepala SMKN 1 Petang ini menyebut bahwa tantangan dalam penerapan VR selain soal kesiapan guru terhadap teknologi adalah pengadaan alatnya. Namun demikian, Mustika mengaku semasih ada sinergi antara sekolah, komite, dan pemerintah akan dapat dicarikan solusinya secara bertahap.

Di lain sisi, Rachel L Cooke, Counselor for Public Diplomacy dari Kedutaan Besar AS di Jakarta mengatakan bahwa program pelatihan ini adalah satu komitmen Pemerintah AS untuk mendukung inovasi dan kewirausahaan.

Foto: Rachel, Counselor for Diplomacy dari Kedutaan Besar AS di Jakarta. -WAYAN

Rachel yang hadir langsung dalam pembukaan pelatihan menekankan bahwa Pemerintah AS melalui Kedutaan Besar AS di Jakarta ingin membawa kemajuan teknologi di Negeri Paman Sam ke negara lain termasuk Indonesia.

Dengan demikian, mantan guru sekolah menengah ini berharap langkah tersebut dapat menciptakan kesempatan bagi putra-putri terbaik Indonesia untuk mengambangkan inovasinya sendiri.

“Tentu, saya rasa Indonesia sudah siap untuk langkah ini karena negara ini memiliki banyak orang berpola pikir kewirausahaan dan visioner. Dengan mendukung keberadaan teknologi VR dari tingkat sekolah menengah akan membantu menyiapkan individu yang siap dengan masa depan,” tutur Rachel.

Meskipun demikian, Rachel belum bisa memastikan sejauh mana Kedutaan Besar AS di Jakarta dibantu dua Konsulat Jenderal di Surabaya dan Medan dapat mendukung pengembangan teknologi VR berbasis inovasi STEAM di tanah air.

Rachel menyatakan bahwa pihaknya ingin berfokus dengan program yang sedang berjalan sekarang yakni seperti pelatihan oleh Prakarsa Foundation. Namun ketika ditanya soal dukungan pengadaan alat untuk VR, selaku Counselor for Public Diplomacy, Kedutaan Besar AS di Jakarta, ia belum bisa memberikan jawaban yang tegas. *rat

Komentar